Mendorong Evaluasi PTM 100%

Oleh: Kharimah El-Khuluq

Pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai memang menjadi penghalang berbagai aktivitas manusia. Apatah lagi dengan munculnya varian baru yakni Omicron.

Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan Pemerintah memiliki kebijakan baru yakni, pemberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) 100%. Namun, menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Syaifudian, bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) serentak yang sudah dua minnggu perlu dilakukan perbaikan. Sebab, terjadi kelalaian prokes di berbagai satuan pendidikan, baik karena kekurangan sarana dan prasarana maupun murni kelalaian, (tribunnews.com, 18/01/2022).

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga turut mendorong Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap PTM 100% yang diberlakukan. Sebab, kebijakan ini dinilai tergesa-gesa, pelanggaran prokes, dan kurangnya pengawasan, (inilah.com, 12/01/2022).

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu aktivitas yang turut terhambat di masa pandemi ini yaitu, kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selama lebih kurang 1,5 tahun anak didik hanya belajar di rumah. Tentu hal ini merugikan pihak peserta didik. Kemampuan literasi anak SD kelas 1 Indonesia tertinggal 6 bulan sedangkan numerasi setara tertinggal 5 bulan belajar.

Maka, dengan adanya kebijakan Pemerintah terkait dengan PTM 100%. Ini bisa menjadi kabar baik sekaligus bisa menjadi kabar buruk bagi Indonesia.

Kabar baiknya peserta didik bisa mengeyam pendidikan secara langsung. Resiko tertinggal pelajaran bisa diminimalisir. Sedangkan, kabar buruknya tidak menutup kemungkinan mata rantai penularan virus corona semakin meningkat.

Sebab, kebijakan yang diterapkan tidak dibarengi dengan fasilitas yang memadai. Baik dari sarana dan prasarana di dunia pendidikan yang tidak mendukung. Seperti, ruangan yang tidak memungkinkan peserta didik untuk jaga jarak. Hingga, kesulitan dalam melakukan scan barcode PeduliLindungi saat masuk sekolah.

Oleh karena itu, evaluasi dan perbaikan PTM 100%, jangan hanya menjadi wacana dalam buku usang kinerja para pemilik program. Melainkan harus diimplementasikan secara nyata. Karena, rakyat butuh karya nyata bukan omong kosong belaka.

Di samping itu, pemerintah seharusnya menindaklanjuti peningkatan pengawasan terhadap prokes. Dan juga menyediakan sarana dan prasarana sekolah yang memadai. Sehingga, setiap kebijakan yang diterapkan akan saling mendukung.

Menyediakan setiap kebutuhan rakyat merupakan kewajiban Pemerintah. Apatah lagi dalam hal dunia pendidikan dan jaminan kesehatan. Dalam hal ini, tidak ada secuil pun ruang untuk melakukan pembenaran untuk tidak menunaikan amanah mengurusi kebutuhan rakyat.

Inilah ironisnya, hidup dalam bingkai kapitalisme sekuler. Kemaslahatan umat benar-benar diabaikan. Walaupun, kesengsaraan yang akan menimpa umat terlihat di pelupuk mata. Pemegang kekuasaan akan pura-pura buta.

Potret pemimpin dalam dunia yang terselubungi oleh kapitalisme akan berbeda dengan pemimpin yang dinaung oleh sistem Islam.

Pemimpin dalam sistem Islam akan selalu berusaha secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Baik kebutuhan pokok, kebutuhan akan pendidikan, kesehatan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan umat, pemimpin dalam Islam tidak mengambil kebijakan yang tambal sulam, mengatasi masalah dengan masalah.

Kenapa pemimpin Islam sangat amanah dengan jabatan yang didudukinya? Karena, mereka yakin bahwa setiap perbuatannya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. kelak di hari akhir.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya."

Memang tidak memungkinkan untuk menemukan pemimpin yang amanah dalam dunia kapitalisme. Sebab, keberadaan pemimpin yang amanah terhadap urusan umat hanya ada dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara total.

Wallahualam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post