Memimpikan Fasilitas Layak di Sistem yang Terkoyak

Oleh : Indah Yuliatik 
(Komunitas Pejuang Pena)

Standart kelayakan bangunan sangat berpengaruh terhadap ketahanan bangunan dari cuaca, gempa dan bencana alam. Jika standart kelayakan tidak terpenuhi, maka kenyamanan dan kekuatan bangunan akan diragukan. Akibatnya pun bisa fatal, bisa menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiel. Begitu juga dengan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, harus terpenuhi kelayakan bangunan agar menunjang proses belajar mengajar.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 45 disebutkan: (1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. (2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dikutip dari antaranews.com (6/11/19), berdasarkan data Dinas Pendidikan Jember, Jawa Timur tercatat total ruang kelas SD yang rusak berat sebanyak 850 ruang yang tersebar di 361 lembaga SD negeri dan swasta, sehingga dianggarkan perbaikan sebanyak 510 ruang kelas di tahun 2019 dan 330 ruang kelas di tahun 2020. 

Di Jombang, Kegiatan belajar mengajar di salah satu ruang kelas di SDN Kepuhkembeng 1 Jombang, Jawa Timur, Rabu (6/11). Hampir semua ruangan rusak berat mulai ruang kelas, UKS, mushala maupun laboratorium sekolah. Bahkan, kondisi atap bangunan sudah tak sejajar. Kondisi terparah terlihat di ruang kelas 6 dan kelas 5. Bagian ini atap terpantau jebol. Beberapa sisi tembok juga retak. Hampir setiap hari, bangunan tersebut masih dipakai kegiatan belajar mengajar siswa. Padahal setahun lalu, atap tersebut pernah ambrol dan ada tiga siswa yang menjadi korban karena terluka di kepala. (jawapos, 6/11/19)

Saat membahas APBD 2019, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo mengungkap betapa banyak gedung sekolah yang rusak. Di jenjang SD, ada 229 ruang kelas yang rusak berat dan 264 unit rusak sedang. Di tingkat SMP, jumlah ruang kelas yang rusak berat mencapai 183 unit. Sebanyak 258 unit ruang kelas rusak sedang. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo Asrofi menjelaskan, sebagian besar perbaikan sekolah rusak di Sidoarjo dibiayai dengan dana daerah Kabupaten Sidoarjo sendiri pada 2017, Pemkab semula hanya memasang Rp 27 miliar. Lewat perdebatan panjang, akhirnya DPRD memaksa Pemkab menambah anggaran menjadi Rp 62 miliar.  Menurut legislator PDIP Tarkit Erdianto, pada 2016–2018, rehabilitasi sekolah rusak dikerjakan pihak yang tidak kompeten. ’’Belum setahun, kelas rusak lagi,’’ katanya. (jawapos, 17/11/19)

Siswa kelas I sampai VI SDN Mojosetu, Gondang, Nganjuk, tidak bisa belajar di dalam kelas. Pasalnya, enam ruang kelas di sana semuanya rusak. Termasuk dua ruang kelas yang baru direhab akhir 2018. Akibatnya, siswa terpaksa belajar di teras kelas, perpustakaan, dan musala. Siswa kelas VI terlihat belajar di ruang perpustakaan. Sementara siswa kelas III, IV, dan V belajar di teras kelas. Sedangkan siswa kelas I dan II menempati musala sekolah. ”Sudah hampir dua tahun belajar di perpustakaan,” ujar salah seorang siswa SDN Mojosetu. Siswa yang sebentar lagi menempuh ujian nasional (UN) itu harus belajar di ruangan yang sempit karena plafon kelasnya ambrol. Hingga pertengahan November ini belum kunjung diperbaiki.

Kerusakan yang sama terjadi di ruang kelas III, IV, dan V. Akibatnya, siswa tiga kelas tersebut harus belajar di teras kelas. Nasib yang hampir sama dialami adik kelas mereka. Siswa kelas I dan II terpaksa belajar di musala. Sebab, dinding ruang kelas mereka sudah retak-retak hingga menyisakan rongga sekitar 1,5 meter. Kerusakan dua kelas yang terakhir itu jadi pertanyaan banyak pihak. Sebab, dua ruang kelas tersebut baru direhab akhir 2018. Dana perbaikan mencapai Rp 321,9 juta. Anggaran itu termasuk untuk perbaikan ruang kantor. Tetapi, dua bulan lalu atau baru dipakai sekitar sembilan bulan, ruang kelas kembali rusak. (jawapos, 19/11/19)

Kurang maksimalnya sarana dan prasarana menimbulkan dampak yang luar biasa bagi anak didik. Ruang belajar yang tidak nyaman, fasilitas minim karena terdapat banyak kerusakan, suasana yang tidak kondusif karena tidak belajar di ruang kelas. Nampak jelas menyengsarakan anak didik.

Selain itu, pembatasan biaya fasilitas pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah semakin menambah rumit dunia pendidikan. Efeknya pembangunan gedung tidak berkualitas dan menimbulkan gedung ambruk lebih dini. Kualitas gedung tidak maksimal karena material dikurangi akibat minimnya dana pembangunan yang diberikan oleh pemerintah. 

Minimnya standart pembangunan fasilitas-fasilitas pendidikan nampak jelas menyengsarakan rakyat. Penyebab utamanya adalah penerapan sistem kapitalisme dan neo liberalisme. Inilah bukti kegagalan penerapan sistem kapitalisne neo liberalisme di Indonesia untuk meraih kesejateraan dan keadilan melalui sistem pendidikan. Negara gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Efeknya, negara menghancurkan masa depan pendidikan anak bangsa karena tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama.

Masa kejayaan Islam telah membuktikan pengurusan pendidikan umat denfan sangat baik oleh negara. Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M). pada masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-Quran dan para ulama di bidang agama. Landasannya mendorong manusia untuk menuntut ilmu dan mengembangkan ilmu pengetahuan. 

Sebagaimana yang tercantum dalam ayat Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 9: 
"Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. "

Kemajuan peradaban yang dicapai pada masa Bani Abbasiyah tidak terlepas dari tersedianya fasilitas-fasilitas yang diperuntukkan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, seperti perpustakaan, lembaga penelitian, buku-buku dan lain-lain. Masyarakat yang ada pada saat kejayaan pendidikan Islam, merupakan masyarakat yang cinta ilmu pengetahuan, mereka berlomba-lomba untuk menuntut ilmu.

Pendidikan dalam Islam adalah wajib, kewajiban ini tidak terbatas umur, jenis kelamin maupun jabatan. Pendidikan wajib dilaksanakan oleh semua masyarakat. Sesuai Hadist Rasulullah SAW
”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

Pendidikan seperti ini tidak akan pernah bisa didapat di sistem yang rusak, hal ini hanya bisa diperoleh dibawah naungan daulah Khilafah yang menerapkan aturan-aturan dari Allah SWT. Penerapan Islam secara Kaffah yang menerapkan hukum-hukeum Al Qur'an dan Sunnah.
WaAllahu 'alambishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post