PTM 100%, Angin Segar atau Bahaya Besar?



Oleh: Umul Bariyah (Aktivis Muslimah)


Di beberapa sekolah, minggu minggu terakhir ini marak dengan pemberian vaksinasi covid 19 kepada murid muridnya. Mulai dari tingkat SD, SLTP bahkan sampai tingkat mahasiswa. Di minggu kedua bulan Januari ini beberapa sekolah sudah memberlakukan PTM 100%. Dengan adanya fenomena ini, akankah Pembelajaran Tatap Muka (PTM) akan di berlakukan seterusnya?


Dilansir dari Media online republika.co.id, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritisi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen yang mulai dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pemerintah pusat memberlakukan PTM 100 persen di daerah yang berada di PPKM level 1 dan 2 pada Senin (3/1/2022).


Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang menggelar PTM dengan kapasitas 100 persen pada waktu ini. Tulus pun mengungkapkan kekhawatirannya atas pemberlakuan kebijakan ini yang seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 varian omicron di Ibu Kota.


Sejujurnya sebagian masyarakat saat ini yang notabene mempunyai anak usia sekolah mungkin sudah bosan bahkan muak dengan pemberitaan covid ini. Tak sedikit yang bersikap masa bodoh, tak menggubris dan menaruh perhatian lebih pada masalah ini. Bagaimana tidak, hampir kurang lebih dua tahun lamanya anak dijejali dengan pembelajaran daring yang terasa amat membosankan. Keluhan orang tua yang harus jadi guru dadakan yang minim pengetahuan menjadi masalah besar bagi orang tua.


Terasa lumrah jika masyarakat saat ini berpendapat seperti itu. Karena di beberapa media diberitakan bahwa danya covid ini justru menjadi ladang bisnis bagi pejabat negara. Pemerintah pun sejak awal dinilai kurang menangani kasus ini. Lockdown secara nasional tak pernah diberlakukan. Hal ini dibuktikan dengan dibukanya beberapa Mall di kota kota besar, dibukanya tempat tempat wisata,  masih banyaknya wisatawan asing yang bebas keluar masuk ke negara ini. Ironisnya, anak negeri sendiri dibatasi beraktifitas tapi turis asing melenggang tanpa sekat. Ini mengakibatkan masyarakat kurang menaruh kepercayaan pada pucuk pimpinan. Seandainya lockdown secara nasional segera diterapkan, mungkin tak sampai menahun derita wabah ini.


Bagi seorang ibu rumah tangga, kabar PTM ini bak angin segar yang membawa suasana bahagia dan lega, ibu tak  lagi berpikir beli pulsa untuk pelajaran daring, tak lagi cerewet ngomeli anak anak yang mulai kecanduan gatget, tak lagi pusing ditanya tentang mata pelajaran yang sedang berlangsung dan berbagai drama yang mewarnai dunia pembelajaran daring.


Kebijakan pemerintah terkait PTM ini patut kita apresiasi. Mengingat anak anak mengalami penurunan kemampuan belajar, adanya kesenjangan pembelajaran dari keluarga kaya dan miskin, perbedaan finansial, fasilitas, sarana dan prasarana yang yang seharusnya diterima oleh setiap siswa. Dan di tahun ini  kesenjangan meningkat hingga 10%. Belum lagi kasus anak anak yang putus sekolah, bullying dibeberapa sekolah  dan pernikahan diusia dini. Dampak inilah yang perlu terminimalisasi dengan penerapan PTM 100%.


Di dua tahun terakhir ini anak anak juga mengalami learning loss, yaitu hilangnya pengetahuan dan ketrampilan baik secara umum atau spesifik yang penyebabnya karena adanya pandemi seperti saat ini atau pengajaran yang tidak efektif karena kurang optimalnya tenaga pengajar dan berbagai fasilitas. Learning loss bukan semata mata adanya pandemi tapi juga akibat buruknya sistem pendidikan. Seolah olah kepentingan pendidikan tak begitu menjadi prioritas. Padahal dengan pendidikan yang mumpuni akan mencetak generasi generasi cemerlang di masa depan.


Sebagai orang tua yang bijak, tentu kita tak lantas menutup mata dengan merebaknya kasus Covid 19 varian baru Omicron, yang saat ini menimpa dibeberapa negara. Ancaman gelombang ketiga Covid 19 siap mengintai. Ini tentu memerlukan peran dan kerjasama guru dan  orang tua untuk mengedukasi anak. Walau bagaimanapun anak anak adalah aset negara yang harus dijaga kesehatannya. Pemberian vaksin pada orang dewasa dan anak anak tak serta merta membuat situasi menjadi kondusif.


Sebenarnya masih menyisakan rasa ngeri dan khawatir melepas anak PTM di usia dini, yaitu usia antara Playgroup sampai Sekolah Dasar, apalagi bagi orang tua yang pernah terpapar. Masih segar di ingatan bagaimana rasa menderita dan sakitnya akibat terpapar virus covid 19 serta rasanya isoman selama 14hari. Anak usia dini pun belum tahu betapa pentingnya tentang cuci tangan dan penggunaan masker yang benar. Pulang sekolah langsung pergi main walau orang tua sudah mewanti-wanti untuk cuci tangan.


Mengutip dari Media online Republika.co.id (3/1/2022), bahwa Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan rekomendasi terkait PTM pada masa pandemi Covid-19. Di antara rekomendasi tersebut ialah: (1) guru dan petugas sekolah harus sudah tervaksinasi 100%; (2) anak yang mengikuti PTM harus sudah diimunisasi Covid-19 lengkap dengan dua kali suntikan dan tanpa komorbid; (3) setiap orang di lingkungan sekolah wajib memakai masker; (4) ketersediaan fasilitas cuci tangan, tetap menjaga jarak, dan tidak makan bersama. (5) sekolah dan pemerintah memberikan kebebasan kepada orang tua dan keluarga untuk memilih PTM atau daring, tidak boleh ada paksaan; (6) untuk anak yang memilih daring, sekolah dan pemerintah harus menjamin ketersediaan proses pembelajaran daring; (7) keputusan buka atau tutup sekolah harus memperhatikan adanya kasus baru Covid-19 di lingkungan sekolah.


Di dalam Islam, wajib hukumnya bagi negara untuk berperan aktif dalam kasus pendidikan di tengah pandemi. Negara harus bergerak aktif melakukan pengawasan serta kontrol terhadap aktivitas PTM. Selama masih dibayangi gelombang ketiga Covid 19, negara juga wajib menyiapkan semua kebutuhan dan fasilitas untuk menaati protokol kesehatan dan membentuk tim satgas yang mengawasi langsung berjalannya proses belajar mengajar.


Pengawasan secara langsung ini harus dilakukan di setiap sekolah tanpa memandang status sosial atau jabatan. Semua diperlakukan sama karena negara adalah ujung tombak disetiap kebijakan. Jangan memberikan kebijakan tapi tak ada solusi yang dilakukan.


Islam tidak akan memilah milah antara permasalahan kehidupan dan agama. Keduanya adalah satu kesatuan yang tidak seharusnya dipisah. Penyelesaian permasalahan kehidupan terkait pendidikan ditengah wabah membutuhkan aturan dari Allah SWT sang pencipta. Aturan Allah adalah solusi tuntas disetiap permasalahan kehidupan. Wallahu'alam bi shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post