POLEMIK VAKSIN BOOSTER MENJADI SYARAT UNTUK MUDIK 2022


Oleh : Sukey

Pemerintah resmi memberikan lampu hijau mudik Lebaran Idulfitri 1443 Hijriah/2022 setelah dua tahun sebelumnya mudik dilarang lantaran kondisi Indonesia masih berada dalam pandemi virus corona (Covid-19).
Namun, pemerintah tetap mewajibkan sejumlah syarat yang harus dipatuhi masyarakat sebelum bisa bepergian mudik Lebaran. Salah satu syaratnya yakni mewajibkan para pemudik sudah merampungkan dua dosis vaksin Covid-19 dan booster.

Bagi warga pemudik yang sudah menerima vaksin virus corona booster, maka tidak perlu melampirkan hasil negatif pemeriksaan Covid-19 saat melakukan perjalanan mudik (Cnnindonesia.com/26/03/2022).

Orang yang belum mendapatkan vaksin booster atau vaksin dosis lengkap juga diperbolehkan mudik, asalkan dapat menyertakan hasil tes PCR dan antigen. Rinciannya sebagai berikut:P

1.Pemudik yang sudah divaksin dosis pertama tapi belum vaksin dosis kedua, diwajibkan untuk menunjukkan sertifikat tes PCR dengan hasil negatif. 

2.Pemudik yang sudah divaksin dosis lengkap dan belum vaksin booster, diwajibkan untuk menyertakan sertifikat hasil tes antigen dengan hasil negatif. 

Sehubungan dengan kebutuhan vaksin booster untuk perjalanan mudik, pemerintah menyiapkan posko vaksinasi. Nantinya, masyarakat dapat melakukan vaksin di berbagai tempat-tempat khusus seperti terminal, stasiun, dan bandara (Suara.com;27/03/2022).

Prasyarat mudik mulai memunculkan polemik dan protes masyarakat, lantaran pemerintah telah menghapus syarat negatif virus corona melalui tes PCR maupun rapid test antigen bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) baik melalui jalur darat, laut, maupun udara sejak 8 Maret lalu.

Sebagian publik kemudian membandingkan syarat mudik lebaran tersebut dengan gelaran Pertamina Grand Prix of Indonesia atau MotoGP Mandalika 2022. Mereka memprotes syarat mudik yang mensyaratkan booster, sementara aturan itu tak berlaku saat MotoGP.

Siti Nadia Tarmizi Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan mengatakan tidak ada target khusus untuk vaksinasi dalam momentum mudik dan lebaran tahun ini. Kata dia, "syarat vaksinasi ini betul-betul untuk memberikan proteksi kepada masyarakat".

“Mobilitas masyarakat yang masif memungkinkan penularan Covid-19 yang lebih tinggi. Maka dari itu vaksinasi booster penting dilakukan untuk membantu mengurangi dampak kesakitan jika tertular Covid-19",katanya seperti dalam keterangannya baru-baru ini. 

Berdasarkan data Kemenkes per Kamis (24/3/2022), total vaksinasi nasional untuk kelompok rentan dan masyarakat umum dosis 1 sebesar 78,74%, vaksinasi dosis 2 mencapai 61,99%, dan vaksinasi dosis tiga atau boostersebesar 8,71%. Vaksinasi ini di luar dari kelompok anak, remaja, dan gotong royong.

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irwan, juga ikut menyoroti konsistensi pemerintah dalam membuat kebijakan di tengah pandemi Covid-19. Menurut Irwan, kebijakan booster syarat mudik itu sama artinya dengan melarang mudik. Padahal kasus Covid-19 saat ini sudah melandai dibandingkan angka pada 2021 lalu.

Ia membandingkan kebijakan yang dibuat pemerintah saat ini dengan jelang perayaan Tahun Baru 2022 silam. Irwan berkata, pemerintah tidak mengeluarkan aturan larangan mudik jelang perayaan Tahun Baru 2022 lalu.

Kebijakan yang mensyaratkan vaksin booster bagi pemudik memang terlihat kurang berkeadilan. Mengapa pemerintah terkesan sangat ketat memberlakukan syarat-syarat yang berkaitan ibadah umat Islam? Sementara, di sisi lain, pemerintah banyak melakukan kebijakan pelonggaran protokol Covid-19.

Saat Natal, tahun baru, dan Imlek beberapa waktu lalu, pemerintah tidak menetapkan syarat vaksinasi booster. Masyarakat saat itu hanya diwajibkan menunjukkan aplikasi PeduliLindungi, kartu vaksin dosis lengkap, dan hasil negatif tes antigen. Jika melakukan vaksinasi dosis lengkap, mobilitasnya hanya dibatasi sementara. Hal sama terjadi saat perhelatan MotoGP Mandalika. Tidak ada persyaratan vaksinasi booster.

Perbedaan perlakuan inilah yang mengusik rasa keadilan. Seolah terhadap ibadah umat Islam, pemerintah melakukan pengetatan. Sedangkan terhadap hal yang bernilai penting bagi perekonomian, pemerintah tampak melakukan banyak pelonggaran protokol kesehatan.

Apa bedanya mobilitas dengan kerumunan? Bukankah masyarakat sama-sama bergerak berkerumun, baik perjalanan mudik, perjalanan dari/ke luar negeri, berwisata, maupun euforia perayaan lain, seperti kasus kerumunan Imlek di sebuah mal beberapa waktu lalu? Sanksi yang diberikan pun tampak berat sebelah dibandingkan kasus kerumunan lainnya.

Tanpa mengurangi dukungan terhadap vaksinasi, pemerintah semestinya konsisten menegakkan aturan protokol kesehatan. Inkonsistensi kebijakan dengan perlakuan berbeda terhadap jenis kerumunan akan menambah daftar panjang ketakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Vaksinasi adalah salah satu ikhtiar mencegah penularan Covid-19. Namun, konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan dan kebijakan protokol kesehatan juga menjadi salah satu faktor keberhasilan agar negeri ini bisa terbebas dari Covid-19.

Jika pemerintah ingin masyarakat tidak mengabaikan protokol kesehatan, berikanlah contoh dan keteladanan yang baik dengan bersikap adil dan konsisten kepada masyarakat.

Pemimpin sesungguhnya merupakan pemimpin yang benar-benar memberikan keteladanan pada rakyatnya dengan bersikap adil dan amanah. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang menegakkan aturan tegas pada siapa saja tanpa melihat jabatan, status sosial, atau motif kepentingan.

Kita membutuhkan pemimpin betulan, bukan pemimpin kebetulan. Yang kebetulan memimpin yang tidak dilandasi dengan kepemimpinan berkeadilan, mengabaikan hak-hak rakyatnya, serta membeda-bedakan perlakuan karena terjebak kepentingan politik atau ekonomi.

Pemimpin adil dan amanah merupakan perintah dari Allah SWT kepada para penguasa agar mereka memutuskan perkara di antara manusia dengan kebenaran yang diturunkan dari sisi-Nya, dan bukan malah menyimpang rasa keadilan.

يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

Artinya, “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs. Sad: 26)

Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari", (HR Thabrani, Bukhari, Muslim, dan Imam Ishaq).

Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post