Definisi Tawakal Dalam Menuntut Ilmu

By : Adzan Fadillah A
Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Universitas Islam 45 Bekasi

Tawakal berasal dari kata arab wakalah ( وَكالة ) atau wikalah (وِكالة ) yang artinya memperlihatkan ketidak mampuan dan bersandar atau pasrah kepada kehendak Allah. Kata kerja asalnya adalah وكل yang kemudian lebih lazim menggunakan wazan tawakkala yatawakkal tawakkulan yang artinya menyerah, menyandarkan, mewakilkan, menyerahkan urusan nya kepada pihak lain. 

Menurut istilah tawakal merupakan suatu sikap bersandar atau menyerahkan segala urusan yang telah diusahakan secara total hanya kepada Allah SWT, untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudaratan baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat.

Adapun pengertian tawakal menurut Ibnu Rajab al-Hambali mengemukakan, tawakal adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah SWT dalam memperoleh kemaslahatan dan menolak mudharat dari urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan.

B. Fungsi Tawakal
Fungsi tawakal yaitu penyerahan diri atas segala persoalan kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, sehingga hati seseorang selalu bersandar dan bergantung kepada Allah SWT. Untuk itu, tawakal memiliki fungsi sebagai berikut :
a) Tidak mudah putus asa jika gagal dalam usaha.
b) Lebih tenang dalam menjalani kehidupan.
c) Terhindar dari rasa sedih yang berkepanjangan.
d) Jika berhasil dalam usaha tidak bergembira yang berlebihan.
e) Tidak menjadi orang yang takabur.

Banyak kemuliaan yang Allah Swt. berikan kepada para pencari ilmu. Allah Swt. memuliakan hamba-Nya yang menyibukkan dirinya dalam ilmu, dikarenakan hanya dengan ilmulah seorang hamba mengenal Tuhannya. Bahkan Allah berjanji menjamin rezeki pencari ilmu. Di dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw. banyak yang menjelaskan keutamaan-keutamaan para pencari ilmu. 
Diantaranya hadis Nabi Saw. dalam Musnad Asy Syihab karya Muhammad Al Qudha’i diriwayatkan oleh Sayyidina Zaid bin Haritsah :
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ تَكَفَّلَ اللهُ بِرِزْقِهِ
”Barangsiapa yang mencari ilmu, maka Allah Swt. akan menjamin dengan rezeki-nya.”

Sedangkan firman Allah Swt. Dalam QS, Al-Mujaadilah/58 : 11 :
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا قِيۡلَ لَـكُمۡ تَفَسَّحُوۡا فِى الۡمَجٰلِسِ فَافۡسَحُوۡا يَفۡسَحِ اللّٰهُ لَـكُمۡ‌ ۚ وَاِذَا قِيۡلَ انْشُزُوۡا فَانْشُزُوۡا يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ ‌ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِيۡرٌ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu; Berlapang-lapanglah dalam mejelis, lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdiri ; Berdirlah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS, Al-Mujaadilah/58 : 11).

Pelajaran yang dapat diambi yaitu. Dalam belajar, peserta didik harus tawakkal kepada Allah SWT dan tidak tergoda oleh urusan rezeki, dan hendaknya seorang yang sedang mencari ilmu tidak perlu khawatir akan jaminan rezeki dari Allah SWT. Seorang pencari ilmu harus lebih fokus dengan ilmu yang sedang ia cari, daripada rezeki yang telah dijamin atau ditetapkan untuknya. Allah SWT adalah Tuhan tak mungkin ingkar akan janjinya.

