Oleh: Ummu Riefa
(Aktivis Muslimah)
Pandemi sudah mulai surut di negeri ini, Hal tersebut ditandai dengan dibukanya kembali aktivitas publik yang melibatkan banyak orang. Banyak event-event besar yang digelar, Mulai dari Indonesia yang menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan perhelatan yang dimulai dari 1 Desember 2021 hingga KTT G20 di November 2022, Event balapan Internasional yakni MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika, penyelenggaraan Global Platform For Disaster Risk Reduction (GDRR) ke-7/2022 yang diikuti 193 delegasi dari berbagai negara di dunia pada 23-28 Mei 2022 di Bali, World Conference on Creative Economy (WCCE) 2022 akan diselenggarakan di Bali, dan juga Indonesia resmi menjadi tuan rumah World Tourism Day atau Hari Pariwisata Dunia 2022 yang akan digelar pada 27 September 2022. (Liputan6.com, Jakarta 22 februari 2022)
Alasan Event-event tersebut digelar oleh Pemerintah adalah dengan tujuan untuk menguatkan Ekonomi yang sempat lemah akibat hantaman Pandemi. Event-event tersebut bahkan sangat gencar dipromosikan diberbagai media, baik maya maupun nyata. Pemerintah mengupayakan semaksimal mungkin agar event-event besar tersebut berjalan dengan lancar meskipun status pandemi masih belum dicabut.
Namun berbanding terbalik dengan event besar yang juga digelar oleh Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) yang bertajuk Indonesia Muslim Life Fair 2022. Pasalnya, acara kajian dari sejumlah pendakwah terkemuka Tanah Air yang seharusnya digelar di sela-sela acara pameran produk Islami itu dibatalkan mendadak. Sebagai catatan, Muslim Life Fair yang digelar pada 25-27 Maret 2022 di Istora GBK, Senayan, Jakarta menghadirkan 195 pelaku usaha halal dan Islami, termasuk pelaku usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) siap ambil bagian dalam pameran tersebut. Mereka akan menampilkan produk-produknya yang terdiri dari produk fesyen, makanan dan minuman halal, hobi dan komunitas, kecantikan dan perawatan diri, paket wisata halal, hingga obat-obatan herbal thibbun nabawi.
Lima Events dan Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) selaku pihak penyelenggara Muslim Life Fair melalui akun Instagram resmi @muslimlifefair telah menginformasikan pembatalan acara kajian pada Jumat (25/3/2022). Namun, tidak dijelaskan alasan mengapa acara tersebut dibatalkan begitu saja, saat ribuan pengunjung sudah membeli tiket dan sebagian sudah datang ke lokasi acara.
"Qadarallahu, karena satu dan lain hal kajian offline tidak dapat dilaksanakan. Jazakumullah khairan, silahkan mengunjungi booth pameran Muslim LifeShop dengan booth-booth yang menarik di Lantai 1 dan 2 serta ikuti workshop yang ada di classroom dan kids corner," demikian pengumuman resmi dari pihak penyelenggara, LIMA Events dan Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI).
Pihak penyelenggara Muslim Life Fair akhirnya buka suara terkait pembatalan acara kajian pada Sabtu (26/3/2022). Ketua KPMI Rachmat Sutarnas Marpaung mengatakan pembatalan dilakukan atas permintaan dari otoritas terkait yang enggan dia jelaskan secara rinci. (BISNIS .COM, 26 maret 2022).
Kejadian ini sontak menjadi perbincangan di media sosial. Seorang Netizen bernama Annisa yang ikut dalam kegiatan tersebut, menyayangkan sikap aparat yang menolak adanya kajian offline tersebut. Padahal meskipun dihadiri oleh ribuan jama’ah, tapi sudah diatur tertib dan Rapi sesuai Prokes. Hal inilah yang sangat menyakitkan hati jama’ah. (JAKARTA,FIN.CO.ID, 26 Maret 2022).
Yang lebih menyakitkannya lagi dihari dan bulan yang sama, digelar juga event lain yang diizinkan untuk tetap berlangsung, bahkan pada acara tersebut dihadiri oleh petinggi negeri ini. Adalah Joyland Festival yang merupakan salah satu festifal musik yang menghadirkan puluhan musisi di atas panggungnya.
Dilansir dari Jawapos.com 27/03/2022, Setelah dua tahun vakum dihantam pandemi Covid-19, Joyland Festival menjadi penanda konser besar kembali digelar. Berlangsung selama tiga hari pada 25–27 Maret, festival yang menyajikan beragam aktivitas itu dilaksanakan di Taman Bhagawan, Bali.
