KPK Kawal Pembangunan IKN dari Kebocoran Korupsi. Berhasilkah?


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, bersama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, saat jumpa pers di Gedung Merah Putih (2/2/2022), berkomitmen untuk mengawal pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait, Firli mengatakan KPK berupaya menutup celah korupsi. KPK juga meminta pemerintah untuk melakukan persiapan dan perencanaan yang baik.

Rencana perpindahan IKN ke Kalimantan Timur, Firli Bahuri mengatakan tidak keberatan kami sebagai ASN. Adapun cara
untuk mencegah korupsi, KPK lebih mengedepankan implementasi dari Strategi Nasional (Stranas). Sebagaimana tertera dalam Perpres Nomor 54 tahun 2018. Bersama Bappenas membuat rencana aksi nasional pembangunan IKN. Tentu, dengan melibatkan seluruh masyarakat KPK membuka layanan publik dalam bentuk aplikasi jaga IKN. Dengan demikian, masyarakat punya andil besar dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam rangka pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).

DI sisi lain UU IKN digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah purnawirawan Jenderal TNI, politikus, hingga aktivis. UU IKN diduga melanggar konstitusi terhadap UU No. 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan hidup. Juga pengalihan pendanaan pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk IKN adalah kejahatan besar karena melanggar konstitusi No. 2 Tahun2020. Dan masih banyak lagi pelanggaran yang terjadi dalam pemindahan IKN.

Demokrasi-Kapitalisme-Sekuler Penyebab Korupsi

Meskipun KPK berpijak pada Strategi Nasional (Stranas) yang tertera dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2018, untuk melakukan pemberantasan korupsi, tampaknya akan sulit diwujudkan. Sebab, kepindahan IKN sejak awal telah melanggar UU No. 32/2009, tentang pengelolaan dan perlindungan hidup. Juga melanggar konstitusi No. 2 Tahun 2020, tentang pengalihan pendanaan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk pembangunan IKN. Inilah, di antara alasan IKN digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah purnawirawan Jenderal TNI, politikus, hingga aktivis.

Apalagi telah terbukti, tingginya angka korupsi di semua lini baik legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Menurut hasil penelitian Corrupsion Perception Index, pada (28/1/2021), Indonesia berada pada skor 37 dengan rangking 102. Skor berdasarkan indikator 0 (sangat korup) hingga 100 yang berarti (sangat bersih). Itu bukti bahwa KPK selama ini tidak bisa memberantas korupsi, bahkan di tubuh KPK sendiri pun juga terjadi skandal korupsi.

UU IKN merupakan konspirasi jahat yang dilakukan pemerintah dengan DPR. Dari hasil penelitian Marepus Corner bertajuk “Peta Pebisnis di Parlemen: Potret Oligarki di Indonesia,” menemukan sebanyak 55% anggota DPR merupakan pengusaha terbesar. Ini ada signifikan korelasi dengan DPR yang merupakan lembaga terkorup di Indonesia. Di balik kepindahan IKN ada oligarki yang mencengkeram, yakni penguasa yang merangkap pengusaha, dan pemilik modal asing dan aseng. Hal ini termasuk pengkhianatan yang harus diberantas KPK.

Sejatinya akar masalah dari mengguritanya korupsi karena negara mengadopsi sekularisme, yakni paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama tidak boleh mengatur urusan publik. Oleh karenanya, manusia membuat undang-undang sendiri bersumber pada akalnya yang lemah dan terbatas. Undang-Undang buatan manusia adalah batil. Wajar, jika lahir manusia-manusia tamak, rakus, tidak bermoral, dan jadi koruptor yang merugikan negara dan mengisap darah rakyat penyebab kemiskinan.

Selama yang dianut negeri ini demokrasi-kapitalisme, KPK tidak akan bisa memberantas korupsi, artinya gagal mengawal pembangunan IKN dari jeratan korupsi. Karena pilar demokrasi-kapitalisme adalah liberalisme (kebebasan), yakni kebebasan berakidah, berpendapat, bertingkah laku, dan kebebasan berkepemilikan. Semua ini, penyebab dari kerusakan di semua lini kehidupan.

Islam Solusinya

Islam adalah agama yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Untuk mengatur manusia. Meliputi aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya, dan dengan sesamanya. Semua aturan tersebut, harus diterapkan secara kafah (lihat QS. al-Baqarah [2]: 208).

Oleh sebab itu, syariat Islam dapat memberantas korupsi, baik pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif).
Setidaknya ada tujuh langkah untuk mencegah korupsi, yakni:

1. Negara (khilafah) berasaskan akidah Islam, ini untuk mendorong semua kaum muslim beriman dan bertakwa.

2. Untuk perekrutan sumber daya manusia (SDM) aparat negara harus berdasarkan profesionalitas, integritas (teguh tidak goyah), kapabilitas (kemampuan), dan berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikapnya Islam). Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari)


3. Khilafah wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.

4. Khilafah wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Rasulullah saw. Bersabda, “Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tidak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Jika tidak memiliki istri, hendaklah menikah. Kalau tidak punya pembantu dan kendaraan, hendaklah mengambil pembantu dan kendaraan.” (HR. Ahmad).


5. Bagi aparatur negara, Islam melarang menerima suap dan hadiah. Rasulullah saw. Bersabda, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad)

6. Islam memerintahkan menghitung kekayaan aparat negara di awal dan di akhir jabatannya.


7. Ada pengawasan oleh negara dan masyarakat.

Adapun untuk pemberantasan korupsi, syariat Islam memandang kasus korupsi merupakan perbuatan khianat. Bukan mengambil harta secara diam-diam, tetapi  tindakan pengkhianatan untuk menggelapkan harta yang diamanatkan kepadanya. Oleh sebab itu, sanksi untuk pelaku khianat bukan potong tangan, melainkan sanksi ta’zir, yakni sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.

Bentuk sangsinya tergantung dari kejahatan yang dilakukan. Sanksi yang paling ringan, berupa nasihat atau teguran dari hakim, bisa dipenjara, didenda, diumumkan di media masa (publik), hukuman cambuk, hingga hukuman mati dimana teknisnya bisa digantung atau dipancung. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm.7889)

Hukum Islam bersifat adil dan tegas karena berasal dari Zat yang Mahaadil. Oleh karenanya, syariat Islam sebagai jawabir (penebus siksa akhirat) dan sebagai jawazir (pencegah) untuk mencegah berulangnya tindak kriminal yang baru.

Ironis memang, di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, tetapi korupsi menggurita di mana-mana. Akibat dipisahkan dari agama, sehingga terjadi kemerosotan moral (akidah). Oleh sebab itu, saatnya kembali pada Islam. Islam adalah agama sekaligus sebuah ideologi yang mampu mensolusi semua problematika kehidupan, termasuk cara memberantas korupsi. Saatnya demokrasi kita campakkan, kembali pada sistem Islam, yakni khilafah yang diridai Allah Swt.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post