PTM 100% pada Masa Pandemi Membuat Rakyat Ketir-ketir


Oleh Dian Puspita Sari
Member AMK

Memasuki tahun baru 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan bahwa semua siswa wajib melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas pada semester II tahun ajaran 2021/2022. Dengan demikian, orang tua atau wali murid tidak lagi dapat memilih metode pembelajaran yang mereka inginkan. 

Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Pembelajaran Tatap Muka (PTM)  mulai dilaksanakan dengan kapasitas 100% di sekolah-sekolah. Pemerintah pusat memberlakukan hal ini di daerah yang berada di PPKM level 1 dan 2 pada Senin (3/1/2022).

Tulus pun mengungkapkan kekhawatirannya atas pemberlakuan kebijakan ini  karena faktanya ada  peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron di ibu kota. 

"Ngeri-ngeri sedap. Implementasi PTM 100 persen saat omicron makin merebak dan Jakarta naik level lagi menjadi PPKM level II," kata Tulus. Tulus pun berharap agar pemerintah mencermati kebijakan PTM 100 persen kala Omicron mulai merebak di tanah air. Sebab, ia khawatir kesehatan murid dan guru malah dikorbankan gegara ambisi PTM 100 persen ini. 

"Kasus aktif Covid-19 di Jakarta juga merangkak naik secara signifikan, sudah mendekati angka 200 kasus per hari," ujar Tulus. (republika.co.id, 4/1/2022)

Setahun lalu, KPAI sendiri melakukan pengawasan PTM selama tahun 2021 pada 17 sekolah yang berada di 18 kabupaten/kota di 8 provinsi. Hasil pengawasan KPAI menunjukkan bahwa para murid  masih sulit untuk mengubah perilakunya di masa adaptasi pandemi Covid-19. 

“Sulit mengubah perilaku seperti praktik mencuci tangan, atau masker yang diturunkan ke dagu atau ke hidung, itu yang paling banyak,” ujar Retno dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Kamis, 30 Desember 2021. 

Kemunculan klaster sekolah, salah satunya disebabkan masih banyak murid yang mengabaikan protokol kesehatan. Selain itu, juga ditemukan anak yang mengalami demam atau sakit, tetapi tetap masuk sekolah. (medcom.id, 30/12/2021)

Pelaksanaan PTM 100 persen pada masa pandemi tanpa disertai upaya pemerintah untuk mempersiapkan perangkat agar prokes dijalankan oleh semua komponen sekolah masih membuat mayoritas warga negara ini ketir-ketir. Apabila perangkat prokes dikembalikan pada kemampuan rakyat atau sekolah, maka akan ada kesenjangan dan tidak maksimal dijalankan. Terbukti, berbagai pengabaian prokes telah terjadi di tengah peserta didik di sekolah dan di luar sekolah. 

PTM hendaknya tidak dilakukan secara serampangan. Kebijakan melakukan PTM di masa pandemi sangat berisiko. Meskipun vaksinasi telah dilakukan kepada guru dan tenaga kependidikan, risiko adanya penularan penyakit tetap saja ada.
Vaksin terhadap guru itu tidak lantas aman. Sinovac itu efikasinya 65,3%, artinya 34,7% guru masih bisa terinveksi. (BBC.com, 24/3/2021)

Negara sejatinya bertanggung jawab penuh dalam menjamin PTM aman. Negara seharusnya melakukan beberapa langkah sebagai berikut : 
- Memenuhi pengadaan sarana prasarana di sekolah. 
- Melakukan pengawasan terhadap prokes. 
- Melakukan pengawasan keamanan di luar lingkungan sekolah. Seperti sarana dan  prasarana transportasi, tempat-tempat perbelanjaan, dan lain sebagainya. 

Pada praktiknya, mampukah negara mewujudkan semua ini, di tengah model pengelolaan keuangan negara yang kacau? Belum lagi adanya saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah yang kerap berujung soal biaya. Perilaku pemerintah semacam ini seolah menyangsikan  penegakan aturan agar masyarakat mematuhi prokes. Selama ini negara merelaksasi kegiatan ekonomi (termasuk pariwisata) tapi longgar penjagaannya. Hal ini juga menimbulkan keraguan akan realisasi kondisi lingkungan yang bersahabat bagi siswa. Pelaksanaan PTM secara terbatas dalam sistem Kapitalis  sangat berisiko. 

Padahal, pendidikan adalah kebutuhan mendasar untuk seluruh warga negara. Selain itu, kebutuhan rakyat akan kesehatan juga tak kalah penting. Pada masa pandemi, kesehatan adalah hal pertama dan utama. Negara wajib menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat; baik sandang, pangan, dan papan yang dipenuhi secara tidak langsung, maupun pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dipenuhi secara langsung. Pada masa pandemi, kebijakan karantina wilayah wajib  diberlakukan oleh negara. Dengan karantina wilayah, virus akan terlokalisasi, sebab tidak ada pergerakan yang signifikan antar wilayah. 

Ini yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ketika negeri Syam dilanda wabah Tha'un. Pada masa karantina wilayah ini, khalifah mengeluarkan kebijakan yang menjamin pendidikan di atas jaminan keselamatan para murid. Pendidikan dalam naungan khilafah berada di bawah kendali sistem pendidikan Islam. Kurikulum berbasis akidah Islam akan menjamin penyampaian materi  pembelajaran sesuai target pendidikan yang sahih. Kurikulum pembentukan kepribadian islami menjadi bagian dari setiap materi pelajaran. Guru akan dengan mudah mengimplementasikan kurikulum meskipun di tengah keterbatasan akibat pandemi. Sebab guru dan siswa tidak dikejar pencapaian materi akademis. Dengan metode apapun, baik tatap muka maupun daring, implementasi kurikulum akan tetap bisa dilakukan. 

Negara yang menerapkan syariat Islam akan mampu menjaga lingkungan sosial, masyarakat, dan keluarga. Semua ini turut mendukung keberhasilan pendidikan pada masa pandemi. Apabila pembelajaran tatap muka tidak memungkinkan, negara dapat  memanfaatkan teknologi dengan metode pembelajaran daring dan fasilitas yang menunjang. Sebaliknya, jika pembelajaran tatap muka sudah dimungkinkan, negara akan mengadakan sarana dan prasarana di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah yang menjamin keamanan dari virus dan melakukan pengawasan prokes. Semua fasilitas secara kuantitas dan kualitas akan dipersiapkan dari kas negara. Upaya ini juga diiringi dengan karantina wilayah. Semua kebijakan ini akan diatur oleh orang-orang yang amanah dan memiliki kapabilitas dalam bidangnya. Rakyat tidak lagi hidup dalam suasana ketir-ketir  melainkan hidup tenang. Meskipun dalam situasi pandemi. 

Dengan demikian, pendidikan akan berubah menjadi lebih baik jika Syariat Islam diterapkan secara kafah. Apapun metode yang digunakan, pendidikan senantiasa produktif menghasilkan SDM unggul demi mewujudkan peradaban yang mulia. 

Wallahu a'lam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post