Mengamalkan Wara' Dalam Menuntut Ilmu

Nazriyah 
PAI UNISMA BEKASI

Kitab Ta’lim Muta’alllim Karya tulis Legend Syekh Az-Zarnuji, menjadi rujukan dan referensi ilmu pengetahuan dibidang pendidikan agama. Karya ini mendunia dikalangan masyarakat banyak yang berpendapat bahwa seorang pendidik tetap belajar tentang kitab yang membahas etika mendidik, membimbing dan mengarahkan peserta didik.

Sebagai peserta didik atau Tholab Ilmu harus memiliki sifat wara agar ilmu yang telah didapat lebih bermanfaat. Sifat wara ialah menghindari suatu yang berlebihan lebih tepatnya Haram dan Makruh (Syubhat). contohnya terlalu kenyang, banyak tidur, dan banyak berbicara yang tidak berfaedah. Sifat wara juga sangat penting dan membantu peserta didik atau santri dalam mengukur ukuran yang tepat atau berlebihan. Di dalam Kitab Ta'lim muta'alim dijelaskan bahwa hindari makan makanan yang tidak jelas asalnya, contohnya adalah pasar atau tempat-tempat gelap yang tidak diketahui kebenarannya. 

Makanan yang halal dan Thoyib jika dikonsumsi berlebihan akan memberikan efek samping salah satunya adalah malas, sering tertidur, dan tidak semangat dalam belajar atau sedang memahami sebuah materi. Ketika barang najis dan kotor sudah masuk di dalam perut manusia dan sudah menempel di jati diri manusia maka membuat jauh dari dzikir kepada Allah. Menurut Syekh az zarnuji makanan pasar yang dekat kepada najis dan kotor hilang keberkahan makanannya disebabkan mata orang-orang fakir yang memperhatikan makanan tetapi mereka tidak beruang, dan tidak mampu membeli maka mereka menahan rasa sakit karena tak terpenuhi keinginannya.

Diceritakan bahwa Syekh Al Jalil Muhammad bin fabel ketika beliau mengaji kepada gurunya beliau menolak makan makanan pasar. Jika memesan makanan alangkah baiknya dimakan di rumah tidak ditempat yang terlalu ramai pada suatu hari ayahnya datang ke tempatnya bertepatan pada hari Jumat beliau menyiapkan makanan untuk ayahnya ketika ayahnya masuk ke rumahnya dia melihat ada sepotong roti pasar dan ayahnya menolak hingga tidak berbicara karena murka. 

Dalil berkata "makanan ini bukan saya yang membeli karena saya tidak menyukainya tapi teman saya yang membawakannya", lalu ayah beliau berkata "jika kamu mau berhati-hati dan hidup wara' tentu temanmu itu tidak membawa makanan itu".

Dari penjelasan di atas begitulah contoh gaya hidup para ulama salaf terdahulu. Gaya hidup orang berilmu dengan wara Allah memberikan keluasan dalam mencari ilmu dan diberikan kekuasaan untuk menyebarkannya. Sehingga banyak dari ulama ulama dan tokoh Islam yang dikenal dikenal walaupun sang pengarang sudah tiada. Menurut Syekh az zarnuji waro adalah menghindari orang-orang yang sering berbuat kerusakan dan maksiat serta tidak menyibukkan diri atau menganggur. Peserta didik ataupun masyarakat ketika bergaul dengan orang yang frekuensinya menuju keburukan akan mempengaruhi orang yang bergaul dengannya, bahkan menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan 
dalam satu lingkup.

Post a Comment

Previous Post Next Post