Erupsi Gunung Semeru, Butuh Peringatan Dini (Mitigasi) dan Peringatan Illahi


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Erupsi Gunung Semeru di Lumajang-Jawa Timur, pada (4/12/2021) sekitar pukul 15.00 WIB, mengeluarkan semburan awan panas yang mengakibatkan tiga belas orang meninggal dunia dan puluhan korban luka. Sebelumnya tampak terlihat anak kecil yang masih bermain dan berlarian dalam suasana gelap tertutupi awan panas yang keluar dari erupsi gunung tersebut. Tetiba mengakibatkan warga sekitar panik berlarian untuk menyelamatkan diri dari semburan awan panas. Muncul pertanyaan, apa tidak ada peringatan dini yang diberlakukan yakni early warning system? Ini penting untuk menyampaikan informasi dan peringatan dini kepada semua pihak. Karena menyangkut nyawa dan keselamatan masyarakat.

Menurut penjelasan dari Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Lelono, bahwa sekitar pukul 13.30 WIB, pada seismograf hanya terekam getaran banjir. Tetapi, tidak ada peringatan dini hingga sekitar pukul 15.00 WIB. Dimana saat erupsi terjadi, masyarakat berhamburan panik. Ungkap Wignyo Ketua DPD KAWALI Jawa-Timur. ATA/PRS (porosnews.com, 5/12/2021)

Hal tersebut menunjukkan, negeri ini belum memiliki mitigasi bencana, yakni segala upaya untuk mengurangi resiko bencana. Seharusnya ada alarm pertama menghadapi bencana. Padahal Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat aktivitas vulkanik gunung berapi Semeru telah terdeteksi lama sejak tahun 1990. Harusnya membutuhkan alarm sebagai upaya untuk antisipasi agar tidak banyak menimbulkan korban dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan. 

Dalam upaya pengadaan mitigasi berbasis teknologi, diperlukan peran negara. Karena untuk pengembangannya dibutuhkan tenaga dan 
ketersediaan dana yang besar.
Sayangnya dukungan negara belum maksimal. Banyak kendala antara lain sumber dana untuk penelitian maupun  sumber daya manusia (SDM). Sebagaimana kita ketahui bahwa dana merupakan benturan awal, mengingat utang negara sangat besar. Untuk mengembalikan bunga utang saja tidak mampu. Paling-paling yang dilakukan dengan menambah utang lagi.

Itulah konsep sistem kapitalis sekuler, dimana pendapatan negara diperoleh dari utang riba dan menarik pajak rakyatnya. Negara berfungsi sebagai fasilitator yang hanya memfasilitasi dan memihak kepada lembaga atau pemilik modal, baik dalam negeri maupun luar negeri (asing dan aseng). Atas dasar pertimbangan untung dan rugi.

Asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan inilah yang menjadi biang keladi rusaknya tatanan kehidupan. Ini menjadi penyebab turunnya bencana dan musibah silih berganti. Dikarenakan mereka berkianat kepada Allah Swt. dan pada makhluk-Nya. Mereka adalah pemimpin yang bermaksiat dan zalim, orang-orang kaya yang sombong, bermaksiat dengan kekayaannya, dan ulama-ulama yang menjual ayat-ayat Allah Swt. dengan murah.

Mereka akan Kami hancurkan sehancur-hancurnya seperti kaum Ad, kaum tsamud, kaum Luth, kaum Nuh. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu)." (QS. al-Israa' [17]: 16)

Islam solusi Mitigasi dan Peringatan Illahi

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Mengatur semua aspek kehidupan termasuk mitigasi bencana. Negara bertindak sebagai periayah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)

Oleh karenanya, negara (khilafah) akan mendukung dan memberikan bantuan terkait mitigasi bencana. Baik dalam bentuk dana, penelitian, pengembangan dan penyebarluasan. Termasuk pembinaan terhadap masyarakat melalui penyuluhan oleh lembaga terkait atau bisa melalui berbagai media negara. 

Dengan demikian, rakyat bisa waspada mengantisipasi ketika datang bencana dan dapat dievakuasi sejak awal. Selanjutnya negara mengerahkan semua potensi untuk memenuhi hajat hidup korban bencana.

Negara khilafah asasnya adalah akidah Islam, wajib menjaga  kesalehan masing-masing individu muslim tidak terkecuali para penguasa, sehingga memiliki akidah yang kuat. Penguasa akan mengatur dan mengurusi urusan rakyat hanya dengan syariat Islam. Seandainya ajal tiba di tengah bencana akan rida dan dapat husnul khatimah.

Sayangnya khilafah warisan Rasulullah saw. untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia, belum ada di tengah-tengah kaum muslimin. Artinya khilafah belum terwujud.

Oleh karena itulah, setiap muslim seharusnya menyadari bahwa bencana dan musibah yang terjadi merupakan teguran sekaligus peringatan agar kita kembali kepada Illahi Rabby dengan berislam secara kafah dalam bingkai khilafah. 

Allah Swt. berfirman, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. ar-Rum [30]: 41)

Wallaahu a'lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post