Demonstrasi Mahasiswa, Saatnya Perlu Solusi Hakiki


Oleh: Narita Putri

Bak bola salju semakin lama menggelinding, semakin membesar dan terus membesar. Isu yang masih panas, mengenai gelombang perjuangan para mahasiswa di seluruh Indonesia yang dilakukan kemarin puncaknya pada tanggal 11 April, kemudian sampai hari ini masih susul menyusul dilakukan demi mewujudkan suatu perubahan dan perbaikan terhadap beragam permasalahan negeri.

Ramainya aksi demonstrasi lanjutan yang dilakukan di berbagai daerah, mengindikasikan bahwa perjuangan belum menemui titik kemenangan.

Kesadaran hati nurani mahasiswa yang masih peduli dengan kondisi rakyat, ini perlu diapresiasi. Peranannya sebagai _agent of change_ menjadi harapan masyarakat untuk melepaskan seluruh kungkungan derita yang terus dialami.

Maka, mahasiswa perlu lebih kritis lagi dalam menyikapi berbagai persoalan supaya membuahkan solusi. Pergerakan demo yang bukan hanya sebatas rutinitas atau formalitas saja, pragmatis, selanjutnya berujung kekecewaan lagi.

Mahasiswa harus mampu menganalisis kepada akar permasalahan agar tak salah kaprah, mengulangi kesalahan yang sama.

Gelombang aksi demontrasi ribuan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) telah berlangsung puncaknya Senin, 11 April 2022. Sebelumnya aksi demo telah digelar sejak hari Jumat, 08 April 2022 lalu di berbagai daerah. Tidak ubahnya di Banten, Aliansi BEM Banten juga melakukan rangkaian aksi mulai dari Selasa, 12 April dan masih terus berkelanjutan. Aksi mahasiswa ini belum berakhir, Bahkan para mahasiswa berjanji akan mengadakan aksi yang lebih besar dari berbagai kampus di Indonesia apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi.

Pada demo 11 April lalu, menyampaikan total 18 poin tuntutan pada pemerintah yang dideklarasikan oleh BEM SI. Adapun 18 poin tersebut terdiri atas 12 tuntutan yang dilayangkan pada demo memperingati 7 tahun pemerintahan Jokowi,  ditambah dengan 6 poin lagi saat aksi tolak penundaan Pemilu 2024 pada 28 Maret 2022 yang lalu.

Kini, aksi massa mahasiswa di bawah komando koordinator BEM SI, Kaharuddin menuntut kembali 18 tuntutan yang tak kunjung diwujudkan serta menambah 4 poin tuntutan lagi.  (dilansir dalam suara.com 11 Apr 2022)

Menolak Tiga Periode

Salah satu tuntutan mahasiswa yang begitu sentral, sebagaimana hal ini dikatakan melanggar konstitusi dengan menjabat lebih dari dua periode. Penundaan pemilu dengan alasan pandemi dan pemulihan ekonomi merupakan mengada-ngada serta terlihat sarat kepentingan kekuasaan. 

Kemudian naiknya harga-harga mulai dari minyak goreng, daging, LPG, BBM hingga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kmudian kasus filisida, UU IKN, pernikahan beda agama, UU KPK, dsb.

Belum lagi kekayaan alam dijual, rupiah melemah, kiprah BUMN dikurangi, keran impor dibuka lebar, hutan makin mudah dijarah dan budaya korupsi semakin beranak-pinak.

Berbagai kebijakan yang mengiris hati, Janji kampanye yang tak kunjung terealisasi, dan narasi rezim yang sampai hati. Membuat mahasiswa gerah dengan kelakuan tikus-tikus berdasi.

Persoalan inilah yang memancing gelombang pergerakan mahasiswa, dengan mengharap perubahan serta perbaikan atas gentingnya persoalan negeri. 

Dengan semangat yang bergejolak, mahasiswa terus melangkah untuk menyampaikan aspirasi. Atas nama rakyat mereka turun ke jalan dengan berbagai argumentasi. Mungkinkah kali ini mahasiswa berhasil mengubah kondisi?

Memahami akar permasalahan negeri

Pemuda dan mahasiswa sebagai agent of change harusnya cerdas dalam menganalisis permasalahan negeri ini. Paham akan apa yang menjadi akar masalah di negeri ini. Agar mampu menghadirkan solusi hakiki dan tidak terjebak arus pragmatisme.

Ragam persoalan negeri bukan hanya terjadi kali ini saja, aksi demo mahasiswa bukan kali pertamanya, pergantian pemimpin pun sudah ke-7 kalinya. Sayangnya tak juga membuat kondisi Indonesia sejahtera. 
Justru karut-marut kehidupan di negeri ini nampak jelas dipertontonkan oleh penguasa rezim hari ini.

Rezim penguasa yang tega berperan layaknya penjahat bagi rakyat. Penguasa negeri yang sejatinya para oligarki yang dalam sistem demokrasi hidup sejak Indonesia merdeka hingga saat ini adalah dia pengusung calon penguasa. Sehingga jika berbicara tentang perubahan penguasa mungkin penguasanya berganti tetapi apakah penguasa tersebut akan bersama rakyat ?

