Apakah Tunjangan Setahun Sekali Mampu Menjadi Solusi?


Oleh Rheiva Putri R. Sanusi
(Mahasiswi)


Saat ini, umat muslim sedang bergembira menyambut bulan suci Ramadhan. Bulan penuh keberkahan yang sangat dinanti oleh kaum muslim. Di bulan Ramadhan ini umat muslim segera berlomba-lomba dalam beribadah, berharap dapat meraih keberkahan Ramadhan. Selain itu salah satu kebahagiaan umat muslim di bulan Ramadhan adalah mendapatkan THR (Tunjangan Hari Raya)
Dikutip dari tirto.id, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE yang ditandatangani pada tanggal 12 April 2021 ini ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.

Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. Pemberian THR Keagamaan bagi pekerja/buruh merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan. Secara khusus, dalam masa pemulihan ekonomi ini, THR tentu dapat menstimulus konsumsi masyarakat yang mendorong pertumbuhan ekonomi, ujar Menaker dalam keterangan pers, Jakarta, Senin (12/04/2021).
Kebanyakan masyarakat terbuai oleh statement ini, masyarakat menganggap hal itu adalah sebuah hal heroik yang dilakukan pemerintah dan patut diapresiasi. Namun sebenarnya hal itu adalah sebagian tanggungjawab kecil yang seharusnya bisa pemerintah pastikan sejak dulu. 

Begitupun dengan pemerintah itu sendiri yang merasa bangga, dengan menyatakan akan menindak tegas pengusaha yang tidak membayarkan penuh THR pekerjanya. Itulah memang tugasnya penguasa, menjamin kesejahteraan rakyatnya, bahkan seharusnya dilakukan sedari dulu bukan baru sekarang.

Kebijakan ini sudah seharusnya dibuat oleh negara untuk memberikan hak setiap pekerja bila akad ijarah menuntut itu. Sebagai pekerja yang memang harus mendapatkan upah setelah mengeluarkan keringat mereka setelah lelah bekerja.
Namun soal kesejahteraan masyarakat dan pegawai, tentu tidak bisa hanya mengandalkan THR. Pemerintah pun tak seharusnya menuntut para perusahaan untuk mensejahterakan pegawainya. Sebab kepentingan mereka hanya sebatas akad ijarah yang mana para pegawai diberikan imbalan sesuai dengan hasil kerjanya. Untuk urusan terpenuhi kebutuhan, bukan lagi sepenuhnya urusan perusahaan. 

Peran dalam memastikan bahwa seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi meskipun tidak ada jaminan dan THR adalah kewajiban pemerintah atau negara. Karena hanya pemerintahlah yang mampu untuk menjalankan tugas itu. 

Seperti pada zaman kekhalifahan Umar Bin Khattab, beliau tak tenang memikirkan kekhawatiran terhadap rakyatnya yang belum sejahtera di masa kepemimpinannya. Sistem Baitul Mal salah satu contoh periayahan pemerintah kepada rakyatnya. Bagaimana pemerintahan Islam pada masa itu mengelola segala sumberdaya yang dimiliki sedemikian rupa hingga bisa menjadi pemenuh kebutuhan rakyatnya.

Pada masa itu, kesejahteraan yang diberikan pemerintah tidak hanya bagi umat muslim yang miskin saja, namu semua warga negara Khilafah memiliki hak yang sama untuk diberikan kesejahteraan oleh pemerintah. Baik mereka muslim atau bukan, selama mereka menjadi warga negara khilafah mereka mendapat hak yang sama.
Maka sudah dipastikan sistem saat ini tak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Bisa kita lihat faktanya, sumber daya alam di Indonesia dikuasai oleh swasta dan asing. Banyak pula hak-hak rakyat yang dimakan oleh pemimpin sendiri. Serta utang negara kita yang semakin membludak entah untuk apa, yang pasti bukan untuk kesejahteraan rakyat.

Upaya mensejahterakan rakyat hanya akan terwujud ketika pemimpin memahami Islam dengan benar, sebab ia akan memahami kewajiban-kewajiban apa yang sedang ia tanggung. Namun pemimpin yang memahami Islam saja tidak cukup, hal ini tidak akan membawa perubahan signifikan selama sistemnya masih seperti saat ini. Banyak pemimpin saat ini yang berasal dari kalangan ulama, namun tetap saja mereka terpengaruh oleh sistem yang ada, dan mau tidak mau harus mengikuti sistem yang ada.
Fakta di atas menunjukan sistem saat ini masih lemah bahkan tak mampu membentuk pemimpin yang paham akan tugasnya. Satu-satunya sistem yang mampu membentuk pemimpin yang paham akan tugas dan kewajibannya hanyalah Sistem Islam. Sebab tanggungjawabnya dalam mensejahterakan rakyat ini tidak akan dianggap sebagai amanah duniawi saja. Tapi hal tersebut adalah tanggungjawabnya hingga akhirat kelak, bagaimana ia mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT.

Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post