Kasus
kekerasan seksual semakin meningkat di setiap tahunnya. Tidak terlepas kasus
kekerasan seksual yang banyak dirasakan oleh mahasiswa di kampus-kampus yang
ada di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah tetapi belum mampu
memberikan solusi tuntas dari permasalahan ini.
Akhir
ini telah terjadi kasus pelecehan seksual yang dirasakan oleh mahasiswa HI UNRI
pada Oktober 2021. Awal mulanya, ia datang ke ruangan dekan untuk melakukan
bimbingan skripsi lalu dilecehkan oleh Syafri Harto selaku dosen. Ini merupakan
bentuk ketidak-amanan perlakuan dan moral yang masih dirasakan oleh pelajar
yang seharusnya menuntut ilmu.
Belum
lagi yang telah dilansir dari Tirto.id, HopeHelps, organisasi nirbala untuk
advokasi kekerasan seksual, mencatat 30 kasus pelecehan seksual di Universitas
Indonesia dalam kurun waktu 2015-2016. Pada priode 13 Februari – 28 Maret 2019
terdapat 174 perempuan mengalami kekerasan seksual di lingkungan kampus berasal
dari 29 kota dan 79 Perguruan Tinggi di Indonesia, 88 persennya berasal dari
Universitas di Pulau Jawa. Sejumlah kasus ini merupakan kasus yang telah
dilaporkan, tetapi hampir 93 persen mahasiswi yang tidak mau melaporkannya ke
aparat hukum sebab tidak berani mengungkapkan kasus yang dialami. Hal ini
menunjukan peningkatan kekerasan seksual yang semakin bertambah di Indonesia.
Kenapa
harus ditolak dan ada penolakan?
Menyikapi
kasus kekerasan seksual ini, pemerintah Nadim Makarim selaku Mentri Pendidikan
telah mengesahkan Permendikbud No 30 Tahun 2021 tentang PPKS (Pemecahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual) di Perguruan Tinggi pada tanggal 31 Agustus 2021.
Pada Pasal 5 Ayat 2 menegaskan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual secara
verbal, fisik, non fisik atau melalui teknologi informasi dan komunikasi, bagi
yang melakukannya akan diberikan sangsi apabila korban tidak menyetujuinya.
Tetapi apabila telah ada persetujuan dari kedua belah pihak atau lebih maka
kekerasan seksual dan perbuatan menyimpang yang disebutkan didalamnya akan
dibolehkan.
Peraturan
ini banyak menuai kontroversi dan penolakan dari sejumlah anggota DPR hingga Ormas-ormas
Islam. Hal ini terjadi karena dinilai sangat bertentangan dengan konsep
moralitas dan agama. Peraturan ini dikhawatirkan akan merusak pemikiran dan
tingkah laku masyarakat lebih khususnya para mahasiswa. Sebab mahasiswa akan
mudah mengakses dan menyebarkan tontonan yang vulgar seperti pornografi maupun
porno aksi apabila didasari dengan persetujuan korban. Hal inilah yang akan membuat
para pemuda melakukan banyak penyimpangan dan kriminalitas yang akan merusak aspek psikologi maupun merusak
tingkah lakunya serta tidak akan menghargai orang lain. Intelektual muda yang
seharusnya diasah dengan pemikiran sehat dan kemajuan dalam kehidupan harus
dirusak dengan peraturan yang melegalkan kebebasan seksualitas ini.
Selain
itu, Permendikbud juga dinilai akan membuat
kehormatan perempuan mudah dirusak dan tidak memiliki nilainya, aborsi
meningkat, tingkat perceraian merajai dan banyak kerusakan-kerusakan lainnya
yang akan memberikan dampak buruk untuk kehidupan pemuda Indonesia kedepannya.
Hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah pasal yang mendukung adanya tindakan seksual di tengah kehidupan mahasiswa salah satu poin
pasal yang menyebutkan aktivitas seksual akan dilarang apabila tanpa
persetujuan korban.
Tetapi
makna kebalikannya dapat dilihat bahwa bila telah disetujui maka kebebasan
untuk melakukan tindak seksual tidak akan dibatasi bahkan dikhawatirkan akan
menjadi ajang di tengah-tengah kampus untuk berbuat seks secara bebas dan terang-terangan karena tidak ada sanksi tegas
dan landasan peraturan yang jelas oleh
negara dalam mengatasi masalah secara menyeluruh, sehingga pemahaman pemuda
sebagai intelektual yang membawa perubahan besar dalam kebaikan di kehidupan
masyarakat bahwan negara tidak diracuni oleh perbuatan menyimpang.
Landasan
peraturan yang jelas
Landasan
peraturan yang diterapkan untuk mengatasi permasalahan negara saat ini
seharusnya bukan mengambil dari paham barat yang menawarkan segala kebebasan
atau liberalisme yang diambil dari pemisahan antara kehidupan negara dengan
agama. Sebab bila peraturan negara hanya diambil dari pemikiran manusia tanpa
dilandasi dengan iman hanya akan melahirkan kembali peraturan yang sesuai dengan
kepentingan pribadi atau sekelompok orang yang bercampur dengan nafsunya saja.
Bukan pula dinilai dari kesepakatan masyarakat untuk mengambil kehidupan yang
akan melahirkan kerusakan di tengah masyarakat dan negara.
Tetapi
landasan peraturan yang dimaksud adalah landasan yang akan melahirkan peraturan
untuk memuliakan manusia, menjaga pemikiran, menjaga tingkah laku, menjaga
kehormatan dan menjaga keturunan. Semua ini tidak akan didapatkan pada sistem
negara yang memisahkan antara kehidupan dengan agama karena setiap poin
kemuliaan tadi hanya ada Ketika islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan negara.
Post a Comment