Peringatan Harkodia, di Tengah Kronisnya Korupsi

Oleh: Nur Arofah

Aktivis Muslimah


Hari Anti Korupsi Se dunia (Harkodia) diperingati di Jakarta pada Jum'at, 9 Desember, bisa disebut hanya seremoni tanpa makna dan disikapi layak dengan rasa berkabung. Tersebab korupsi masih sangat tinggi dan kondisi korupsi politisi semakin kronis. Berdekatan dengan peringatan tersebut ditetapkannya Bupati Bangkalan, R Abdul Latif Amin Imron sebagai tersangka kasus pemberian dan penerimaan hadiah atau janji penyelenggara negara atau yang terkait perwakilan lelang jabatan. kejadian ini mencoreng peringatan yang slogannya "Anti Korupsi" nyatanya bertolak belakang.

Dikutip tirto.id (11/12/2022), peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan di laman resmi ICW pada Ahad, 11 Desember 2022 dalam keterangan tertulis menyoroti beberapa aspek yang turut menyumbang dan merusak komitmen negara dan ketidakpercayaan rakyat dalam pemberantasan korupsi, tingginya angka korupsi di kalangan politisi tak menyusut. Selama 18 tahun penindakan KPK, sepertiga pelaku korupsi berasal dari politisi, dari kalangan legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan juga kalangan pejabat daerah sebanyak 496 orang.

Begitu juga, data KPK sejak 2004 hingga 2022 tercatat beberapa pejabat tersangkut korupsi. Ada 297 orang eselon I hingga eselon III, Adapun di kalangan gubernur terhitung ada 22 orang, 161 bupati/wali kota dan wakilnya, terlibat korupsi. Data menunjukkan angka tertinggi adalah tindak pidana penyuapan, ada 867 kasus selama 2004-2022, namun yang mampu diungkap hanya 27 kasus pungutan dan pemerasan. Dan 63 kasus tersebut tembus di tahun 2022, angka yang melewati lima puluh persen dari kasus yang ditangani KPK terkait penyuapan yakni dari 79 kasus. 1 kasus hanya soal pemerasan dipegang KPK di tahun yang sama.Tirto.id (9/12/2022).

Data-data ini menunjukkan suburnya korupsi di jajaran politisi, dan akan terlihat aneh jika tidak terlibat. Korupsi menjadi hal yang lumrah dan sudah menjadi budaya, korupsi di politik menjadi birokrasi transaksional. Korupsi yang menggurita di tubuh pejabat semakin langgeng, dan menunjukkan kesewenangan para elit politik dengan disahkannya RKUHP (Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana), ada pengurangan hukuman bagi koruptor. Korupsi tidak ditangani sebagai kejahatan serius.

Hal tersebut terjadi karena dalam demokrasi setiap politisi membutuhkan dana besar sebagai kendaraan dalam kontestansi politik, mereka tak malu bergandengan dengan kapitalis demi memuluskan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Sebuah keniscayaan ketika negara dalam kungkungan demokrasi sekularisme, memisahkan agama dalam bernegara. Kesejahteraan rakyat terabaikan, nafsu serakah para cukong (kapitalis) demi meraih tujuan tak peduli bila mengkhianati rakyat.

Kini kepercayaan rakyat sudah terkikis bahkan hampir hilang pada wakil rakyat, keserakahan pengusaha membuat politisi tak lagi punya ketakutan akan tanggung jawab kepemimpinannya di akhirat. Nyatanya demokrasi sangat menyengsarakan, harus ada perubahan di Indonesia dimulai dalam tubuh partai politik. Mampukah partai politik melakukan perubahan? Selama ideologi kapitalis yang memegang kendali, tentu saja partal politik tak akan bisa melakukan perubahan. Partai politik akan mampu melakukan perubahan hanya akan terwujud dalam sistem yang berideologi Islam saja.

Kehidupan sekuler membuat segala sesuatu bersifat kompromi, membuat perilaku para penguasa terbebas dari jerat hukum. Berbeda dengan peradilan dan sanksi Islam yang sangat tegas, sistem peradilannya mampu membuat orang lain yang belum melanggar hukum dicegah untuk tidak melakukan hal yang sama (zawajir) dan pemberlakuan sanksi kepada pelaku pelanggar hukum akan menebus dosanya (jawabir).

Hukum Islam sangat menjaga akidah dan ketakwaan setiap diri individu. Kriminalitas di tengah umat tidak akan bertahan lama disimpan, karena meyakini apa yang ditimpakan di akhirat lebih dahsyat. Pelaku dalam naungan sistem Islam melaporkan dirinya kepada aparat dan mengakui kesalahannya, pasrah dan ridha dengan pemberlakuan sanksi yang ditimpakan.

Kerusakan sistem demokrasi, yang kita saksikan nyata adanya, tersebab para koruptor dalihnya tobat nasuha ketika keluar dari jeruji dan ada kesempatan lagi akan mengulangi korupsi dengan nilai lebih besar.

Nyatanya, korupsi merupakan kejahatan terstruktur, sehingga penangannya menjadi hal yang harus diseriusi. Kronisnya korupsi bisa diobati bahkan dihilangkan dari negeri ini hanya dengan sistem Islam kaffah, sistem yang datangnya dari Pemilik Alam semesta. Sistem yang berdasarkan hawa nafsu manusia, akan dijauhkan.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post