Bagi Ibu Ngaji Bukan Kesia-siaan Tapi kewajiban


By : Ummu Taqiudin

Serangan sekulerisme yang telah hadir seabad lamanya ini telah menjadikan umat muslim jauh dan melupakan akan kemuliaan agamanya. Jadilah, kehidupan umat menjadi liberal dan antipati pada agama. Namun, seiring berjalannya waktu dan mulai munculnya banyak pendakwah Islam yang ikhlas menjadikan umat mulai sadar dan mau mengambil ajaran-ajaran agamanya meskipun belum nampak sempurna, seperti halnya mengkaji Islam dalam forum-forum pengajian. 

Hal ini sangat nampak jelas dengan menjamurnya berbagai kegiatan pengajian yang ada ditengah-tengah umat terkhusus untuk para ibu-ibu. Jadilah, gaya hidup mereka sudah mulai condong terhadap Islam, baik dari cara berpakaian dan pergaulan. 

Namun, ditengah-tengah antusias dan kesadaran umat akan pentingnya ngaji muncul statement bahwa pengajian adalah hal yang nampak sia-sia dan dapat menelantarkan anak-anak mereka.
Sebagaimana pernyataan Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana' di Jakarta Selatan. 

Dia mengaitkannya dengan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak. (Republika, 19/2/2023)

 Tentu, pernyataan demikian tidaklah berdasar, sebab kasus keterlantaran anak atau keburukan kondisi anak tidak ada korelasinya dengan aktivitas pengajian. Bahkan sampai hari ini tidak ada satupun hasil penelitian terkait hal itu. 

Semakin kesini angka keburukan dunia anak semakin meningkat seperti masih 21,6% untuk stunting, 11.952 kekerasan terhadap anak, dimana Sebanyak 58,6 persen atau 7.004 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Kemudian angka dispensasi nikah akibat hamil akibat pergaulan bebas, belum lagi tingkat pembunuhan anak dan bayi, tawuran, narkoba dan hal buruk lainnya yang masih membanjiri tindak kriminalitas dunia anak. 

Kondisi kehidupan anak yang begitu miris dan kelamnya ini adalah dampak dari kehidupan yang liberal dan sekuler sendiri. Misalnya saja stunting yang diakibatkan oleh kemiskinan yang menggurita, sehingga anak kekurangan nutrisi semenjak dalam kandungan.

 Begitupun dengan pembunuhan bayi dan anak, tawuran, pergaulan bebas ialah akibat liberalisme (kebebasan) yang diadopsi sistem kapitalisme ini. Dimana liberalisme menjadikan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tanpa batas, sedang sekuler menjadikan hati kering tanpa basuhan iman sehingga mudah terpancing emosi. Bagaikan tumpukan jerami kering yang mudah tersulut api. Itulah gambaran remaja hari ini kering, keropos, dan tidak berbobot. 

Disisi lain gempuran budaya barat akan pergaulan bebas dan tontonan merusak baik dari game, vidio maupun film-film tanpa ada filter dari negara menjadikan semakin rusaknya pikiran anak. Dan lebih miris lagi peran ibu yang digerus oleh sistem kapitalis ini. 

Para ibu dipaksa meninggalkan kewajiban mereka sebagai pengurus anak dan keluarga untuk bekerja mengejar materi. Sebab, selain memang kehidupan yang sempit karena kemiskinan namun juga kapitalis mengajarkan akan kebermaknaan, kemuliaan dan kebahagiaan kehidupan hanya pada materi semata. Dari hal ini pula banyak ibu-ibu yang sebenarnya tidak butuh kerja karena sudah terpenuhi oleh sang suami namun tetap bekerja karena penilaian tersebut, yang biasa disebut wanita karir. 

Sebutan wanita karir menjadi hal yang dibangga-banggakan. Jadilah wanita karir akan lebih dipandang, sedang seorang ibu yang fokus pada rumah tangga dan anak akan nampak rendah. Inilah racun-racun yang sebenarnya merusak ibu dan generasi. 

Sebenarnya, Islam telah memiliki aturan yang kompleks terhadap seluruh aspek kehidupan, terkhusus kehidupan ibu dan anak. Islam memberi gambaran mulia terhadap ibu dan anak. Sampai digambarkan baik buruknya sebuah bangsa tergantung setiap wanitanya. 

Begitulah besarnya Islam menempatkan pengaruh wanita pada sebuah bangsa. Sebab, dari merekalah lahir pencetak generasi bangsa. Tentu jika setiap wanitanya paham akan kewajiban pengasuhan dan pendidikan anak serta pahala yang besar dari tanggungjawab tersebut tentu para wanita tidak akan mau untuk keluar rumah meninggalkan tugas mulia mereka. Sebab, bagaimana kekuatan sebuah bangsa ada ditangan mereka.  Predikat Ummu warobatul bait ialah predikat mulia yang disematkan Allah SWT kepada para ibu pencetak generasi Islam.   

Sedang kepahaman ini hanya bisa didapat seorang ibu ketika mengkaji Islam secara menyeluruh termasuk di dalam pengajian-pengajian. Yang kemudian menjadikan mereka tidak hanya paham akan peran sebagai ibu, tetapi juga paham akan peran sebagai istri dan hamba Allah SWT. Yang dengan ini tidak perlu lagi seorang ibu diajari akan management waktu antara mengurus anak dan pengajian. Sebab, Islam mengajarkan ketaatan bukan pada kegemerlapan. 

Dengan demikian generasi-generasi unggul dan mulia itu akan menerangi dan membawa kekuatan besar untuk kehidupan. Seperti, Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal adalah seorang ulama yang terkenal akan kehebatan ilmu dan kezuhudannya. Kehebatan beliau tak lepas dari peran Ibunya, Shafiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy-Syaibani. Seorang perempuan yang sangat taat, patuh dan bangga dengan agamanya. 

 Begitulah peran besar dan vital seorang ibu yang tidak bisa digantikan dengan apapun termasuk materi. Dengan demikian setiap ibu harus kembali kepada fitrahnya untuk menjalankan peran mulia ini dengan memahami dan mengamalkan kembali ajaran-ajaran agamanya, yaitu Islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post