Bebas Utang di Alam Kapitalisme, Mungkinkah?


Oleh Jasli La Jate
(Penggiat Literasi, Member Akademi Menulis Kreatif)

Bagai pungguk merindukan bulan. Kiranya demikian peribahasa yang pantas untuk menggambarkan kondisi negeri ini agar terbebas dari lilitan utang. Pasalnya, utang setiap tahunnya terus meningkat. Bahkan tak jarang utang baru ditambah, guna menutupi utang lama yang sudah hampir jatuh tempo.  

Dikutip dari bi.go.id (15/10/2021), utang  luar negeri Indonesia hingga Agustus 2021 tercatat sebesar US$ 423,1 miliar atau sekitar Rp6.008 triliun, naik 2,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1,7% (yoy). Kenaikan tersebut dominan disebabkan utang luar negeri pemerintah dan Bank Sentral.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, menjelaskan, dari sisi risiko refinancing, posisi utang luar negeri pemerintah terkategori masih aman karena hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 % dari totat ULN pemerintah. (Katadata.co.id, 15/11/2021)

Fakta Utang Negara

Utang negara saat ini tak bisa dilepas dari pemerintahan sebelumnya. Terutama saat keadaan krisis tahun 1990-an yang melanda negeri ini. Utang yang terus menerus beranak pinak adalah hasil dari utang sebelumnya. Utang sebelumnya belum lunas, utang baru kembali diambil karena pembiayaan pembangunan tak cukup memadai. Sedangkan jatuh tempo sudah di depan mata. Jadilah utang kembali menjadi jalan pilihan.

Namun sangat disayangkan, angka utang yang begitu fantastis tetap dikatakan masih berada di posisi aman dan terkendali.  Sekalipun, mulai dikhawatirkan keadaannya jika terus berlanjut. Pasalnya, Peningkatan rasio utang akan makin membahayakan kredibilitas pengelolaan fiskal. Ketika pengelolaan fiskal berbahaya, pendapatan negara akan ikut terguncang. Dampaknya pembangunan infrastruktur tidak berjalan maksimal dan berpotensi negara pailit.

Penyebab Utang Meningkat

Utang menjadi salah satu jurus andalan negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme. Awalnya utang luar negeri digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, utang menjadi semacam kebutuhan bahkan kewajiban. Utang dijadikan sebagai tulang punggung negara. Tanpanya, negara tak mampu berkutik. 

Di sisi lain, negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Termasuk sarana dan prasarana. Namun, pendapatan negara tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini disebabkan karena negara mengambil kebijakan fiskal ekspansif yakni jumlah belanja negara lebih besar daripada pendapatan. Tujuannya agar perekonomian tetap tumbuh. Sehingga untuk menutupi pembiayaan yang defisit ini, utang menjadi alternatif pilihan terbaik karena lebih mudah dan praktis. 

Problem Ekonomi di Indonesia

Permasalahan ekonomi di negeri ini dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah. Padahal rezim terus berganti, model kepemimpinan terus berubah. Nyatanya, semua itu tak membuat problem ekonomi berkurang atau menjadi lebih baik. 

Persoalan ekonomi yang terus diperbincangkan dan menjadi masalah utama di negeri ini diantaranya; lemahnya pertumbuhan ekonomi, pengangguran yang tinggi, kemiskinan, kesenjangan pendapatan, inflasi yang terus menerus dan lilitan utang yang tiada henti. Semua ini menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas sampai sekarang. Terutama bagi pemegang kebijakan di negeri ini yakni pemerintah.

Padahal negeri ini memiliki sumber kekayaan alam yang begitu berlimpah. Menurut penelitian Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), Indonesia ditaksir memiliki kekayaan laut lebih dari Rp1.700 triliun. Hal ini meliputi kekayaan wilayah pesisir (Rp560 triliun), bioteknologi (Rp400 triliun), perikanan (Rp312 triliun), minyak dan bumi (Rp210 triliun), transportasi laut (Rp200 triliun), potensi kekayaan terumbu karang (Rp45 triliun), mangrove (Rp21 triliun), wisata bahari (Rp21 triliun), dan lamun (Rp4 triliun). (muslimahnews, 25/10/2019). 

Bayangkan, apabila negara mengelola semua kekayaan alam tersebut secara langsung dan mandiri tanpa perantara swasta, bisa dipastikan kebutuhan per individu akan terpenuhi. Masyarakat akan sejahtera. Masalah ekonomi akan selesai. Sayangnya, negara malah mengapitalisasi sumber daya alam itu pada asing. Semua atas nama investasi. Akhirnya, kekayaan alam tersebut tidak dapat dinikmati pemilik sesungguhnya yakni rakyat. 

Belum lagi berbicara kekayaan alam yang lain, di mana tidak dimiliki oleh negara lain seperti emas, gas alam, dan batu bara. Sayangnya hal tersebut tidak membuat permasalahan negeri ini berakhir apalagi membuat masyarakat sejahtera. Kekayaan sumber daya alam tidak sejalan dengan kemajuan negaranya. Muncul pertanyaan ada apa? 

Kapitalisme Biangnya

Sesungguhnya permasalahan utama negeri ini dan dunia adalah karena akibat sistem kapitalisme. Dengan sistem ekonomi kapitalistiknya, membuat penganutnya tidak bisa berdiri di kaki sendiri. Termasuk kesejahteraan sangat sulit diraih padahal berlimpah sumber daya.

Dalam ekonomi kapitalisme, pengusaha dan pemilik modal yang mengendalikan kepemilikan dan properti sesuai arahan mereka. Dikutip dari laman Dana Moneter Internasional (IMF), sistem ekonomi kapitalis adalah sistem di mana pelaku usaha swasta memiliki dan mengendalikan properti sesuai dengan kepentingan mereka. Permintaan dan penawaran diserahkan ke mekanisme pasar. Peran negara sangat terbatas bahkan bisa dimandulkan demi meraih keuntungan. Motif utama adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.

Tak heran, kekayaan alam berlimpah namun negara terlilit utang. Penyebabnya sumber daya alam dikelola bukan oleh negara melainkan para korporasi dan pemilik modal. Negara hanya sebagai regulator kebijakan. Alhasil, pengusaha semakin kaya raya, rakyat tak berjaya, negara tak berdaya. 

Selama ekonomi kapitalisme yang masih dipakai dalam mengatur ekonomi negara, maka bebas utang, raih kesejahteraan mustahil didapatkan. Sebaliknya, meninggalkan sistem ini dan menggantinya dengan sistem terbaik, bersumber dari Sang Maha Baik (Islam) adalah pintu keberkahan. Sehingga sudah saatnya akhiri utang negeri ini. Tidakkah kita ingin terbebas dari utang? 
Wallahua'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post