Oleh: Kasma Asmara
(Komunitas Lingkar Pena Ideologis Maros)
Masyarakat
Indonesia tidak henti-hentinya terancam dengan kondisi kemiskinan yang tiada
akhir, sebelum, selama dan pasca pandemi tetap saja menghadapi masalah yang
sama bahkan ngerinya tambah melonjak. Keluhan demi keluhan terdengar nyaring terutama
dari suara ibu-ibu. Kenaikan harga barang bukan tanpa sebab tapi karena dipicu
naiknya harga barang pokok salah satunya minyak goreng. Kenaikan harga minyak
goreng mengakibatkan banyak usaha-usaha kecil maupun besar terpaksa menaikkan
harga jualannya.
Juru Bicara Ikatan Pengusaha Kerupuk DKI Jakarta Kemah
Mahmud mengatakan harga kerupuk kaleng eceran di ibu kota akan naik dari
Rp1.000 menjadi Rp2.000 per buah mulai 6 Mei 2022. Dari pihaknya mengaku
terpaksa menaikkan harga kerupuk karena terjepit mahalnya harga minyak goreng. Akibatnya,
biaya produksi naik 100 persen. (CNNIndonesia.com, 20/04/2022)
Hal yang sama disebutkan oleh anggota DPR RI komisi IV, Andi
Akmal Pasluddin mengatakan bahwa kenaikan harga komoditas strategis seperti
pangan dan energi ini telah berdampak luas pada rakyat Indonesia terutama
terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah. Ada sekitar 115 juta kelas
menengah dan masih ada ratusan juta rakyat menengah kebawah yang terguncang
dengan persoalan kenaikan harga ini. Pemerintah harus chek, dan temukan solusi
agar persoalan ini tidak terus berlanjut,” tuturnya. (MediaIndonesia.com, 04/04/2022)
Persoalan minyak goreng yang merupakan janji pemerintah
untuk menyediakan subsidi dengan harga Rp14 ribu hanya isapan jempol belaka.
Minyak goreng curah masih terpantau dengan harganya Rp19.875 per kilogram.
Sedangkan minyak goreng kemasan premium melimpah di pasar dengan harga hingga
Rp50 ribu rupiah per 2 liter. “Ada kondisi, rakyat tidak punya pilihan dalam
membeli produk pangan berupa minyak goreng ini. Di sisi lain ada janji minyak
goreng dengan harga ketetapan pemerintah, tapi barangnya tidak ada. Ini sama saja
omong kosong," tambahnya.
Selain harga barang yang melonjak juga inflasi berpotensi
meroket. Salah satu negara yang telah merasakan inflasi adalah negara adidaya
AS dengan tingkat inflasi tahunan mencapai 8,5 persen periode maret 2022. Hal
ini disebabkan karena harga sejumlah komoditas di pasar Internasional. Negara
Indonesia juga terancam dalam inflasi ini. Direktur Eksekutif Core Indonesia
Muhammad Faisal memprediksi inflasi RI bakal melonjak di level 5 persen, jauh
lebih tinggi dari prediksi pemerintah. Lonjakan tersebut ia proyeksi terjadi
jika pemerintah jadi menaikkan harga bensin Pertalite dan gas LPG 3 kg.
Lonjakan harga pangan terjadi ketika masih banyak masyarakat yang belum keluar
dari kemiskinan akibat kemerosotan ekonomi selama pandemi. Pada September 2021,
tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,71%, menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS). Dengan kata lain, jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta
orang dibandingkan periode yang sama pada 2019. Hal yang paling memprihatinkan adalah ketika berbicara standar
kriteria masyarakat miskin. BPS memberikan 12 kriteria kemiskinan yang begitu
rendah. Keluarga miskin adalah mereka berpenghasilan kurang dari Rp 600 ribu per
bulan. Artinya dengan penghasilan 600 ribu sebuah keluarga harus bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Padahal jika penghasilan hanya sebesar itu, maka
kebutuhan yang akan terpenui hanyalah kebutuhan makan saja. Lalu bagaimana
dengan iuran BPJS yang harus diangsur setiap bulannya, air listrik, biaya pendidikan
dan sebagainya? Pantaskan Rp 600 ribu menjadi standar kaya dan miskin sebuah
keluarga yang nyatanya belum cukup?
Akar Permasalahan Sistem Kapitalis
Sekuler
Di sisi lain, kenyataan
pahit yang harus diterima masyarakat ketika mengaharapkan pemerintah untuk
meringankan beban hidupnya tapi tak ada yang mampu diberikan sebagai solusi.
Dalam sistem kapitalis sekuler yang mengatur kehidupan kita saat ini, bukanlah
sesuatu yang aneh terjadi tapi memang sebuah kewajaran. Karena standarnya bukan
kesejahteraan rakyat melainkan kesejahteraan
individual ataupun kelompok saja sehingga penetapan harga yang semakin tinggi
akibat kekuasan dipegang oleh para pemilik modal. Akhirnya rakyat siap ataupun
tidak menerima keadaan ini sebagai konsumen produk terutama kebutuhan pokok
sebagai fitrah manusia yang butuh akan itu untuk melanjutkan hidup.
Leberalisasi kepemilikan
telah membuktikan bahwa Indonesia yang kaya akan sumber minyak goreng dan
pangan lainnya dibuat berlutut dengan tingginya harga yang tak bisa dihindari
akibat kepemilikan dikuasai badan swasta. Negara akhirnya bergandengan tangan
dan bertindak sebagai penghubung antara pemilik modal dan rakyat dengan
mempertaruhkan kehidupan rakyat karena otomatis semua akan dikendalikan oleh
pemilik modal sementara pemerintah hanya bisa gigit jari dan tak bisa berbuat
apa-apa. Akhirnya rakyat harus hidup dengan serba keterbasan di bawah gaji dan
kebutuhan hidup yang tidak seimbang.
Solusi Tuntas Kemiskinan
hanya dengan Islam
Karena itu solusi permasalahan
ini hanyalah penerapan hukum Islam dalam setiap aspek kehidupan masyarakat dan
bernergara. Karena dengan penerapan hukum Islam maka hak-hak warga negara akan
dipenuhi oleh negara, jangankan kebutuhan pokok seperti sandang, papan dan
pangan tapi juga pelayan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya akan
dijamin oleh negara. Sehingga tak akan ada lagi ditemuakan masyaraat miskin
kecuali berkecukupan. Sejarah mencacatat penerapan hukum Islam pada masa Umar
bin Abdul Aziz membuktiksn tak ditemui orang miskin melarat bahkan pada masa
itu, negara ingin mengerluarkan zakat kepada rakyatnya yang miskin namun
dikembalikan dengan alasan tidak ditemukan warga yang miskin. Hal ini dapat
terjadi karena warga adalah prioritas utama negara, sumber daya alam negara
akan dikelolah sesuai syariah Islam yang tidak ada interpensi asing di
dalamnya. Sehingga 100 persen penghasilan sumber daya alam akan masuk ke kas
negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang disebut Baitulmal.
Wallahu a’lam bishawab
Post a Comment