Remembering of “Hari Pahlawan” : Pemuda Energizer Kebangkitan


Oleh : Miftah Karimah Syahidah 
(Koordinator BMIC Jember)

10 November 1945, hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Perjuangan heroik di Surabaya hari itu menjadi puncak perjuangan para pahlawan mengusir penjajah. Tak sedikit kerugian yang ditimbulkan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat membara tak kenal menyerah yang ditunjukkan rakyat Surabaya, membuat medan perang Surabayamendapat julukan ‘neraka’ dan kota Surabaya kemudian dikenang sebagai kota pahlawan. Bahkan hari itu ditetapkan sebagai hari pahlawan, yang diperingati setiap tahunnya.

Kini, pada tahun 2021, Hari Pahlawan mengusung tema yakni 'Pahlawanku Inspirasiku'. Tema ini resmi diluncurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Tema ini diusung  agar setiap masyarakat Indonesia memiliki semangat kepahlawanan dan tergerak hatinya untuk membangun negeri sesuai dengan potensinya. Pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan diharapkan mampu menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk meneruskan perjuangan mereka. Pesan ini disampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pemuda. _Mengapa?_

Karena pemuda adalah tonggak peradaban. Tak dipungkiri, sejarah perjuangan kemerdekaan negeri ini, tak dapat dilepaskan dari peranannya. Pemuda begitu diandalkan karena memiliki karakteristik semangat yang berapi-api, kuat, penuh dinamika dan idealisme. Dengan karakternya pemuda telah menorehkan sejarah yang luar biasa. Dari zaman perjuangan kemerdekaan hingga era reformasi saat ini, pemuda memegang peran penting yang tak kenal henti untuk Indonesia. Mulai dari zaman  analog hingga digital, mulai dari generasi kolonial hingga generasi milenial, pemuda selalu spesial. 

Tentu terus terngiang di telinga, kata-kata sang proklamator Ir. Soekarno _“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia.”_ Sebuah kalimat penuh kepercayaan bahwa masa depan sebuah peradaban atau bangsa itu ditentukan oleh pemuda. 

Bicara tentang pemuda. Indonesia mendapat kabar gembira. Tahun 2020-2030 Indonesia memasuki bonus demografi. Yaitu, suatu kondisi di mana jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak produktif (di bawah 5 tahun dan di atas 64 tahun). Pada rentang waktu tersebut, diperkirakan penduduk usia produktif Indonesia akan mencapai 70 persen.

Jika dipandang dengan kacamata kapitalis liberal, bonus demografi akan menjadi ‘berkah’ bagi korporasi. Sebab, angkatan kerja produktif yang mendominasi jumlah penduduk bisa terserap pada pasar kerja secara baik. Sebaliknya, bonus demografi menjadi bencana  jika angkatan kerja tidak terserap pasar kerja dengan baik. Karenanya, perguruan tinggi mencanangkan program ‘Merdeka Belajar Kampus Merdeka’ dalam rangka menyiapkan lulusan-lulusan siap kerja. Pada akhirnya, kampus bukan lagi menjadi pabrik pencetak manusia-manusia intelek, tapi justru sibuk menyiapkan mahasiswanya menjadi tenaga kerja terdidik, yang akan menjadi keuntungan besar bagi para kapital (pemilik modal). 

Jika kita memandang bonus demografi dengan kacamata Islam, tentu bukan sekadar bagaimana generasi muda produktif bekerja sebagaimana pandangan kapitalis. Namun, lebih dari itu. Dalam peradaban Islam, generasi muda memegang peran besar. Bahkan sejak masa perjuangan Rasulullah saw., hampir 85% sahabat Rasulullah saw. adalah kaum muda. Dan tak hanya di masa lalu, peran pemuda Islam pun juga menjadi harapan besar pada masa yang akan datang. Pasalnya, prediksi Pew Research Center (PRC) asal Amerika Serikat bahwa Islam akan menjadi agama terbesar di dunia pada 2075. The Guardian menyebut, selama dua dekade mendatang, jumlah bayi yang lahir dari keluarga muslim akan menyalip jumlah bayi yang lahir dari keluarga Kristen. Analisis Pew, faktor jumlah usia muda muslim jauh lebih banyak dan tingkat kesuburan populasi muslim relatif tinggi. Oleh karena itu, potensi demografi bagi kaum muslimin adalah salah satu modal besar dalam membangun sebuah peradaban.

