Bak buah simalakama, kesulitan hidup di masa pandemi bertambah kala berbagai kebijakan hadir. Seperti wajibnya BPJS menjadi persyaratan mengurus SIM dan pelayanan publik lainnya. Hal ini menjadi alarm bagi negeri ini untuk menuntaskan problema yang terjadi.
Sebagaimana dilansir oleh Tribunnewsbogor.com (20/2/2022) , Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengkritik kebijakan BPJS Kesehatan menjadi syarat jual beli tanah adalah aturan yang mengada-ada. Trubus juga mengatakan optimalisasi BPJS Kesehatan sebagai landasan syarat untuk jual beli tanah juga tidak bisa diterima. Menurut Trubus, pemerintah seharusnya meningkatkan transparansi pengelolaan BPJS Kesehatan dan pelayanannya untuk menarik masyarakat menjadi peserta, bukan malah memaksa BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah.
Sejumlah warga mengatakan kebijakan pemerintah yang menjadikan kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kurang tepat dan malah bisa menghambat prosesnya itu sendiri. (CNNIndonesia.com , 21/2/2022).
Penetapan kebijakan ini dianggap sebagai penyempurnaan pelayanan pada masyarakat. Alih-alih kesempurnaan pelayanan pada masyarakat, namun yang ada justru rakyat dibebani dengan hal ini. Kebijakan ini justru semakin menambah lebar problema masyarakat, sebab pelayanan kesehatan buktinya saat ini belum begitu memadai. Bahkan, mirisnya lagi tingkat pelayanan tergantung kemampuan membayar premi BPJS tersebut.
Ketetapan kenaikan iuran BPJS beberapa waktu lalu yang disebabkan adanya defisit kas BPJS, sungguh hal ini menambah beban hidup masyarakat. Sedangkan, disisi lain fakta korupsi juga mewarnai lembaga swasta kesehatan ini.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko sebagai tersangka kasus suap perizinan pengurusan jabatan di Pemerintah Kabupaten Jombang. Nyono diduga telah menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti. KPK menangkap Nyono di Stasiun Balapan, Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu (3/2/2018) saat hendak menuju Jombang. (Kompas.com, 4/2/2018).
Hadirnya Ketetapan Inpres Nomor 1 Tahun 2022 yang mewajibkan memiliki BPJS untuk mengurus keperluan tertentu, sekalipun hal tersebut tak berhubungan dengan kesehatan. Maka, jelas hal ini semakin membuat rakyat menjadi sulit hidupnya di tengah pandemi yang belum tuntas ini. Inilah bukti dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang berorientasi pada profit (keuntungan) semata tanpa melihat apakah hal tersebut membebani rakyat atau tidak dan untuk kemaslahatan rakyat atau bukan. Mirisnya dalam sistem ini layanan publik maupun layanan kesehatan dijadikan sebagai ajang komersialisasi.
Negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini hanya sebagai regulator yang melanggengkan para korporat swasta meraup berbagai profit di setiap aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan. Sehingga rakyat makin kesulitan untuk memenuhi hidup mereka sebab negara hanya mementingkan kepentingan para korporat swasta.
Umat Butuh Solusi Hakiki
Islam adalah agama sekaligus aturan rinci dan sempurna untuk kehidupan. Islam adalah jawaban atas segala problem kehidupan masyarakat hari ini. Menurut Islam, pelayanan publik bukan untuk meraup profit (keuntungan) tetapi hal ini memang tugas dari penguasa untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik dan berkualitas untuk masyarakatnya.
Islam memandang bahwa hubungan yang terjalin antara penguasa dan rakyat adalah mengurusi keperluan rakyat (riayah suunil maal al ummah). Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad saw. "Sesungguhnya al-imam / pemimpin (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Maka, dalam sistem Islam pelayanan publik bukan untuk komersialisasi dan profit (keuntungan). karena jika seperti itu, maka kebijakan tersebut hukumnya haram. Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada Hari Kiamat. (HR al-Bukhari). Oleh karena itu, dalam pelayanan publik di sistem Islam tidak akan ada syarat maupun prasyarat untuk memperolehnya.
Pada saat memberikan pemenuhan kesehatan untuk masyarakat. Bahwa Islam memandang kesehatan merupakan salah satu jenis kebutuhan dasar publik selain pendidikan dan keamanan yang harus dipenuhi oleh negara. Allah Swt. menetapkan dalam aturan-Nya syariah Islam bahwa kesehatan sebagai kebutuhan dasar publik dan tak boleh dikomersialisasikan oleh siapa pun, karena hal ini harus menjadi tanggung jawab mutlak negara memenuhinya untuk rakyat.
Maka, dalam pelayanan kesehatan dengan segala kebutuhan dan keperluannya ditanggung oleh negara, baik dari rumah sakit, dokter, tenaga medis, obat-obatan dan sebagainya. Semua jaminan tersebut diberikan secara gratis dan berkualitas kepada masyarakat.
Adapun dana untuk menjamin pelayanan publik berasal dari baitul maal dari pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan umum ini berasal dari harta kepemilikan umum yaitu sumber daya alam (SDA) yang dikelola negara secara mandiri dan langsung tanpa campur tangan siapa pun.
Allah Swt. berfirman, " Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (T.QS Saba : 15) Wallahu 'alam bishawab.