Moderasi Menyemai Tafsir Sesat Atas Nash



Oleh Khaulah
(Aktivis BMI Kota Kupang)

Moderasi beragama kian masif dikampanyekan. Ustazah Iffah Rochmah dalam kanal youtube Muslimah Media Center menyampaikan bahwa moderasi beragama artinya mengampanyekan cara beragama yang lebih adaptif terhadap perkembangan kekinian dan tidak alergi terhadap nilai-nilai Barat/nilai-nilai sekuler liberal. 

Salah satu konsep yang ditawarkan dalam moderasi beragama ini ialah bagaimana memaknai teks-teks agama/nash syariat dengan pertimbangan kemaslahatan. Bagaimana agar kita tidak terbelenggu pada teks tersebut dari makna etimologisnya.

Pihak yang mengampanyekan moderasi beragama dengan lugas berdalih bahwa agama ini harusnya menjadi agama yang responsif terhadap kemajuan. Salah satu caranya ialah harus mampu mendobrak penafsiran terhadap nas-nas syariat dengan tidak hanya terpaku pada yang selama ini disampaikan oleh para mufasir atau fuqaha yang muktabar. Di bawah jubah moderasi, negeri Muslim dituntut mengkritisi ajaran agamanya sendiri. Bahkan menafsir ayat-ayat berkaitan ibadah sesuai perspektif moderasi yang mengatasnamakan kemaslahatan manusia.

Seperti wacana yang baru-baru ini menyita perhatian publik. Ialah wacana untuk memberikan zakat kepada perempuan dan anak korban kekerasan seksual, seiring diterbitkannya buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”. Mereka (baca: pengusung dan pendukung moderasi beragama) mulai mengeluarkan ide-ide agar wacana ini bisa terealisasi. Mereka berikhtiar dan optimis agar lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga yang berwenang didorong untuk mengeluarkan fatwa supaya zakat bisa dialokasikan kepada korban kekerasan seksual (suaramuhammadiyah.id, /11/2021).

Tak lepas dari wacana tersebut, penting diingat bahwasanya pengalokasian dana zakat tak bisa lepas dari delapan asnaf yang berhak menerima zakat (At-Taubah ayat 60). Salah satu golongan dari delapan golongan ini ialah riqab atau budak. Pihak pendukung moderasi beragama berdalih riqab dalam konteks sekarang tidak boleh dipahami secara tekstual yang berarti budak. Tetapi dipahami secara kontekstual yaitu orang-orang yang tereksploitasi atau teraniaya secara ekonomi. Sehingga korban eksploitasi seksual dapat dikategorikan sebagai riqab yang berhak menerima zakat.

Mereka berpandangan bahwa dengan terealisasinya wacana ini, maka kasus kekerasan seksual yang saat ini banyak menimpa perempuan dan anak akan berkurang. Bisa dihindari dan menemukan titik solusi. Selain itu, untuk membantu korban kekerasan seksual yang notabenenya berasal dari rakyat kelas bawah, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa mereka teresploitasi secara ekonomi. Dari sini tampak jelas bahwa mereka meninggikan hukum-hukum yang dirumuskan manusia padahal manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka hanya menerapkan apa yang dianggap sebagai esensi dari agama dengan alasan kemaslahatan.

Penting untuk ditegaskan bahwa zakat bagian dari ibadah. Artinya, segala hal perihal zakat seperti jumlah yang dikeluarkan. Pihak yang mengeluarkan pun pihak yang menerima bukan ditetapkan oleh manusia berdasarkan logika lemahnya, tetapi diambil sesuai yang terpatri dalam nash-nash syariat. Sehingga, wacana-wacana pun pandangan-pandangan aneh yang muncul lantaran moderasi beragama seperti menjadikan korban kekerasan seksual sebagai penerima zakat patut kita tolak.

Tentu saja tidak cukup sampai pada level mengkritisi, mewaspadai atau menolak moderasi beragama dan segala tetek bengeknya. Tetapi, kita seharusnya menyadari bahwa pandangan-pandangan atau wacana-wacana seperti ini. Melihat Islam dengan kacamata sekuler liberal hanya lahir dari sistem yang sekuler pula. Jelas, apabila kita hidup dalam naungan daulah Islam, dimana hukum Islam diterapkan secara kafah maka problematik ini bisa diatasi dengan mudah.

Oleh karena itu, kita tak boleh berhenti menyuarakan pentingnya daulah Islam yang menerapkan Islam kafah. Dengan begitu, menjadi suatu keniscayaan tak akan dijumpai adanya pihak yang dengan santainya menyuarakan moderasi beragama.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post