Tentu tidak akan demikian, karena penguasa dalam sistem demokrasi akan bersama pada pengusungnya yaitu para oligarki, para pemilik modal. Dan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dari dulu hingga saat ini akibat kebijakan yang lahir dari penguasa yang pro elit dan oligarki.
Misalnya akar permasalahan atas polemik tingginya harga pangan pokok, kelangkaan minyak, ataupun sulitnya memberantas mafia migor.

Semua ini karena begitu besarnya intervensi pengusaha terhadap kebijakan. penguasa hari ini begitu manis bersama para pemilik modal oligarki. Contoh kasus minyak goreng. Minyak goreng itu diproduksi di negara sendiri, tanah milik negara kemudian ditanami oleh para oligarki kemudian para oligarki itu menjual kepada rakyat dengan harga mahal, lalu pemerintah hadir dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) tetapi uang yang dijadikan BLT adalah uang rakyat sendiri. 

Contoh lain adalah pemerintah menunda dan mengkaji ulang UU IKN yang penuh masalah, baik aspek lingkungan, hukum, sosial ekologi, hingga kebencanaan. Proyek IKN juga dianggap melanggar konstitusi, lantas untuk siapa sejatinya proyek IKN 🥲

Kemudian apakah UU IKN yang telah disahkan walaupun penuh polemik bisa dibatalkan? Mari kita lihat nasib uu minerba yang hingga kini masih terus diproses; ataupun uu omnibus law cipta kerja yang berakhir dengan frasa “inkonstitusional bersyarat”. 

UU yang menzalimi rakyat itu, walau cacat formil dan materil, toh tetap saja disahkan. artinya, kebijakan akan mengikuti keinginan pihak yang berkuasa, bukan kehendak rakyat seperti jargon demokrasi selama ini.

Kemudian berbagai Uu yang sangat cepat rancangan nya sejatinya adalah pesanan untuk memudahkan birokrasi para oligarki dalam memenuhi nafsu serakahnya.
Hal ini pun disadari dalam pergerakan aksi tersebut, "BEM SI menginginkan perbaikan sistem demokrasi yang kini bercorak oligarki menjadi sistem demokrasi yang pro rakyat. Mereka berharap berbagai UU produk sistem demokrasi yang bercorak liberalisme direvisi. Mewakili jeritan masyarakat, mereka juga menolak berbagai kenaikan bahan kebutuhan pokok dan kenaikan pajak yang mencekik kehidupan yang semuanya dilegalisasi UU."

Mencermati hal itu, tampak bahwa mahasiswa belum berpikir bahwa UU neoliberal yang dihasilkan wakil rakyat merupakan konsekuensi penerapan sistem kapitalisme. Jadi, kezaliman yang terjadi hakikatnya merupakan akibat kezaliman sistem politik demokrasi, akidah sekularisme, dan ideologi kapitalisme. 

Yaitu sistem pemerintahan yang hanya berorientasi pada materi sebagai orientasi. Pemerintahan ala sekuler-demokrasi yang diterapkan telah menjadikan manusia layaknya Tuhan yang berhak membuat aturan sesuai kepentingannya berbekal keterbatasan pemikirannya sebagai makhluk. Akibatnya, aturan yang diciptakan tidak mampu mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat dan justru menambah pelik masalah kehidupan bernegara.

Maka mustahil akan terjadi perubahan yang hakiki jika masih berharap pada demokrasi dan bahkan sekadar reformasi.

Jangan sampai kegagalan itu terulang

Maka dari itu ketulusan mahasiswa untuk memperbaiki negeri ini tidak bisa hanya dengan bermodalkan semangat semata. Tetapi harus dengan ideologi yang kuat, membawa dirinya pada level berpikir yang melebihi kebutuhan fisik, mendongkrak sebuah revolusi. Karena perjuangan untuk kepentingan menurut dirinya sendiri tidak akan membawa kebangkitan yang sebenarnya.

Islam sebagai agama yang fundamental, penerapannya secara kaffah sangat relevan dengan berbagai masalah kehidupan bernegara. Di samping itu, keberadaan sistem pemerintahan Islam bagi seorang muslim adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 19 :

 “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.

Inilah tuntutan keimanan bagi umat muslim untuk senantiasa mengimani dan merealisasikan aturan Allah dalam setiap sendi kehidupan.

Guna mengoptimalkan peran pemuda dan mahasiswa sebagai agent of change dan kontrol sosial, maka sudah seharusnya pemuda dan mahasiswa memiliki pemahaman politik yang sahih. Yaitu politik Islam yang menekankan fungsi negara sebagai pelayan urusan rakyat. Berupaya untuk memahami syariat Islam secara kaffah, yang bersumber dari wahyu-Nya dan sunah Rasulullah serta meneladani Rasulullah dalam menerapkan politik Islam pada kehidupan bernegara.

Perjuangan mengubah sistem bukanlah hal mudah. Butuh dorongan keimanan serta senantiasa berada di antara para pejuang yang memiliki tujuan yang sama. Dengan demikian seberat apa pun rintangan mengadang akan lebih mudah untuk dilalui.

Inilah perubahan yang seharusnya diaruskan di tengah-tengah perjuangan pemuda dan mahasiswa, bukan sekadar perubahan pemimpin atau sekadar perubahan rezim saja. Namun, perubahan sistem secara menyeluruh yaitu dengan diterapkan aturan Islam di bawah naungan Khilafah.

Wallahu’alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post