Wabah Kembali Meradang, Rakyat Butuh Solusi


Oleh: Fitri Setyani, S.Pd
(Aktivis Muslimah)


Omicron merupakan salah satu varian virus Corona (Convid-19) yang membuat kasus global meningkat drastis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan sejak omicron ditemukan dan dinyatakan Variant of Concern (VoC), setengah juta orang meninggal karenanya. (detik.com, 11/2/22)


Manajer Insiden WHO, Abdi Mahamud, mengatakan ada 130 juta kasus dan 500 ribu kematian di dunia akibat varian Omicron. Menurutnya, Omicron dengan cepat mengambil alih Delta sebagai varian yang dominan di dunia karena lebih mudah menular. (detik.com, 11/2/22)


Sedangkan di Indonesia terdapat 4.708.043 kasus dan Kalimantan Timur (Kaltim) menduduki peringkat ke 6 dengan jumlah yang terkonfirmasi positif covid 160.589 orang dan kasus kematian 5.455 orang (antaranews.com, 11/2/22). Bahkan, 13 Pegawai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim terkonfirmasi positif COVID-19 disertai gejala yang mirip dengan gejala varian Omicron, setelah melakukan perjalanan dinas ke Provinsi Aceh pekan lalu (detik.com, 3/2/22).


Dalam masalah ini, sekalipun vaksin booster telah diselenggarakan pemerintah sebagai bentuk upaya pencegahan dan pengendalian wabah, nyatanya tak mampu menjadi solusi penyebaran virus Corona di masyarakat. Terlebih adanya persepsi yang terbentuk di masyarakat bahwa vaksinasi yang mereka jalani otomatis membuat mereka jauh dari penularan virus Masalah semakin pelik tatkala longgarnya penerapan protokol kesehatan melalui kebijakan 5M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, Mengurangi mobilitas), terutama di ruang publik, semacam di mal, tempat hiburan, jalan-jalan umum, dan lainnya. Hal ini diperparah dengan mobilitas (pergerakan manusia) yang masuk dan keluar negeri atau lintas pulau. Bahkan, pemerintah masih belum menutup total mobilitas wisatawan asing yang datang ke Indonesia demi pemulihan ekonomi.
Alhasil, rakyat kembali menjadi korban dalam wabah ini dan solusi yang diberikan hanya mengedepankan perekonomian. Generasi pun terancam mengalami lost learning karena harus kembali menjalani pembelajaran secara daring. Inilah dampak dari kebijakan ala kapitalisme yang diterapkan saat ini. Kebijakan yang diambil dari akal manusia dan mengesampingkan syariat Allah. Padahal akal manusia bersifat lemah dan terbatas. Jika manusia membuat aturan atau kebijakan berdasarkan pemikirannya sendiri, otomatis aturan tersebut akan membawa kefasadan (kerusakan) disebabkan aturan-aturan yang dibuat akan cenderung pada hawa nafsu atau keuntungan semata. Oleh karena itu, kapitalisme tak pantas kita gunakan sebagai sudut pandang dalam menyelesaikan setiap masalah ataupun sebagai dasar dalam membuat aturan kehidupan. 


Hanya Allah sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur kehidupan ini yang tahu apa yang terbaik bagi manusia, termasuk dalam menangani wabah ini. Allah telah menurunkan syariat-Nya melalui Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai panduan  dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada dan sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita wajib menggunakan aturanNya baik secara individu, bermasyarakat dan dalam kehidupan bernegara. 


Adapun Syariat Allah dalam mengatasi wabah ini telah dicontohkan oleh Rasullullah SAW, para sahabat dan juga pemimpin-pemimpin terdahulu dalam bingkai kekhilafahan. Pertama, Khalifah akan melakukan 3T segera, memisahkan orang sehat dari orang sakit, kemudian memberlakukan tes massal semacam rapid test maupun swab test secara gratis. Bagi mereka yang terinfeksi, negara akan menjamin pengobatannya hingga sembuh.


Kedua, berupaya maksimal menutup wilayah sumber penyakit sehingga tidak meluas dan daerah yang tidak terkena wabah dapat menjalankan aktivitas sosial ekonomi dan keagamaan secara normal tanpa takut tertular. Hal ini selaras dengan sabda Rasul, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).


Ketiga, menjamin seluruh kebutuhan pokok masyarakat yang tidak terinfeksi, tetapi ada di daerah wabah. Ini karena mereka tidak bisa keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah. Selain itu, penguasa akan berupaya semua rakyat dapat melaksanakan prokes demi memutus rantai penularan penyakit.


Keempat, menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyat tanpa menzalimi tenaga medis/instansi kesehatan. Negara menyediakan rumah sakit, obat, hingga dokter dan perawat dengan jumlah yang cukup dan gratis melayani semua rakyat yang membutuhkan.


Kelima, mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset, misalnya untuk segera menemukan vaksin dan obat untuk menyembuhkan dari virus. Termasuk pemenuhan gizi bagi rakyat agar memiliki kekebalan tubuh yang memadai.

Tentu saja semua mekanisme ini bukan berbasis utang dan riba. Negara pun tidak bergantung kepada asing karena ditopang oleh sistem keuangan Khilafah berbasis baitul mal sesuai syariat Islam. 


Selain itu, karena berlandaskan pada keimanan dalam menjalankan kehidupan bernegara, rakyat akan percaya dan taat pada setiap kebijakan penguasa. Rakyat pun mendapatkan pahala dengan taat pada pemimpin yang amanah menjalankan perintah Allah Ta’ala. Wallahu a’lam bis-shawwab.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post