Racun Berbalut Madu Dibalik Pungutan Pajak Ala Kapitalis


Oleh  Ummu Abror
Pengajar
 
“Orang Bijak Taat Bayar Pajak” begitulah slogan-slogan yang sering kita lihat di poster-poster sudut-sudut kota. Dari seruan itu pemerintah seolah ingin menarik minat masyarakat agar mereka taat dalam membayar pajak. Tidak hanya itu, janji manis pun diobral sebagai “angin segar” yaitu dengan menghapuskan sanksi administrasi atau denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan P2 untuk masa pajak tahun 1994-2020. 

Seperti dilansir dari Prfnews.com pada 24 Juli 2021, Bupati Bandung Dadang Supriyatna telah mengumumkan tentang Peraturan Bupati (Perbup) No. 44 terkait Kebijakan Intensif Pajak Daerah Terdampak Wabah Covid-19.

Telah ditetapkan bahwa hotel, restoran, tempat hiburan, parkir, serta air tanah, penghapusan pajaknya pun juga dihapuskan untuk masa pajak tahun 2020 hingga Juni 2021. Menurutnya hal itu dilakukan untuk meringankan beban masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang masih terjadi.

Segala upaya nampaknya telah ditempuh pemerintah untuk menggenjot sektor pajak ini. Pasalnya, dalam sistem kapitalis pajak merupakan suatu bagian yang fiskal. Kebijakan ini dianggap dapat membantu negara mencapai kestabilan ekonomi dan bisnis karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diperolehnya. Pemungutan ini dianggap sebagai cara efektif untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit anggaran negara, serta membantu melunasi utang yang kian membengkak. Itulah sebabnya dalam negara Kapitalis, pajak menjadi sumber pendapatan tetap bagi negara.

Wajar jika kemudian, kebijakan ini begitu gigih disosialisasikan  karena dianggap sebagai pendapatan negara yang menjadi andalan untuk membiayai semua pengeluaran negara termasuk untuk anggaran pembangunan. Terhambatnya pembayaran pajak jelas akan berpengaruh besar karena dapat mengurangi pemasukan pendapatan negara.
Adapun klaim yang menyatakan bahwa pemasukan dari pajak ini akan masuk ke dalam kas negara dan akan dikembalikan lagi kepada rakyat nyatanya hanya bualan semata. Karena faktanya, seiring meningginya hutang negara serta tumbuh suburnya praktek korupsi yang terungkap seolah menjadi hal yang sulit untuk dipercaya oleh masyarakat luas.

Hal ini disebabkan pengaturan negara ini disetir oleh sistem kapitalisme global yang menjadikan para penguasa sebagai kaki tangan mereka. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil tidak pernah akan berpihak kepada rakyat melainkan berihak kepada kepentingan para pemilik modal. 

Adapun penghapusan denda pajak ini dimaksudkan agar para penunggak pajak segera membayarkan pajaknya, bukan semata-mata peduli terhadap nasib rakyatnya. Ironis memang, karena hal ini terjadi di tengah melimpahnya sumber daya alam yang seharusnya mampu untuk menyejahterakan rakyatnya. 

Dalam Islam, sesungguhnya tidak ada pajak yang diambil dari masyarakat seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis. Nabi saw. mengatur urusan-urusan rakyatnya tidak dengn cara memungut pajak atas rakyatnya. Bahkan ketika beliau mendapati bahwa orang perbatasan daulah mengambil pajak atas komoditi yang masuk ke dalam negeri maka beliau melarangnya dan bersabda:
“Tidak masuk surga pemungut cukai”. (HR Ahmad dan dishahihkan oleh al-Hakim).

Tidak dipungkiri, memang dalam Islam pun dikenal dengan adanya pajak, yang dikenal dengan istilah daribah. Akan tetapi penerapan dan pengaturannya sangat berbeda dengan pajak pada sistem kapitalis. Syaikh Abdul Qadim Zallum mendefinisikan daribah sebagai harta yang diwajibkan Allah Swt. kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di baitulmal. Bahkan penarikannya pun tidak dikenakan kepada setiap orang tetapi pada muslim yang kaya saja dan tindakan pemungutan bersifat tidak tetap dan tidak terus menerus.

Sedangkan pos yang bersifat tetap yaitu, dari: fai, Jizyah, Kharaj, Usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram milik pejabat dan pegawai negara, Khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris dan harta orang yang murtad.

Begitulah Islam dengan sistem pemerintahannya yaitu khilafah akan memberlakukan semua aturan berdasarkan syariat Islam termasuk dalam sistem keuangan negara. Sehingga jika seluruh syariat Islam diterapkan akan tercapai kesejahteraan merata pada seluruh lapisan masyarakat sebagai perwujudan Islam Rahmatan Lilalamin.
Wallahu a’lam bi ash Shwwab.  
 
 

Post a Comment

Previous Post Next Post