Supremasi Hindu India: The Real Terrorist



Oleh  Juniwati Lafuku, S. Farm.

 (Pemerhati Sosial)

Viral di media sosial, sebuah video pertemuan para pemuka Hindu di India menyurukan genosida terhadap umat Muslim India dengan menggunakan senjata.
"Jika 100 dari kita menjadi tentara dan siap untuk membunuh dua juta Muslim, maka kita akan menang, melindungi India dan menjadikan negara Hindu," kata Anggota Senior Sayap Kanan Hindu, Partai Politik Mahasabha. (CNN Internasional, 15/1/2022)

Yati Narsinghanand Giri, biksu Hindu di India telah menyerukan genosida terhadap umat Muslim setempat. Dia telah dibawa ke pengadilan atas tuduhan menghasut kekerasan agama. Perwira polisi senior, Swatantra Kumar, mengatakan biksu yang juga dikenal sebagai pendukung vokal kelompok nasionalis sayap kanan mengepalai sebuah biara Hindu. (Sindonews.com, 9/1/2022)

Waspada Genosida Muslim India

Negara bagian Uttarakhand diperintah oleh partai sayap kanan Hindu Partai Bharatiya Janata (BJP). Sejak BJP di bawah Perdana Menteri Narendra Modi memenangkan pemilihan pada 2014 dan kemudian pemilihan ulang telak pada 2019, telah terjadi lonjakan serangan terhadap Muslim dan minoritas lainnya.

Pidato dan tindakan komunal menghancurkan negara itu, dan banyak yang merasa keheningan dari sang perdana menteri. Di Gurugram, sebuah kota satelit yang berbatasan dengan ibu kota nasional sayap kanan Hindu berulang kali melarang Muslimg untuk beribadah di ruang publik. (Republika.co.id, 13/1/2022)

Narendra Modi menjadikan India sebagai negara yang patriotik dan nasionalis. Ia juga dianggap menggiring India semakin Hindu-sentris, kerap terang-terangan menyulut api perpecahan antar-agama dan menyapu bersih jejak sekularisme India.

Pemerintahannya dianggap hendak menegakkan supremasi Hindu dan menyingkirkan warisan Islam dalam narasi sejarah India.

Pada Desember 2019 lalu, BJP yang punya pengaruh kuat di Parlemen India berhasil mendorong disahkannya RUU Amandemen Kewarganegaraan menjadi undang-undang.

Undang-undang baru ini menggunakan agama sebagai kriteria untuk menentukan apakah migran ilegal di India layak mendapat kewarganegaraan. Undang-undang Kewarganegaraan itu memberi keistimewaan bagi semua agama di Asia Selatan kecuali Islam. Komunitas Muslim India menyebut hal itu sebagai diskriminasi yang telanjang.

Pihak oposisi dan kelompok pembela HAM terang-terangan menyebut pengesahan undang-undang itu sebagai pukulan bagi demokrasi India. Komunitas Muslim yang mencakup 14 persen dari 1,4  miliar penduduk India, sementara umat Hindu sebanyak 80 persen dari total populasi.

Stanton, mantan dosen studi genosida dan pencegahan di Universitas George Mason di Virginia, mengatakan dia mengkhawatirkan skenario serupa dengan Myanmar, di mana Rohingya pertama kali secara hukum dinyatakan bukan warga negara dan kemudian diusir melalui kekerasan dan genosida.

"Apa yang kita hadapi sekarang adalah jenis plot yang sangat mirip," jelasnya. (Al Jazeera, 18/1/2022)

Stanton mengatakan ideologi Hindutva bertentangan dengan sejarah India dan konstitusi India, dan menyebut Modi sebagai “ekstremis yang telah mengambil alih pemerintahan”.

Murahnya "Nyawa"  Umat Muhammad saw.

Di era modern saat ini, kita dapat melihat dua wajah dunia yang berbeda. Terhadap satwa liar yang hampir punah, seruan untuk melindungi populasinya terus digencarkan. Disisi lain, nyawa sebagian manusia khususnya umat Islam seperti tidak mendapatkan pembelaan ketika menjadi korban kekerasan.

Pembantaian Muslim terus berlanjut. Sebagian pihak menilai ini adalah bentuk Muslim cleansing, karena aksi ini sengaja dibiarkan dan dilegalkan dalam undang-undang.

Muslim di Palestina, Suriah, Rohingya, Cina, hingga di India merupakan bukti nyata cacatnya Demokrasi dalam menjaga kerukunan antar ras, agama dan bangsa. Apalagi ketika umat Islam menjadi minoritas. Beragam aksi teror terus mereka dapatkan dan tak ada pembelaan berarti dari para pemimpin muslim.

Padahal Rasulullah saw. yang mulia bersabda:
"Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim" (HR. An Nasa'i)

Kampanye hipokrit HAM oleh negara-negara Barat hanyalah omong kosong bagi umat Islam. Standar kemanusiaan Barat hanyalah alat untuk mengontrol dunia Islam. Fakta menunjukkan umat Islam terus menjadi korban dan target berbagai bentuk penindasan dari negara-negara kafir. Sistem dunia hari ini diskriminatif terhadap umat Islam. Maka penderitaan umat Islam tidak akan pernah berakhir.

Khilafah Perisai Umat Islam

Umat Islam hari ini membutuhkan perisai untuk menghentikan seluruh penderitaan mereka. Perisai ini tak lain adalah negara khilafah Islam yang melindungi setiap jengkal tanah, harta dan darah mereka.

Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya" (HR
Muslim)

Dengan adanya negara khilafah, keamanan dan keadilan dapat diraskan oleh muslim maupun nonmuslim yang hidup di dalamnya.

Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post