Kiblat Ekonomi Syariat, Mohon Jangan Dipandang Sekadar Manfaat!



Oleh Ammylia Ummu Rabani
(Komunitas Muslimah Peduli Umat)


Sudah penat mengurusi wabah. Kini, petinggi negeri melirik pada perekonomian syariah. Alih-alih dinilai menjadi perhatian global di tengah pandemi Covid-19 sebab nilai-nilai berbasis syariah yang dianutnya. Ekonomi syariah pun diprediksi dapat tumbuh dengan pesat pasca pandemi.
Pernyataan demikian disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam webinar International Islamic Monetary Economics and Finance Conference, Selasa (26/10/2021).

Menurutnya, seluruh dunia terus berupaya mencari mekanisme untuk dapat pulih dengan cepat dari dampak Covid-19 (bisnis.com/26/10/2021).

Setali tiga uang, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) merangkap Menteri BUMN Erick Thohir mengajak seluruh pihak bergotong royong mendukung industri syariah dalam negeri. 
Berupaya menguatkan argumennya, Erick menyatakan bahwa proyeksi penduduk muslim dewasa Indonesia mencapai 184 juta pada 2025. Ini merupakan potensi besar bagi institusi penyedia layanan syariah mengingat industri halal terus berkembang dan menyesuaikan dengan masyarakat, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Selain itu, eksistensi BSI yang masuk 7 besar bank di Indonesia yang bercorak modern pun menjadi penambah daya pikatnya. Bukan hanya itu, BSI pun dinilai berdaya saing global, serta berpotensi besar mewujudkan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan umat.

Menambah lagi kekuatan perekonomian syariah, kekayaan literasi syariah yang mulai diapresiasi masyarakat negeri ini digadang-gadang menjadi kunci utamanya. Diharapkan semakin tinggi kecintaan kepada literasi ekonomi syariah di tengah masyarakat, otomatis akan meningkatkan minat penggunaan barang dan jasa halal. 

Sambutan hangat pun tampak nyata di masyarakat. Lewat peluncuran IDX-MES BUMN 17 yang berisi saham-saham BUMN pilihan yang masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES), Internasional Halal Fair, pemberdayaan pesantren melalui program kemitraan Pertashop, webinar wakaf produktif, pelatihan dan pendampingan sertifikasi halal gratis, hingga pengembangan kawasan kuliner halal berbasis budaya, semua menaruh ekspektasi.
Masyarakat memandang program tersebut bagai angin segar di tengah keterpurukan.  (republika.com/23/10/2021).

Namun, lagi-lagi masyarakat harus meyakinkan diri. Juga perlu memastikan kembali, sebenarnya apa motif di balik ajakan para menteri ini untuk mendukung perekonomian syariah? Pasalnya bertubi-tubi mereka mengumbar janji dan menjadi PHP (Pemberi Harapan Palsu) bagi masyarakat negeri ini. 

Berlebih lagi jejak rekam condongnya mereka pada syariah, kerap kali karena dorongan syahwat kapitalisnya, bukan lahir dari dorongan iman takwa sebagai hamba dari Allah Ta’ala. Profit oriented masih menduduki rank utama, tapi berkah oriented entahlah diposisikan nomor berapa. 

Tak perlu heran karena Indonesia memang bukan negara yang berasaskan Islam. Mereka membidik pada syariat jika dinilai ada manfaat. Jika dianggap mengancam, maka mereka tak tanggung-tanggung untuk mencampakkan.

Jika begitu, bagaimana mana Islam mendudukkan perkara ini? Sebagai seorang Muslim maka kita mesti menganalisisnya secara mengakar, jangan terjebak pada permukaannya saja. Syariat Islam hadir untuk menjadi solusi dari setiap permasalahan yang hadir dalam setiap aspek kehidupan manusia, tak terkecuali bidang ekonomi. Sehingga ajakan untuk merapat pada syariat mestilah diluruskan tujuannya. Karena seseorang akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya. Selain itu, syariat pun sifatnya integral, menyalahi jika dibuat parsial.

Jika petinggi negeri ini menyerukan ajakan pada ekonomi syariah untuk mencapai kesejahteraan, maka harus juga ada ajakan pada politik syariah, sosial syariah, budaya syariah, pertahanan syariah, pendidikan syariah, terutama kepemimpinan syariah. Semua itu tentu mengarah pada landasan Al-Quran dan As-Sunah bukan kompromi manusia yang rentan dengan keterbatasan.

Jika ajakan pada ekonomi syariah demi mewujudkan kesejahteraan, maka Islam memandang bahwa kesejahteraan bukan hanya dari aspek ekonomi semata. Definisi kesejahteraan dalam Islam adalah kondisi saat seseorang dapat mewujudkan semua tujuan syariat (maqashid asy-syariah), yaitu terlindungi kesucian agamanya, keselamatan dirinya, akalnya, kehormatannya, dan hak miliknya/hak ekonominya.

Oleh sebab itu, alangkah sempurnanya jika Bapak dan Ibu Menteri serta jajaran petinggi negeri ini semakin memperkaya juga literasi syariah Kaffah guna menerapkannya di negeri kita tercinta dalam kepemimpinan Islam. Sehingga kesejahteraan paripurna akan bisa terlaksana. Hidup taat syariat niscaya menuai maslahat dan rahmat. 

Barangkali luput dari perhatian Bapak dan Ibu Menteri bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman.
 “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”(QS Al-Anbiya’: 107)

Adanya syariat membawa maslahat, menolaknya mendatangkan mudharat. Tentulah negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini menginginkan kesejahteraan  juga keberkahan dalam kehidupannya. Jangan tunggu nanti, fafirru ilallaah untuk menerapkan syariat Kaffah dalam kepemimpinan Islam (khilafah). 
Wallahu’alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post