Mitigasi Bencana Butuh Peran Utama


Oleh Rengga Lutfiyanti
Mahasiswi dan Pegiat Literasi

Indonesia termasuk dalam salah satu wilayah ring of fire. Hal ini membuat Indonesia rawan terhadap bencana, khususnya gempa bumi. Mengutip dari news.sky.com (23/12/2018), bahwa Indonesia berada pada titik pertemuan tiga lempeng benua utama, yaitu lempeng Pasifik, Euraisa, Indo-Australia, dan lempeng Filipina yang jauh lebih kecil. Oleh karena itu, lokasi Indonesia rawan terhadap gempa bumi. 

Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, tepatnya pada hari Jumat (14/01/2022), gempa berkekuatan magnitudo 6,6 mengguncang Banten. Bahkan, gempa juga terasa hingga Jakarta. Akibat gempa tersebut, banyak bangunan yang rusak. Tercatat per (19/01), 3.078 rumah rusak dengan rincian 395 unit rusak berat, 692 unit rusak sedang, dan 1.991 unit rusak ringan. (news.detik.com, 19/01/2022)

Sebenarnya, masalah gempa Banten yang mengguncang hingga Jakarta beberapa waktu lalu sudah pernah dibahas sejak tahun 2018. Pada tahun 2018, BMKG pernah menyatakan bahwa Jakarta berpotensi terus-menerus terdampak gempa bumi dari patahan di sekitarnya. Dalam sebuah opini di Harian Kompas, Jumat (09/03/2018) Chairman Sentinel Aisa Tsunami Working, Abdul Muhar,  menjelaskan bahwa potensi gempa Jakarta tidak terjadi akibat sumber gempa atau sesar aktif di bawah Jakarta atau yang melewati Jakarta. Tetapi, sumber gempa Jakarta yang dimaksud dalam prediksi BMKG saat itu adalah  megathrust atau sumber gempa besar di selatan Banten, Jawa Barat, yang membutuhkan antisipasi lebih terutama di kawasan pesisir provinsi tersebut. (kompas.com, 14/01/2022)

Masih dari sumber yang sama menjelaskan bahwa upaya mitigasi sudah sering dibahas oleh para ahli. Menurut Abdul, untuk melakukan langkah-langkah antisipasi gempa, melihat karakteristik gempa menjadi penting. Karena tanpa mengetahui karakteristik gempa yang akan terjadi mustahil rencana mitigasi bisa disusun dengan baik. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa banyak peran yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait, mulai dari pemerintah, pemilik aset baik individu maupun korporasi. 

Sebagai seorang muslim yang beriman, harus dipahami bahwa bencana alam yang menimpa manusia merupakan qadha dari Allah swt. Tetapi, perlu diketahui juga bahwa dibalik qadha tersebut ada fenomena alam yang dapat dicerna. Termasuk usaha untuk mengantisipasi sebelum bencana alam terjadi. 

Dalam setiap qadha Allah swt. termasuk kejadian bencana alam, ada dua area yang perlu dipahami oleh setiap muslim. Yaitu area yang berada di dalam kuasa manusia dan area yang berada di luar kuasa manusia. Segala upaya yang bertujuan untuk meminimalisir bahkan menghindarkan diri dari bahaya dan resiko yang ditimbulkan oleh bencana alam merupakan area yang berada di dalam kuasa manusia. 

Oleh karena itu, penguasa sebagai pembuat kebijakan memiliki peran yang sangat penting. Upaya yang dapat dilakukan penguasa dalam fase mitigasi dan kesiapsiagaan di antaranya adalah membuat dan memastikan regulasi mengenai standar bangunan, tata ruang, dan edukasi yang berjalan dengan baik. Sehingga kerusakan, kerugian, dan korban jiwa dapat diminimalisir. 

Akan tetapi, penanganan secara teknis saja sebenarnya tidaklah cukup. Karena yang seharusnya diwujudkan adalah kepemimpinan yang memposisikan dirinya sebagai pelayan serta pelindung bagi nyawa rakyatnya. Sehingga, ketika melakukan upaya mitigasi pemahaman yang terbentuk bukan hanya meminimalisir kerugian material semata, tetapi juga meminimalisir jatuhnya korban jiwa. 

Tidak seperti kepemimpinan kapitalis yang sedang diterapkan saat ini. Mereka hanya memperhatikan kerugian material semata dan mengesampingkan nyawa rakyatnya. Karena bagi mereka nyawa tidaklah  lebih penting dibandingkan materi. Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, upaya mitigasi merupakan bagian dari ikhtiar dalam menjaga dan menyelamatkan nyawa manusia. 

Secara teknis, upaya manajemen bencana alam dalam sistem Islam tidak banyak berbeda dengan metode yang telah diterapkan di seluruh dunia. Tetapi, yang menjadikannya berbeda adalah cara pandang terhadap sumber pencipta bencana alam. Yaitu karena adanya ketetapan Allah azza wa jalla. Sehingga mengakibatkan adanya sedikit perbedaan dalam langkah awal ketika terjadi suatu bencana alam. 

Dalam Islam, ketika terjadi suatu bencana alam khalifah akan mengajak rakyatnya untuk merenungi kemaksiatan apa yang telah mereka lakukan. Sehingga Allah swt. mendatangkan murka-Nya. Di samping itu, juga mengajak mereka untuk bertaubat. Hal ini juga akan menjadi penjaga bagi kesadaran dan kondisi ruhiyah masyarakat. Khususnya bagi mereka yang ada di daerah rawan bencana. 

Adapun secara teknis dan manajemen bencana alam, khalifah akan menyusun kebijakan publik dan perencanaan yang baik dibantu dengan Biro at-Thowuri. Yaitu departemen yang bertugas sebagai badan tanggap bencana. Khalifah juga akan melakukan upaya modifikasi faktor bencana alam. Sehingga dapat mengurangi dampak bencana alam pada manusia, properti, dan infrastruktur. 

Untuk pembiayaan dalam upaya mitigasi bencana tersebut, khalifah dapat mengambil dana dari baitul mal. Yaitu dana yang berasal dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum. Adapun rincian kebijakan yang diterapkan oleh khalifah antara lain sebagai berikut:

1. Mitigasi, yaitu meminimalisir dampak bencana alam. Misalnya standar bangunan dan zonasi rawan bencana alam, analisis kerentanan, dan edukasi publik.

2. Kesiapsiagaan, yaitu perencanaan menanggapi datangnya bencana alam. Misalnya rencana kesiapsiagaan, pelatihan kondisi darurat, prediksi dan sistem peringatan dini. 

3. Tanggap darurat, yaitu upaya untuk meminimalkan bahaya yang ditimbulkan oleh bencana alam. Seperti  pencarian dan penyelamatan, bantuan darurat, dan lain-lain.

4. Pemulihan, yaitu normalisasi kehidupan masyarakat. Misalnya dengan memberikan perumahan sementara, hibah, perawatan medis, dan lain-lain

Inilah upaya yang dilakukan oleh khalifah dalam menangani bencana. Tidak hanya memikirkan teknis dan kerugian materi semata. Tetapi, yang menjadi fokus utamanya adalah kekuatan ruhiyah dan upaya menyelamatkan nyawa rakyatnya. Pemimpin memiliki peran yang sangat penting sebagai pembuat kebijakan. Tidak hanya bertanggung jawab dalam mengurusi urusan rakyatnya, tetapi juga bertanggung jawab atas keselamatan nyawa rakyatnya. Oleh karena itu, hanya dengan Islam umat dapat terjaga dan terlidungi dengan baik.

Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post