Antara Berpikir Rendah, Dalam dan Mustanir


Oleh Ita Badriatin
Pengusaha dan Aktivis Peduli Generasi

Terkadang beberapa hal yang kita harapkan, usahakan, dan perjuangkan, tak jua kita dapatkan. Tak jua kita menangkan hingga akhirnya kita menyerah, putus asa dan bahkan menangisi kehendak Allah yang terjadi pada diri.

Wahai diri, ada sangat banyak rahasia Allah yang tidak bisa kita tebak. Semua tidak terjadi begitu saja melainkan atas kehendak-Nya. Tapi yakinlah setiap kisah yang ditetapkan-Nya adalah yang terbaik untuk kehidupan yang kita miliki, meski kisah tersebut sama sekali tidak membuat kita baik.

Bersabarlah dengan kesabaran yang tinggi, ketahuilah sesuatu yang terjadi pasti karena sebuah alasan, sebab Allah Mahatahu yang terbaik untuk setiap hamba-hamba-Nya.

Dan bersabar jangan hanya sekadar tahu bahwa semua itu adalah sebuah takdir Allah, tetapi berusahalah untuk memahami dan menelaah setiap kejadian yang telah Allah hadirkan kepada kita, hingga sadar akan hikmah yang terkandung di balik kejadian tersebut.

Berpikirlah yang mustanir (cemerlang), jangan berpikir dalam apalagi dangkal. Seseorang yang berpikir dangkal biasanya  terjadi saat seseorang kurang teliti saat mengamati sesuatu, ditambah kurang pengetahuan di dalam otaknya. Akibatnya, ketika berpikir tentang sesuatu yang sedang diamati sering terburu-buru dalam menyimpulkan bahkan bisa salah kaprah. 

Berpikir dalam terjadi jika seseorang teliti saat mengamati sesuatu ditambah banyak pengetahuan yang tersimpan di otaknya. Orang yang berpikir mendalam akan menghasilkan kesimpulan  sesuai kenyataan tentang sesuatu yang diamatinya.  Sayangnya dia tidak melibatkan keberadaan Allah Swt dalam berpikirnya. 

Sedangkan berpikir mustanir terjadi jika seseorang teliti saat mengamati sesuatu, di saat bersamaan ia juga mengamati segala sesuatu yang ada di sekitarnya seperti manusia, alam dan kehidupan di dalamnya. Otaknya berisi pengetahuan yang membuatnya bisa membuktikan keberadaan Allah. Singkat kata, orang yang berpikir mustanir selalu bisa membuktikan adanya Allah tatkala memikirkan apapun yang dia amati. 

Berpikir mustanir (cemerlang) merupakan solusi cepat dan tepat untuk menelaah setiap hal yang menghampiri, sehingga bukan luka yang terasa melainkan spirit untuk memaksimalkan diri dalam menunaikan hak-hak Allah Swt. untuk meraih pahala, ampunan serta rida-Nya.

Seperti apakah yang dimaksud spirit memaksimalkan diri meraih pahala, ampunan serta rida Allah Swt?
Salah satu contoh yang kualami kemarin siang dan pagi ini, dengan bekal semangat dan cinta, dibuatlah akad dengan seseorang untuk menjenguk saudara seperjuangan yang lagi Allah uji dengan sakit. Qodarullah tekanan darah beliau naik sehingga tidak bisa dijenguk.
Malam harinya ada chat lagi dari seseorang, tapi statusnya sama yakni saudara seperjuangan yang menawarkan menjenguk saudara yang sakit yakni yang mau kujenguk tadi siang. Berlandaskan cinta karena Allah tak menyurutkan semangat untuk tetap  menjenguk meski tadi siang sudah tidak tersampaikan maksud hati dengan segala persiapannya.

Lagi-lagi Allah menetapkan yang berbeda dengan keinginan hamba-Nya. Pagi ini beliau sedang teraphy sehingga bakda Maghrib baru bisa dijenguk, kegagalan kedua kualami, spontan statement-statement muncul dibenak , "kirain sudah konfirmasi yang ngajak jenguk pagi" (salah satu statementku), lagi² keyakinan itu butuh konsekuensi,  salah satunya meyakini  "hal yang menimpa pastilah terbaik dari Ilahi Robbi".
Dengan menyadari hal ini,  kami pulang dengan buah tangannya juga. Sepanjang perjalanan pulang hati dan pikiran berdiskusi, hati berkeyakinan apa yang sudah kuupayakan takkan bebas nilai toh niatnya lillah. Pikiranpun menguatkan hati, untuk tetap semangat pantang menyerah dalam hal kebaikan, dengan mengingat pahala menjenguk saudara yang sakit sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

 “Apabila seseorang berkunjung pada saudara muslimnya (yang sedang sakit), maka seolah-olah dia berjalan-jalan di surga hingga duduk. Apabila telah duduk, maka akan dituruni rahmat dengan deras. Apabila dia berkunjung saat pagi hari, maka sebanyak tujuh puluh ribu malaikat akan mendoakannya supaya diberi rahmat sampai sore hari. Apabila dia berkunjung saat sore hari, maka sebanyak tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya supaya diberi rahmat sampai pagi hari.'”

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, dimana Ahmad Syakir menyatakannya sebagai hadits yang shahih.

MaasyaaAllah....
Pahala luar biasa yang Allah janjikan meniscayakan adanya keyakinan, dan tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan kesabaran sebagai wujud pengorbanan.
Apalagi untuk meraih pahala yang lebih baik lagi yakni pahala amar ma'ruf nahyi munkar sebagaimana sabda Rasulullah :

" أَفْضَلَ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِر ٍ"

“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya)

«سَيِّدُ الشُهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدُ الْمُطَلِّبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ»

“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zhalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath)

Itulah sedikit paparan tentang berpikir mustanir(cemerlang), sedangkan orang yang berpikir dangkal cenderung menjadikan fakta sebagai sumber hukum, sekali gagal ia enggan mengulangi, karena tidak mau menanggung kerugian lagi berupa tenaga, waktu bahkan sedikit harta yg sudah dibelanjakan untuk buah tangan, berbeda lagi dengan orang yang berpikir mendalam, ia akan mencoba yang kedua bahkan ketiga kalinya,  ia juga  mencari informasi kapan beliau bisa dijenguk, namun tidak sampai menyimpulkan bahwa sakit ini adalah bentuk kasih sayang pada hambanya.
Contoh mudahnya, ketika ada seekor bunglon, orang yang berpikir dangkal akan bilang kalau itu sesuatu yang ajaib, sedang yang berpikir mendalam akan meneliti ada zat apa pada bunglon tersebut, sedangkan yang berpikir mustanir akan menyadari siapa perancangn agar sel kromotofor yang ada di kulit bunglon itu mengatur saat terkena cahaya matahari ataupun perubahan suhu, perasaan terancam, atau rasa tertarik terhadap bunglon betina, sampai muncul kesimpulan "Bunglon itu menjadi tanda kekuasaan Allah"

Jadi....
Bersabarlah bila sekali, duakali bahkan tigakali ajakanmu ditolak, karena ini proyek besar dengan Allah yang tidak akan pernah ada kerugiannya, karena bukan cuma pahala luar biasa yang akan kita raih bila berhasil menyeru seseorang, ampunan Allahpun InsyaaAllah kita dapatkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).

Satu hal lagi spirit untuk tetap inovatif, bahwasanya upaya kitapun akan tercacat pahala selama terpenuhi syarat-syarat ikhsanul amal, dan hanya ikhtiar inilah wilayah yang kita kuasai, terkait hasil itu wilayah Allah SWT.

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post