Kapitalis Niscayakan Perempuan Berperan Ganda


Oleh Merli Ummu Khila
Pemerhati Kebijakan Publik


Lagi-lagi khalayak dikejutkan oleh aksi sadis seorang ibu muda yang rela menggorok leher ketiga buah hatinya. Mujur dua dari tiga anaknya selamat dari maut. Namun, anaknya yang kedua harus meregang nyawa di tangan sang ibunda. Sungguh pemandangan yang menyesakkan siapa saja. Tak pelak, dunia maya banjir pemberitaan mengenai aksi pembunuhan ini.

Seperti diketahui, telah terjadi pembunuhan  sadis yang dilakukan oleh Kanti Utami(35) warga Kabupaten Brebes terhadap anak kandungnya sendiri pada hari Minggu, 20 Maret 2022. Korban yakni AT, anak kandung korban yang masih berusia 7 tahun.

Beredar fakta bahwa motif pembunuhan korban adalah pelaku mengalami gangguan jiwa yaitu depresi berat. Belum diketahui penyebab pasti depresi yang dialami pelaku karena hasil penyelidikan polisi belum bisa dipastikan lantaran jawaban pelaku masih ngelantur dan berubah-ubah. Namun, yang pasti kondisi kejiwaan pelaku memang terganggu. Mengingat korbannya adalah anak kandungnya sendiri yang tentunya sangat disayanginya. 

Ibu Rumah Tangga Rawan Depresi

Wanita terlebih ibu rumah tangga cenderung memiliki risiko tinggi dalam menderita depresi.  Depresi yang dialami wanita bisa berupa rasa sedih, marah yang berlebihan bahkan munculnya keinginan bunuh diri. Bahkan lebih parahnya lagi bisa menyakiti orang-orang di sekelilingnya seperti kasus Kanti Utami di atas.

Wanita di setiap fase kehidupan seringkali mengalami stres karena bermacam masalah yang dapat memengaruhi kondisi psikisnya, mulai dari pendidikan, karir, menikah, memiliki anak, hingga proses membesarkan anak. Seorang perempuan yang merasa tertekan karena beratnya beban yang harus dia pikul, seringkali tidak mendapatkan respon dari pasangannya. Sehingga dia merasa terabaikan, merasa sendirian dan merasa paling menderita. Terlebih bagi seorang ibu yang sekaligus penopang perekonomian keluarga. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus bekerja merupakan hal yang lumrah terjadi di setiap rumah tangga.

Kasus Kanti ibarat fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan saja. Di bawah sana ada jutaan kasus yang sama, hanya saja mungkin tidak sampai menghilangkan nyawa anak. Banyak kasus kekerasan terhadap anak oleh ibu kandung baik fisik maupun verbal hanya karena luapan emosi seorang ibu yang putus asa akan keadaan. Jutaan ibu di negeri ini merasa hidup tidak sesuai fitrah keibuan. Himpitan ekonomi membuat sebagian besar ibu harus ikut berjuang membantu perekonomian keluarga. Namun, perannya sebagai ibu rumah tangga tetap dijalankan bersamaan. 

Hilangnya  Peran Negara dalam Keluarga

Kejadian seperti ini bukanlah karena masalah individu semata. Namun, semua bisa merasakan betapa pengaruh sistem ini begitu memengaruhi tatanan kehidupan. Seperti kita ketahui bahwa semua pemenuhan kebutuhan dasar dibebankan kepada individu. Hampir tidak ada jaminan dari negara dari pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan maupun kesehatan. Sehingga setiap kepala rumah tangga harus berjibaku dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Maka, terjunnya peran ibu ikut menopang ekonomi keluarga menjadi keharusan. Seorang perempuan yang fitrahnya sebagai ibu yang bertugas mengurus rumah tangga menjadi berganti peran bahkan berperan ganda. Keadaan yang tidak ideal ini memicu terjadinya gangguan mental (mental illness) ditambah faktor pendukung lainnya seperti ketidakharmonisan rumah tangga, masalah anak dan faktor pemicu lainnya.


Kapitalisme, Mindset Menyesatkan dan Menyengsarakan

Selain hilangnya peran negara dalam mengurus rakyatnya, prinsip hidup seseorang juga sangat memengaruhi ketahanan keluarga. Prinsip hidup kapitalisme yang berasaskan sekulerisme meniscayakan materi sebagai tolak ukur kebahagiaan. Sebagian besar keluarga berlomba-lomba menggapai materi demi sebuah kebahagiaan yang sejatinya semu.  Sehingga lupa akan hakikat hidup yang sesungguhnya. Banyak pasangan yang terjebak pada hubungan asas manfaat. Hubungan suami istri berhitung untung rugi. Istri menganggap bahwa jika suami tidak bisa menunaikan kewajibannya, maka istri enggan mematuhi suami dan sebaliknya. 

Hubungan suami istri asas manfaat inilah yang membuat salah satu pihak terutama istri menjadi pihak yang merasa paling dirugikan, teraniaya dan menderita. Suami pun hilang wibawa ketika tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Masing-masing tidak memahami perannya dalam keluarga akhirnya mempunyai perspektif masing-masing terhadap pasangan. Kehidupan keluargapun jauh dari kata ideal dalam berumah tangga.

Dalam sistem kapitalisme, perempuan dijadikan salah satu instrumen ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa perempuan begitu diberdayakan oleh sistem sehingga mudah sekali keluar rumah dan menghasilkan uang. Lapangan pekerjaan terbuka lebar untuk perempuan namun sebaliknya laki-laki justru sulit sekali mendapatkan pekerjaan. Ketersediaan lapangan kerja yang sedikit dan persaingan dengan persyaratan umur yang memberikan porsi lebih besar pada usia fresh graduate membuat para suami atau laki-laki usia dewasa justru tidak mendapatkan kesempatan kerja.

Keluarga Ideal dalam Perspektif Islam

Islam begitu memuliakan perempuan. Tugas yang diberikan hanyalah sebagai pengatur rumah tangga. Menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya dan dinafkahi lahir batin oleh suaminya. Tidak saja bagi seorang istri, perempuan dalam islam tidak diberi kewajiban mencari nafkah akan tetapi wajib dinafkahi oleh keluarganya hingga negara. Sebagaimana firman Allah dalam Al- Qur’an yang artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa[4]: 34)

Atas dalil inilah dalam sistem islam negara menjamin setiap kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya dengan memastikan setiap laki-laki mempunyai mata pencaharian. Tidak hanya itu, negara menjamin kebutuhan dasar terpenuhi dengan mekanisme tidak langsung yaitu dengan menjaga kestabilan stok kebutuhan pokok sehingga harga menjadi terjangkau. Negara juga menjamin pendidikan dan kesehatan dengan mekanisme lansung yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis bagi semua warga negaranya.

Demikian pula dalam membangun prinsip hidup sebagai seorang muslim, negara dibangun diatas tiga pilar utama yaitu individu yang bertakwa, masyarakat sebagai pengontrol dan negara sebagai pelaksana hukum syara. Membangun individu yang bertakwa ini membutuhkan support sistem yaitu menanamkan keimanan yang kuat serta  menjadikan halal haram sebagai tolak ukur sebuah perbuatan.

Walhasil, kita tidak bisa menjadi keluarga yang ideal selama sistem kehidupan kita tidak ideal. Akar dari permasalahan dalam sebuah keluarga adalah sistem bernegara kita yang tidak memberikan hak kita sebagai muslim, sebagai rakyat dan sebagai manusia.

Wallahu a'lam bish-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post