Kita menyadari bahwa dunia adalah tempat tinggal sementara, bukan Sebagai tempat tinggal yang abadi. Jikalau kita bisa memanfaatkan dunia Untuk ketaatan kepada Allah Swt, maka dengan sendirinya kita akan memetik Hasilnya baik didunia maupun di akhirat kelak.  Sedangkan jikalau kita lalai dan Akhirnya di dunia hanya menyibukkan diri dengan syahwat, maka kita akan Merugi, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini sudah diperingatkan Allah Ta'ala dalam firmannya surat QS. Luqman ayat 33

فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۗ
Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu. (QS. Luqman [31]: 33)

Imam Syafi’i mengatakan dalam syairnya, bahwa sabar dalam menuntut ilmu salah satunya adalah sabar dalam menghadapi sikap kerasnya pendidik dan jangka waktu yang lama dalam menuntut ilmu. Seperti halnya perantau dalam menuntut ilmu, mereka tentu saja tidak hanya harus sabar dalam menghadapi sikap kerasnya pendidik dan jangka waktu yang lama dalam menuntut ilmu, akan tetapi sabar dalam menjumpai kawan-kawan baru yang berbeda karakter, lingkungan baru yang mungkin suasananya berbeda dengan kampung halamannya, dan tentunya sabar dalam mengatur keuangan sebab jauh dari orang tua. 

Seperti halnya jangka waktu yang lama dalam menuntut ilmu, biasanya orang yang sudah berumur selalu mempermasalahkan masalah waktu dalam menuntut ilmu. Terkadang terbesit rasa malu bila ingin belajar ke bangku perkuliahan atau pun ke sebuah majelis karena penuntut ilmu merasa sudah bukan masa-masa umurnya untuk belajar atau menuntut ilmu lagi di tempat tersebut. Namun, perlu diketahui bahwa belajar atau menuntut ilmu itu tidak mengenal batas dimensi waktu atau seumur hidup dan bisa dilakukan di mana saja. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ
Artinya: “Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat” (HR. Muslim).

Hadits ini menjelaskan bahwa prinsip menuntut ilmu itu tidak mengenal batas usia, sejak seorang manusia terlahir sampai masuk kubur pun mereka senantiasa mengambil pelajaran dalam kehidupan, dengan kata lain Islam mengajarkan untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Seharusnya, dengan ber-sabar dalam menuntut ilmu inilah bisa dijadikan motivasi untuk meraih kesuksesan, keberhasilan, keberkahan, atau pun keberuntungan di masa yang akan datang. 

Sabar itu perihal menahan diri dari berputus asa, meredam amarah jiwa, mencegah lisan untuk mengeluh, serta menahan anggota badan dari berbuat kemungkaran. Seperti halnya dalam menuntut ilmu, kesabaran sangat diperlukan karena, kehidupan ini selalu berproses, memerlukan waktu, dan tidak instan. Ketika “melamar” menjadi murid Nabi Khidhir, Nabi Musa AS diminta memenuhi satu syarat saja yaitu sabar. Begitu pun dengan Imam Syafi’i yang berjuang menakhlukkan arah kemiskinan dalam menuntut ilmu hingga mencapai surga keilmuan berkat kesabarannya.

Modal utama dalam menuntut ilmu adalah waktu dan umur. Pergunakanlah selalu waktu luang untuk belajar, jangan menganggur apalagi malas. Jagalah waktu dengan selalu bekerja keras, belajar, berkumpul dengan para pemilik ilmu, menyibukkan diri dengan membaca mau pun mengajar, merenung, menelaah, dan menghafal serta meneliti. Terutama pada saat umur masih muda di mana masih dikaruniai kesehatan. Manfaatkanlah waktu yang sangat berharga ini agar kelak mampu mendapatkan derajat ilmu yang tinggi, karena waktu muda adalah waktu yang bagus untuk konsentrasi hati dan fikiran, karena masih sedikit kesibukan untuk memenuhi kehidupan, beban dan tanggungjawab masih ringan.

Terbiasanya mengulur-ulur waktu, pepatah Arab mengatakan, “Waktu itu ibarat pedang”. Jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang akan menebasmu. Artinya, haruslah menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu, beramal shaleh, dan lain sebagainya, agar waktu yang terus berjalan ini tidak tersia-siakan. Coba direnungkan, berapa jam kah Allah SWT memberikan waktu kepada manusia untuk bekerja, istirahat, dan berapa jamkah sisa dari itu semua? Apakah masih tetap ingin memberikan alasan kesibukan dengan adanya sisa waktu dari jam kerja dan jam istirahat? Untuk itu, hendaklah selalu memanfaatkan waktu yang ada, waktu sebaik mungkin, terutama untuk menuntut ilmu.

Post a Comment

Previous Post Next Post