Krisis Sumber Energi, Butuh Solusi


Oleh Susi Herawati
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah


Sumber energi merupakan kebutuhan  dasar dalam kehidupan  manusia. Di mana sumber energi banyak memberikan manfaat pada manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, terdapat berbagai sumber energi diantaranya Sumber Daya Alam (SDA) seperti minyak, gas bumi, batu bara, air dan panas bumi.

Sumber energi terbagi menjadi dua yaitu sumber energi terbarukan dan yang tidak terbarukan. Sumber energi terbarukan biasanya disebut dengan sumber energi alternatif. Energi alternatif adalah energi yang dihasilkan bukan dari bahan bakar minyak bumi dan bahan konvensional. Namun, walaupun energi alternatif dapat diperbaharui tetapi apabila digunakan terus menerus jumlahnya bisa habis.

Seperti yang terjadi saat ini, di mana negara kita terancam menghadapi krisis listrik akibat defisit pasokan batubara di pembangkit PLN. Ketersediaan batubara diperkirakan di bawah batas aman untuk mencukupi kebutuhan 15 hari.

Seperti yang dilansir dari suara.com (5/1/2022), Andri Prasetiyo, Peneliti Trend Asia menyatakan bahwa keputusan pemerintah yang bahkan harus menarik rem darurat dengan menghentikan secara total ekspor batubara guna menjamin pasokan kebutuhan batubara domestik, menunjukan bahwa kondisi ketahanan energi  kita benar-benar tidak aman dan diambang krisis.

Andri pun menambahkan bahwa hingga saat ini porsi bauran batubara masih mendominasi dalam sistem ketenagalistrikan nasional. Hal itu akan menjadi implikasi serius bagi ketahanan energi nasional, begitu pun  terhadap upaya percepatan transisi energi nasional.

Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan pula faktor fundamental krisis batubara yang terjadi di PLN. Menurut Direktur  Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produksi, menjadi sebab utamanya. Adapun Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menetapkan dalam menghadapi krisis batubara yang menerpa PT PLN (Persero) yakni melalui transformasi PLN, mulai dari restrukturisasi direksi, membuat subholding Power Plant atau Pembangkit, dan mendorong keberlanjutan transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sejalan dengan komitmen zero emission 2060.

Namun sejatinya, yang menjadi faktor mendasar bukan hanya karena menipisnya eksplorasi batubara tetapi pengelolaan oleh pihak swasta juga dapat memberi peluang mengekspor karena disparitas harga. Sehingga perombakan manajemen PLN dan peta jalan menuju energi bukanlah solusi satu-satunya.

Itulah solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalis, hanya menawarkan solusi praktis bukan solusi fundamentalis. Berbeda dengan sistem Islam, di mana kepemilikan  atas barang dan jasa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu milik individu, milik umum dan milik negara. Kepemilikan umum dan sarana umum yang diperlukan oleh seluruh rakyat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti air dan listrik, pengelolaannya dilakukan oleh negara. 

Adapun pengelolaan kepemilikan umum dalam Islam, ada yang pemanfaatannya dapat secara langsung oleh masyarakat umum, seperti air, padang rumput, jalan umum, laut, samudera, sungai dan lain-lain. Namun ada juga yang pemanfaatannya harus dikelola oleh negara karena membutuhkan keahlian dan teknologi tinggi serta biaya yang besar seperti pengelolaan minyak bumi, gas alam, batubara dan tambang lainnya. Maka sumber energi tersebut wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke dalam kas negara sebagai sumber pendapatan utama negara. Negara lah yang berhak mengelola, bukan pihak asing. Sehingga keberadaan negara atas sumber energi dapat diakui dan mampu menjalankan pengelolaan secara maksimal sebagai bentuk tanggung jawab peri'ayahan terhadap umat.

Wallahu'alam bi showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post