Benarkah, Moderasi Bangun Persatuan dan Persaudaraan?


Oleh Siti Aisah, S. Pd
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

Tahun 2022 tinggal menghitung hari. Kondisi kaum muslimin saat ini tidak bisa dibilang baik-baik saja. Hal ini karena masa krisis yang dialami sejak merebaknya virus covid pun belum terlihat titik akhirnya. Menurut pemaparan ketua umum DPP PKB Muhaimin Iskandar, “Di tengah-tengah kesulitan yang ada, hal yang tidak boleh kita tinggalkan adalah persatuan dan persaudaraan di antara anak bangsa. Bahwa kasih akan merangkul persaudaraan sesama kita.” Saat perayaan Natal dan Tahun Baru yang dilaksanakan oleh DPP PKB di Kompleks Parlemen, Jakarta. 

Tak hanya itu, ketua partai yang berlambang bola dunia ini menilai bahwa saat ekonomi Indonesia masih sangat berat dan kesulitan yang dihadapi banyak warga. Sehingga adanya semangat solidaritas di tengah umat menjadi sangat penting. Wajarlah jika perayaan acara penyambutan Natal dan Tahun Baru ini dilakukan. Hal ini semata-mata merupakan bagian dari upaya bersama untuk membangun kesolidaritasan antar agama.  (Antaranews.com, 21/12/2021)

Ironis, ungkapan ini serasa dibenarkan oleh sekelompok umat. Namun, perlu ditekankan bahwasanya Islam merupakan agama perdamaian, sehingga tidak dibenarkan jika di dalamnya ada pertikaian, perpecahan ataupun konflik antar sesama muslim. Bahkan dengan non muslim sekalipun. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa persatuan dan persaudaraan dengan non muslim, sejatinya ada aturan jelas yang telah ditetapkan oleh syarak. Sehingga resistensi dengan non muslim ini bisa meminimalisir pertikaian yang merenggangkan solidaritas antar umat beragama.

Inilah konsep “moderasi” ala liberal yang digaungkan saat ini. Dengan mengatasnamakan moderasi sebagai konsep membangun persatuan dan persaudaraan antar agama. Perlu diketahui kata “moderasi” itu sendiri berarti sikap yang tidak berlebih-lebihan, menjadi penengah dari perselisihan. Kata ini pun berasal dari kata serapan “moderat” yang mengandung arti bahwa sikap yang menghindari perilaku ekstrem dan cenderung mengambil jalan tengah. Inilah konsep dasar pemikiran sistem kapitalisme.

Dalam prakteknya, moderasi beragama yang berdasar pada prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku ekstrem (baca: radikalisme). Serta mengedepankan jalan kompromi atau jalan tengah yang mengganggap semua elemen kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa adalah sama. Perlu diingat pula Islam yang berasal dari Sang Pencipta manusia adalah manhaj kehidupan yang realistik. Mengatur segala sendi-sendi kehidupan, mulai dari aturan tentang manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan dirinya sendiri, dan antar manusia dengan manusia lainnya.

Aturan antar manusia dengan manusia inilah yang menjadi dasar bahwasanya Islam adalah agama sosial yang mengetengahkan kesolidan. Agama dengan pelbagai susunan sistematika yang termaksud dalam kitab suci (baca: Al-Qur’an) dan ditambah risalah yang dibawa oleh kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw.

Tak hanya itu Islam pun ditopang oleh kekuatan kekuasaan yang bisa merealisasikan semua risalah kenabian itu. Lalu ditambah dengan adanya manusia-manusia amanah yang menundukkan jiwa disertai ketaatan akan pelaksanaannya. Praktek kehidupan pluralistik dan majemuk ini menjadi catatan sejarah peradaban manusia. Kehidupan beragama dan bermasyarakat di bawah nilai-nilai Islam. Islam dengan adil memberi perlindungan dan gambaran solidaritas di semua kalangan. Baik itu dari lintas agama, suku bangsa bahkan lintas sosial. Sehingga Islam tidak mengenal istilah mayoritas ataupun minoritas.

Isu moderasi ini perlu disikapi dengan bijak. Sehingga saat ide ini dikait-kaitkan dengan persatuan ataupun persaudaraan dan kesolidan antar umat beragama dengan ditandai keikutsertaan muslim menyambut dan merayakan kegiatan peribadatannya. Merupakan sesuatu hal yang tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan demikian wajar apabila ada sekelompok umat yang faham akan keislaman ini menentang adanya moderasi beragama yang berkonsep membangun persatuan dan persaudaraan antar umat beragama.

Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post