Apalagi, kebangkitan ideologi Islam adalah keniscayaan masa depan. Dalam The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996), Samuel Huntington memprediksi benturan peradaban yang paling keras akan terjadi antara kebudayaan Kristen Barat dan kebudayaan Islam. Bahkan Central Intelegent Agency (CIA), salah satu badan intelejen pemerintahan Amerika Serikat, pada tahun 2004 pernah memprediksikan kebangkitan umat (baca: khilafah) akan muncul kembali tahun 2020 dengan luas wilayah dari Spanyol hingga Indonesia. Dan kesadaran barat akan kebangkitan Islam dapat dilihat dari berbagai pernyataan para pemimpin Barat sendiri. George W. Bush (Jr) pada tahun 2006 pernah mengatakan, “This caliphate would be a totalitarian Islamic empire encompassing all current and former Muslim lands, stretching from Europe to North Africa, the Middle East, and Southeast Asia.” (Khilafah ini akan menjadi imperium Islam yang totaliter yang akan melintasi negeri-negeri Muslim kini dan dulu, membentang dari Eropa hingga Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Tenggara). (www.theinevitablecaliphate.com).

Kondisi ini merupakan mimpi buruk bagi barat, peradaban yang tengah mereka bangun kini terancam oleh kebangkitan Islam. Bangkitnya umat Islam yang bersatu dalam naungan Khilafah Islam merupakan lonceng kematian bagi peradaban barat. Maka dicetuskanlah berbagai upaya untuk menjegal kebangkitan Islam. Salah satunya dalah membajak potensi pemudanya.

Berbagai strategi pembajakan potensi pemuda muslim terus dilancarkan oleh barat. Salah satunya dalam peringatan Hari Pemuda Internasional 2021, termasuk Asia-Pacific Youth SDGs Summit, adalah upaya untuk memberdayakan semua pemuda demi menyukseskan SDGs yang diyakini akan menjadikan dunia lebih baik. Pelibatan para pemuda dengan prinsip “no one will be left behind” justru menyiratkan “tidak boleh ada pemuda yang lepas dari jerat eksploitasi Barat”. Dengan demikian, goal setting Youth SDGs Summit sejatinya adalah pengikisan sikap kritis pemuda terhadap berbagai kebijakan rezim neoliberal sekaligus mengaborsi kebangkitan pemuda Islam. Pemuda didorong dan difasilitasi untuk berinovasi mengatasi masalah dunia yang sejatinya disebabkan penerapan sistem kapitalis-sekuler.

Karenanya, pemuda muslim, jangan terjebak oleh pemberdayaan ala barat karena sejatinya itu adalah bentuk neoimperealisme. Saatnya para pemuda muslim menjadikan momentum hari pahlawan ini untuk menguatkan spirit perjuangan.  Pemuda muslim harus menapaki peta perubahan hakiki untuk menerapkan syariat kaffah yang hanya terwujud nyata dengan tegaknya Khilafah Islamiyah. Karena sistem Islamlah satu-satunya pilihan untuk pembangun peradaban mulia yang mensejahterakan, karena datang langsung dari Allah Swt. Sang pencipta manusia. Penerapan Islam sepanjang lebih dari 13 abad menjadi bukti nyata keunggulan Islam. Penerapan Islam secara kaffah adalah kunci terbebasnya Indonesia, bahkan dunia dari keburukan dan kesengsaraan.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post