The Panturas sukses membuka perhelatan Joyland keempat ini dengan meriah. Grup musik beraliran surf rock itu memilih Fish Bomb sebagai lagu awalan untuk menggemparkan suasana Joyland Stage pada Jumat (25/3) sore. Selanjutnya, mereka membawakan lagu terbarunya berjudul Tipu Daya. Penampilan selanjutnya, ada Yura Yunita.
Di sela penampilan Yura, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta rombongan hadir. Jokowi hadir bersama Menparekraf Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Andika Perkasa.
Sungguh, aroma pilih kasih sangat menyengat pada perbedaan perlakuan terhadap dua event besar di atas. Hal ini menggambarkan bahwa Islamophobia sedang mencengkeram negeri ini. Beda perlakuan yang tampak secara nyata, dimana pada event yang berbau Islami tidak diberi izin, sementara konser musik dilenggangkan bahkan terkesan sangat diapresiasi oleh petinggi negeri.
Hal semacam ini sangatlah wajar terjadi, karena negeri ini menganut konsep Sekulerisme. yaitu suatu paham yang menyangkut ideologi atau kepercayaan yang mana senantiasa berpendirian bahwa paham agama tidak boleh dimasukkan ke dalam urusan politik, negara, atau institusi publik lainnya.
Sekularisme memiliki ciri yang meyakini bahwa nilai keagamaan haruslah dibedakan dari nilai-nilai kehidupan dunia dan seluruh aspeknya. Ia menyebarkan paham ideologisnya melalui prinsip pragmatisme dan ulitarianisme, kegiatan yang sifatnya politis bebas dari pengaruh agama.
Disadari ataupun tidak, sekularisme telah menjadi virus yang menyebar di dalam tubuh kaum muslimin. Sekularisme telah menimbulkan banyak sekali masalah, baik dalam lingkup kecil individu maupun lingkup luas dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Adanya banyak kasus kejahatan, kriminalitas, dan berbagai bentuk penyimpangan perilaku masyarakat tejadi karena penerapan asas sekular.
Dilihat dari aspek individu dan pendidikan karakter anak, sekularisme menggiring anak-anak untuk berpikir dan berperilaku secara bebas tanpa harus mengikuti aturan agama. Adab kesopanan yang jelas dituntun dalam pendidikan agama semakin luntur.
Adapun dari aspek sosial kemasyarakatan, sekularisme menempatkan orang-orang yang taat beragama menjadi sosok ekstrem, radikal atau fanatik. Kebebasan berperilaku lepas dari aturan agama membuat kemaksiatan, kriminalitas dan kerusakan semakin meluas.
Sedangkan dari aspek politik dan pemerintahan, sekularisme yang menempatkan materialisme pada posisi paling penting membuat kebijakan-kebijakan politik sebuah negara menjadi kering dari suasana keimanan. Agama harus dipisahkan dari politik dan negara.
Wajar jika kemudian terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme karena yang dikejar adalah kekuasaan, bagaimana pun cara untuk memiliki kekuasaan tersebut. Halal-haram tidak lagi dilihat. Padahal sejatinya politik dan agama itu tak dapat dipisahkan.
Islam mengajarkan kita untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan pribadi, berakhlak, bertetangga, bermasyarakat, hingga bernegara. Konsep Islam Kafah bahkan mengajarkan agar kita menerapkan sistem politik Islam dan menegakkan hukum-hukum (sistem sanksi) Islam secara keseluruhan.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, masuk Islam lah kalian secara kâffah (totalitas), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” QS Al-Baqarah (2): 208.
Agama Islam bukan agama prasmanan yang bisa diambil bagian-bagiannya yang disukai atau bermanfaat dan membuang yang tidak disukai atau tidak mendatangkan manfaat.
Allah Ta’ala menegaskan, “Apakah kalian mengimani sebagian isi Kitab lalu ingkar terhadap sebagian yang lain? Tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. Dan pada hari kiamat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam azab neraka yang sangat pedih. Allah sama sekali tidak lengah mencatat semua perbuatan kalian.” QS Al-Baqarah (2): 85.
Maka sekularisme jelas menjadi musuh Islam. Karena bagi kaum muslimin, mengambil sebagian hukum Islam dan mencampakkan sebagian yang lain saja dilarang, apalagi memisahkannya dari kehidupan kita (sekuler). Islam dan sekularisme bagai air dan minyak yang tidak mungkin bersatu.