Pro Kontra Wacana Penundaan Pemilu


Oleh : Trisnawaty Amatullah

Pesta demokrasi yang biasanya digelar sekali dalam lima tahun, kini menjadi buah bibir. Perihal wacana penundaan pemilu. Usulan ini datang dari KETUM PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua PAN Zulkifli. Selain PKB dan PAN, partai yang ikut setuju dengan wacana ini adalah GOLKAR. Sedangkan yang menolak wacana ini adalah PDIP, Gerindra dan Nasdem. Meski masih dalam bentuk wacana, namun menimbulkan pro kontra. Jika merujuk kepada hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR, pemilu 2024 akan diselenggarakan pada tanggal 14 februari. Sejumlah partai politik   pro adalah mereka yang berada dalam kursi koalisi pemerintahan Jokowi dengan memberikan sinyal dukungan perpanjangan masa jabatan presiden. Selain itu, beberapa alasan bagi yang pro  penundaan pemilu yaitu :

Pertama, karena situasi pandemi yang masih berlangsung dan memerlukan perhatian khsusus.

Kedua, kondisi perekonomian yang belum stabil, sehingga pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat masih perlu melakukan pemulihan untuk kembali bangkit.

Ketiga, keberlangsungan program-program pembangunan nasional yang sebelumnya tertunda akibat pandemi. 

Meski dengan berbagai alasan diatas. Namun, pengamat menilai wacana ini digulirkan elit bukan karena kemaslahatan publik. Tapi, demi memperbanyak masa jabatan yang menguntungkan mereka dan sekaligus menambah waktu menyiapkan diri berkontestasi untuk kursi kekuasaan berikutnya. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, partai - partai yang mendukung usulan itu sudah terasa nyaman atas pembagian kekuasaan selama pemerintahan Jokowi berlangsung. 

Menyingkap Wajah Asli Demokrasi

Demokrasi menuturkan ‘ kedaulatan ada di tangan rakyat’. Melalui pemilu, rakyat berdaualat di balik bilik suara. Dengan dalih adanya kebebasan memilih. Tapi bila kita cermati, berdaulat seperti apa? Mari kita awali dari sang perintis demokrasi, Amerika serikat (AS). Di AS ternyata  tak mencerminkan kedaulatan rakyat tapi “kedaulatan konglomerat”. Jabatan-jabatan politik, baik tingkat pusat,  provinsi maupun distrik. Baik legeslatif maupun eksekutif, bukan hak seluruh rakyat tapi hak para konglomerat atau pihak yang mendapatkan dukungan dari kalangan superkaya. 

keterlibatan  rakyat dalam pemilu karena mereka terpaksa harus memilih diantara dua pilihan. Calon dari Partai Republik dan calon dari Partai Demokrat. Sementara seluruh calon dari kedua partai itu untuk bisa maju harus mendapatkan dukungan finansial yang sangat besar dari para konglomerat. Inilah AS sang perintis demokrasi. Bagaimana dengan Eropa Barat, yang terinspirasi oleh Revolusi Amerika dan Perancis?. Eropa Barat terdiri dari negara-negara maju.

Proses-proses demokrasi selalu dilangsungkan. Namun, kedaulatan orang kaya tampak menggejala. Hal yang serupa di Eropa Timur, partai-partai yang mengusung demokrasi dan menjatuhkan komunisme mulai diragukan. Karena hasil karya mereka adalah “kedaulatan orang kaya baru”. Sementara itu, di Inggris yang berkuasa adalah orang-orang dari partai Konservatif. Partai konservatif mewakili para kapitalis raksasa. Yaitu para konglomerat, para pengusaha dan tuan tanah serta golongan bangsawan (aristokrat). Partai buruh tidak menduduki pemerintahan. Ini membuktikan para penguasa dan anggota parlemen di Amerika Serikat dan Inggris hanya mewakili para kapitalis. Bukan mewakili kehendak rakyat ataupun mayoritas rakyat. Sementara itu peryataan bahwa penguasa atau presiden bertanggungjawab kepada parlemen yang merupakan penjelmaan kehendak rakyat. hanya omong kosong. Sir Anthony Eden, seorang mantan PM Inggris di masa lalu, pernah mengumumkan perang Sues terhadap Mesir tanpa menyampaikan kepada parlemen dan para menterinya.

Di Indonesia sendiri terjadinya  pro kontra wacana penundaan pemilu menyingkap demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kenyataanya, mencetak elit politik minus empati. Hanya mengejar maslahat pribadi atau kelompoknya. Kemaslahatan rakyat sejatinya bukan menjadi tujuan  dari aktifitas politis. Sistem demokrasi dikatakan rakyat berdaulat. Segala undang-undang, hukum dan peraturan haruslah bersumber dari rakyat. Vox populi vox dei (Suara rakyat adalah suara Tuhan). Keberadaan lembaga perwakilan rakyat adalah sebagai penyambung lidah rakyat untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada pemerintah. Pada praktiknya, yang tercipta adalah oligarki, kekuasaan dikuasai segelintir orang dengan mengatasnamakan rakyat. Demokrasi juga menciptakan peluang bagi lolosnya kepentingan segelintir kaum kapitalis dengan jalan membuat undang-undang.

Demokrasi VS Khilafah

Sistem demokrasi berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Sama sekali tak ada kemiripan di antara keduanya, baik secara asas maupun aturan yang dilahirkan. Perbedaan itu terletak pada sejumlah hal. Di antaranya: 

Pertama, kedaulatan dalam khilafah hanya milik syariah.  Yang mengendalikan kehendak individu, umat dan penguasa adalah syariah bukan akal atau pendapat mayoritas. Ini bertentangan dengan demokrasi.. Allah SWT berfirman:
وَأَنِ ٱحكُم بَينَهُم بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِع أَهوَاءَهُم وَٱحذَرهُم أَن يَفتِنُوكَ عَن بَعضِ مَا أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيكَ فَإِن تَوَلَّواْ فَٱعلَم أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعضِ ذُنُوبِهِم وَإِنَّ كَثِيرا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah kaum yang fasik (TQS al-Maidah [5]: 49).

Kedua, Khalifah sebagai penguasa wajib menjadi pelindung umat. Ia layaknya perisai yang melindungi orang yang berperang dari serangan musuh. Nabi saw. bersabda:
 إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan dia digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dengan itu dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa/azabnya (HR al-Bukhari dan Muslim). Wallahu 'allam

Post a Comment

Previous Post Next Post