Isu Terorisme: Upaya Barat Menstigma Islam


Oleh Retno Purwaningtias S.IP
 (Pegiat Literasi Islam)

Ada cuplikan menarik di sebuah novel yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika yang menyinggung perihal teroris. Novel ini ditulis oleh pasangan suami-istri Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

"...Semua orang adalah teroris di muka bumi ini jika tangan mereka menggenggam kekayaan tanpa menyedekahkannya untuk umat yang terseok-seok kehidupannya. Semua adalah teroris ketika ketamakan terhadap kekuasaan, kekayaan, harta, dan rupa-rupa mengungguli empati dan simpati terhadap mereka yang kekurangan. Karena pada dasarnya, seseorang yang semakin kaya tanpa disadari dia akan semakin kikir. Semakin kikir dan semena-mena.”

Komjen Boy Rafli Amar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menyebutkan bahwa banyak kasus terorisme yang terjadi di Indonesia sepanjang Januari hingga Mei 2021. Setidaknya terdata 216 kasus. Di antara kasus yang pernah terjadi, seperti teror Gereja Katedral di Makasar pada 28 Maret 2021, aksi di sekitar Gedung Mabel Polri pada 31 Maret 2021, sampai aksi teror yang dilakukan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada Mei 2021. (nasional.kompas.com, 27/05/2021)

Aneh memang. Kata teroris acapkali diidentikkan dengan umat Islam atau ormas Islam tertentu. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam, seperti nama atau cara berpakaian akan dianggap sebagai ancaman dan sering dijadikan sasaran kemarahan, menjadi bahan ejekan, hingga dituduh sebagai teroris. 

Sebenarnya apa tafsir dari kata “teroris” itu sendiri? Apa makna dari tindak terorisme? Mengapa Densus 88 secara tiba-tiba menangkap sejumlah tokoh ulama beberapa waktu yang lalu? Apakah penangkapan tersebut adalah  bentuk islamofobia?

Isu terorisme yang terus digoreng ini merupakan upaya untuk menstigma Islam itu radikal. Tidak hanya hari ini, sebenarnya isu ini juga sudah sering dijadikan headline pemberitaan media massa. Pemerintah mengajak masyarakat untuk terus memerangi terorisme. Namun, anehnya isu terorisme selalu dikait-kaitkan dengan Islam, bukan yang lain. 

John Pieger, seorang jurnalis senior asal Australia mengatakan bahwa hakikatnya tidak ada perang terhadap terorisme, yang ada perang menggunakan alasan teroris dan radikal. Umat Islam adalah korban terbesar terorisme.

Benar saja. Umat Islam dibuat semakin takut dengan ajaran agamanya sendiri. Ulama yang berseberangan dengan pemerintah ditangkap meski sebenarnya penangkapan tersebut tidak disertai bukti yang kuat. Begitulah cara paling mudah yang dilakukan oleh para pembenci Islam untuk semakin menciptakan stigma negatif terhadap Islam.

Kalau kita merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indinesia), kata teroris bermakna “orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya dilakukan untuk tujuan politik.” Sedangkan tindakan terorisme berarti “penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan politik”. Tidak ada sama sekali yang dikaitkan dengan Islam, tidak ada sama sekali hubungannya dengan Islam.

Seharusnya yang pantas disebut teroris atau tindakan terorisme adalah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua yang sudah jelas melakukan aktivitas teror, membunuh aparat TNI dan Polri, rakyat sipil, bahkan tenaga kesehatan. Mereka juga membakar pasar, puskesmas, sekolah, dan gedung pemerintah (republika.co.id, 16/11/2021). 

Mereka secara nyata melakukan tindakan makar. Kelompok tersebut seharusnya yang layak dilabeli teroris, tetapi mengapa hanya disebut sebagai kriminal bersenjata? Hingga saat ini pun Densus 88 belum juga dikirim ke Papua untuk menindaklanjuti kelompok tersebut.

Ibaratnya, pemerintah mendadak rabun kronis saat melihat musuh negara yang sudah tampak nyata di depan mata, dan sangat agresif menangkapi para ulama yang di dalam ceramahnya terindikasi melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Demi kepentingan politik agar tidak terganggu, rezim di sistem ini melakukan pembersihan terhadap semua tokoh ulama, ormas Islam yang kerap berseberangan dengan pemerintah lalu menyisakan Islam yang “gampang diatur” oleh rezim, Islam yang mudah disuruh membaca pernyataan di depan kamera.

Kembali merujuk pada makna kata teroris dan tindakan terorisme, sebenarnya pemerintah pun bisa dikatakan sebagai teroris. Aktivitasnya yang kerap melakukan teror terhadap umat Islam, mengkriminalisasi ulama, semua dilakukan untuk melindungi kepentingan politik, maka, pemerintah pun sebenarnya adalah teroris bagi umat Islam. Atau jangan-jangan, isu terorisme ini ada bagian dari alat politik pemerintah untuk sengaja menciptakan kegaduhan karena menyembunyikan isu-isu besar yang lebih besar lagi.

Maka, benar apa yang ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais dan suaminya dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, bahwa semua yang tamak terhadap kekuasaan, jabatan, kekayaan, dan tidak peduli dengan masyarakatnya layak dilabeli sebagai teroris. Para ulama yang mereka—pemerintah—tangkap telah diteroriskan oleh pemerintah. Karena para ulama-ulama yang ditangkap adalah mereka yang menyeru pada Islam, mereka yang mendakwahkan pada umat agar menegakkan syariat Islam di negara ini.

Padahal Islam dan ajarannya tidak mengajarkan umatnya untuk berbuat kejahatan, apalagi melakukan tidak kekerasan. Maka, isu terorisme yang dikaitkan dengan Islam ini sangat bertolak belakang dengan Islam dan merupakan fitnah terhadap agama Islam. 

Namun, meskipun sering distigma buruk, Allah tetap menjaga agama ini. Terbukti semakin banyaknya umat yang berbondong-bondong masuk Islam. “Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu  membencinya. (TQS. At Taubah [9]: 32)

Umat Islam harus bangkit dan menyadari bahwa isu yang hampir basi ini adalah upaya Barat untuk membangun narasi negatif terhadap Islam melalui media-media. Barat tidak ingin Islam bangkit, karena Islam sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai yang mereka—Barat— bawa. Sekulerisme dan kapitalisme tidak akan pernah linier dengan Islam. 

Maka, sebagai umat Islam, untuk menanggapi isu seperti ini seharusnya kita mengembalikannya pada ajaran Islam yang selalu mengajarkan kebaikan, dan amar makruf nahi munkar. Tetap jadikan Islam sebagai pandangan hidup yang mengatur segala urusan manusia hingga akhirat agar tidak  mudah dicekoki oleh pemikiran-pemikiran rusak ala Barat.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post