Tender Gorden DPR RP 43,5 M: Pejabat Berpotensi Korupsi?


Oleh: Firda Faradilah
Beberapa waktu lalu pengadaan fasilitas untuk pejabat negara lagi-lagi menjadi sorotan publik, sebab baru-baru ini telah tuntas lelang pergantian gorden untuk rumah dinas jabatan anggota DPR RI, yang dimana lelang dimenangi oleh peserta lelang yang menawarkan harga tinggi yaitu Rp 43,5 miliar. Perusahaan tersebut adalah Pt Bertiga mitra solusi yang beralamat di Tanggerang, Banten. Yang dimana lelang tersebut diikuti oleh 49 peserta tapi hanya harga penawaran dari tiga peserta lelang yang bisa dilihat, termaksud PT Bertiga mitra solusi.


Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti perusahaan pemenang tender gorden DPR. MAKI merasa heran dengan perusahaan yang menjadi pemenang tender ini justru perusahaan yang menawarkan harga tinggi dibandingkan dengan perusaahan lainnya tertulis dalam situs LPSE DPR RI (kamis/5/5/2022). Sumber detik .com. Bonyamin mengatakan proses tender harus berjalan kompetitif, menurutnya pemenang tender harusnya dipilih dari perusahaan yang menawarkan harga murah dan memenuhi persyaratan.


Wakil ketua umum partai Gelora Fahri Hamzah pun menyoroti lelang tender pergantian gorden rumah dinas jabatan DPR RI yang dimenangi peserta dengan harga penawaran tertinggi. Ia meminta Ketua DPR RI Puan Maharani untuk bertanggung jawab atas polemik ini. Sebagai mantan Ketua DPR RI periode 2014-2019, ia mengaku sedih jika ada peran pimpinan DPR di balik pengadaan gorden DPR ini. Menurutnya, DPR seharusnya tidak mengurus persoalan gorden, melainkan membuat UU hingga mengawasi pemerintahan.


Lagi pula jika ditelisik, sejak awal proyek ini dianggap tidak urgen sama sekali karena masih banyak proyek yang masih jauh lebih urgen menyangkut kemaslahatan masyarakat yang belum terealisasi, ditambah lagi proyek ini dipandang tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang kian hari kian memprihatinkan. Bayangkan saja jika rumah dinas jabatan DPR RI sebanyak 505 unit, gordenya dianggap sudah tidak layak pakai sehingga DPR menyediakan anggaran pergantianya sebanyak Rp 43,5 miliar, maka jika kita hitung total masing- masing anggaran untuk 1 unit rumah dinas saja adalah sebesar Rp 90 juta per unit. Alhasil banyak masyarakat yang elus dada mendengar anggaran yang di keluarkan APBN hanya untuk sekedar pergantian gorden saja. Padahal, jika jumlah anggaran sebesar itu di alokasikan untuk kebutuhan rakyat malah akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan untuk sekedar mengganti gorden.


 Lagi pula, jika gorden memang sudah harus diganti karena lapuk, apakah gaji untuk jabatan DPR yang nilainya ratusan juta tidak bisa di alokasikan untuk sekedar mengganti gorden walaupun hanya sedikit saja? Mengapa hanya sekedar mengganti gorden harus di bebankan pada APBN, sedangkan yang menempati rumah dinas adalah para pejabat yang duduk di singgasana kursi DPR. Lagipula, APBN berasal dari pajak rakyat yang artinya gorden seharga miliran tersebut di ganti dengan menggunakan uang sumbangan dari rakyat.

Banyak publik dari berbagai kalangan yang menentang proyek ini untuk tetap berlanjut, meskipun demikian, proyek ini akan tetap berjalan. Penolakan terhadap pengadaan proyek ini bukan hanya dianggap tidak urgen akan tetapi juga karena banyak pihak yang mulai mengendus adanya potensi korupsi yang semakin pekat, ditambah lagi dengan fakta bahwa pemenang tender adalah penyodor tawaran tertinggi. Hal ini tentu sangat menyimpang dari normalisasi pengadaan barang dan jasa dengan sistem tender yang normalnya mencari kualitas tinggi dengan harga paling ekonomis, namun malah memilih tender dengan harga tinggi. Sedangkan, gorden sangat banyak dipasaran sehingga untuk kualitas terbaik dengan harga terjangkau akan mampu kita dapat kan berdasarkan persaingan antar perusahaan yang telah di seleksi namun yang dipilih dan yang di loloskan justru penawaran dengan harga tertinggi.


Ini adalah buah dari sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini, dimana pemerintah dan para elitnya saling berlomba-lomba untuk meraup keuntungan dari harta yang dimiliki rakyat. Sehingga Proyek semacam ini tidak jarang dijadikan sebagai ladang bisnis untuk para korporat untuk mengais rupiah dari kantong rakyat. Para pejabat ini sibuk menyenangkan diri sendiri dan membahagiakan keluarga tampa mau melihat dan mendengar jeritan rakyat. Kalaupun ada pejabat yang masih memikirkan nasib rakyatnya ketimbang diri sendiri lama kelamaan mereka juga akan tergerus dan tersingkir.


Sesungguhnya proyek pengadaan gorden hanyalah satu dari sekian proyek mubazir dan konsumtif yang selalu saja di produksi oleh sistem demokrasi. Kalaupun nanti proyek ini terbuti sebagai ajang meraup keuntungan (korupsi) para pejabat. Sesungguhnya ini adalah realitas yang harus kita terima hidup di bawah kendali sistem demokrasi yang meniscayakan koruptor dan meraup harta rakyat dengan mudahnya.


Oleh karena itu, sungguh sia-sia saja memberantas korupsi dan menjadikan pejabat memiliki hati nurani pada sistem yang diterapkan hari ini. Saat ini, kita membutuhkan sistem yang substitusi yang sempurna tanpa cacat, yang lahir dari pencipta manusia, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Agar rakyat kembali hidup sejahterah dan berkedilan. Sistem Islam inilah yang mampu mewujudkan semua hal itu. Sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan mulai dari akidah Islam sebagai landasan bernegara, hingga penerapan hukum paripurna. Seperti sistem peradilan dan sanksi yang akan menjerat koruptor, sistem pemilihan yang hanya akan meloloskan individu yang mumpuni dan amanah. Sistem ekonomi Islam yang mengharamkan kepemilikan publik yang dikuasai swasta sehingga kebutuhan umat terpenuhi dengan tuntas. Sistem pendidikan Islam yang melahirkan individu bertakwa yang menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi dalam diri para pejabat dan masih banyak lagi lainnya. Semua aturan ini hanya bisa diterapkan apabila Islam kembali tegak, yaitu kembali tegaknya sistem Khilafah.
Walahuallam.

Post a Comment

Previous Post Next Post