Nasib Suara Mahasiswa Pasca Sahnya KUHP


Oleh : Eliska Sari, S.Pd
 (Aktivis Mahasiswa)

“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncang dunia”, begitu kata presiden pertama kita. Bukan tanpa sebab, tapi begitulah fakta yang kita lihat. Pemuda memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan orangtua, baik dari segi pikiran, waktu, apalagi tenaga. 
Hari ini, nampaknya kekuatan pemuda terutama mahasiswa begitu dilirik dan diawasi apalagi terkait perkara mengkritik penguasa. Lihat saja dari RUU KUHP yang sebelumnya sebatas Rancangan Undang-Undang, dan kini sudah sah menjadi Undang-Undang KUHP tepat pada 6 Desember 2022 lalu. 

Menanggapi hal itu, BEM SI melalui akun official instagramnya mengajak Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan  KONSOLIDASI NASIONAL yang akan dilaksanakan pada hari Kamis, 8 Desember 2022 mendatang. Begitu juga sikap BEM di beberapa daerah, BEM Unmul, ITK, Universitas Tarakan juga menyampaikan sikap tolak UU KUHP.

Sejak awal UU KUHP ini memang sangat kontroversial, UU ini dianggap sebagai produk hukum yang bermasalah karena melalui KUHP terjadi penindasan oleh negara terhadap rakyat untuk tidak lagi bebas mengkritik penguasa dan lembaga negara. Misalnya melalui Pasal 218 ayat (1) KUHP: _“Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”_. Begitu pula tertera di pasal 240 KUHP: _"Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”_

Dalam pasal diatas, menyatakan bahwa seseorang bisa diancam pidana penjara 3 tahun jika menghina pemerintah di media sosial. Kata ‘menghina’ disini tentu sangat objektif, tergantung sudut pandang penguasa itu sendiri, sehingga pasal ini berpotensi mengkriminalisasi siapapun yang melayangkan ketidakpuasan mereka terhadap kinerja pemerintah.  Ini seolah menunjukkan bahwa rezim hari ini adalah rezim yang anti kritik yang membatasi rakyat dalam memperoleh haknya yakni menyuarakan aspirasi, terutama pada hak unjuk rasa. UU KUHP membungkam suara mahasiswa mengkritisi kebijakan zalim penguasa.

Jika dilihat hal ini tentu tidak sejalan dengan asas demokrasi yang diterapkan oleh negeri ini. Dimana kebebasan berpendapat menjadi salah satu hal yang digaungkan. Hal ini juga memperlihatkan sejatinya demokrasi hanyalah perangkat yang dipakai sesuai kepentingan penguasa. Jika dikembalikan pada asas “ Dari rakyatnya, oleh rakyat dan untuk rakyat “  seharusnya kritik pada pemerintah adalah legal karena mereka dipilih oleh rakyat untuk menjalankan amanah mengurus rakyat. Apa jadinya jika mereka di berikan kekuasaan tanpa kritik, yang terjadi adalah kesemena-menaan dalam menetapkan kebijakan. 

Saat ini  mahasiswa dan aktivis yang harusnya menjadi garda terdepan dalam menolak kebijakan dzolim pada rakyat, dipaksa untuk bisu dengan adanya KUHP ini. Bagaimana tidak, sekali bergerak mereka akan mudah sekali dikenai pasal yang mematikan suara mereka. Akibatnya, rakyat makin menderita karena tak ada aktivis yang membela dan menyuarakan hak mereka.

Dalam Islam, kritik atau dakwah muhasabah kepada penguasa adalah hal yang wajib dilakukan. Islam tidak anti kritik. Dalam sebuah kekuasaan, tentu kesalahan adalah sebuah keniscayaan yang pasti terjadi sehingga disitulah penguasa juga butuh untuk dikritik dan dikoreksi kebijakannya. 

Teladan sikap penguasa kepada mereka yang mengkritik adalah menerima dengan lapang dada. Sebagaimana sikap Sayyidina Umar bin Khattab ra. saat menjadi penguasa. Ketika dikritik oleh seorang wanita atas kebijakannya tentang larangan memberikan mahar yang tinggi bagi wanita.  Beliau menerima kritik tersebut dengan lapang dada, seraya meralat kebijakan yang telah ia buat. 

Begitulah gambaran penguasa di sistem Islam, mereka sangat memahami bahwa menjadi penguasa adalah amanah yang Allah titipkan kepada mereka, sehingga ketika terdapat kesalahan dari kebijakan yang diambil mereka dengan lapang dada menerima kritik dari rakyatnya bahkan tidak segan untuk mengubah kebijakan yang ada. 

_Wallahua'lam bishawab_

Post a Comment

Previous Post Next Post