Kecelakaan Maut di Muara Rapak: Kelalaian Individu atau Dampak Penerapan Sistemik Kapitalis?


Oleh: Luluk Kiftiyah
(Muslimah Preneur)

Innalilahi wainnailaihi rojiun, kita kembali dikagetkan dengan insiden kecelakaan maut yang terjadi di turunan Rapak Balikpapan, Kalimantan Timur. Sementara, tercatat ada 17 korban, 4 orang meninggal, 3 operasi tulang, dan 1 kritis, 5 luka ringan dan 4 orang mendapatkan perawatan di ruang biasa. 

Truk tronton nomor plat KT-8534-AJ yang dikendarai Muhammad Ali usia 48 tahun itu berisikan kapur pembersih air seberat 20 ton. Truk lepas kendali persis di jalan turunan simpang Muara Rapak, mendadak rem truk blong sehingga menabrak pengendara yang sedang berhenti mengantre menunggu pergantian lampu merah di traffic light Muara Rapak. (kompas.com, 21/1/2021)

Mirisnya, kecelakaan maut ini sudah sering terjadi. Berdasarkan data dari Satlantas Polresta Balikpapan, sejak tahun 2009 sampai 2019, sedikitnya tercatat sembilan kali kecelakaan di tanjakan itu. Kecelakaan sering terjadi pada tanjakan sehingga bisa menyebabkan mobil mundur atau pada turunan yang rata-rata penyebabnya adalah rem blong. (balikpapan.pos, 18/11/2020)

Penyebab lainnya karena kondisi jalan yang tidak ideal (jelang lampu merah ada turunan tajam). Sehingga kendaraan yang bermuatan berat agak sulit melintas di sana.

Pertanyaannya, kenapa kecelakaan di tempat yang sama terjadi secara berulang? Apakah  karena kelalaian individu atau dampak kultural dan penerapan sistemik kapitalis?

Sebab, budaya meremehkan safety, ngaret, nyogok, pungli dan pencitraan sudah menjadi tradisi sehingga meloloskan kendaraan yang sebenarnya sudah tak layak pakai. 

Kecelakaan terjadi memang atas ijin Allah Swt., namun ada wilayah yang dikuasai manusia untuk mengupayakan dengan serius dan sungguh-sungguh agar hal serupa tidak kembali terulang.

Di sinilah tanggung jawab para pemangku kebijakan yang seharusnya segera melakukan tindakan pencegahan agar tidak memakan banyak korban jiwa lagi. Bukan hanya mementingkan proyek-proyek besar yang menghasilkan cuan saja.

Bukankah ibu kota baru ada di Kalimantan Timur? Jika penguasa sanggup membangun pemindahan ibu kota dengan menghabiskan Rp501 triliun, seharusnya mudah bagi mereka untuk membangun flyover guna mengurangi kemacetan dan meminimalisasi kepadatan di lampu merah tersebut.

Sebagaimana telah dicontohkan oleh Khalifah Umar ketika melihat ada kondisi jalan di pegunungan Irak (Baghdad) yang buruk, beliau segera memperbaiki jalan tersebut. Padahal jalan tersebut jauh dari pusat pemerintahan khalifah yang terletak di Madinah.

Sedangkan fakta di Muara Rapak, kecelakaan sering terjadi di jalan yang ramai, di titik yang sama, di mana tempat ibu kota berada. Namun tak kunjung ada solusi dari penguasa negeri ini. Hal ini menunjukkan bahwa penguasa telah abai terhadap nyawa rakyatnya.

Nyata sudah, ketika para penguasa berkiblat pada sistem kapitalis-sekuler, mereka bekerja bukan untuk kemaslahatan umat namun untuk kepentingan para pemilik modal. Untuk itu, sudah saatnya mengganti sistem kapitalis-sekuler dengan sistem Islam, yang berasal dari sang Maha Pencipta. Sebab hanya Islam yang mampu melahirkan pemimpin bijaksana dan bertanggung jawab atas amanah yang diembannya.

Wallaahu a'lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post