Ironi Pendidikan dalam Cengkeraman Kapitalis-Sekuler

Oleh : Triana Noviandari
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif

Miris menyaksikan kondisi pendidikan di negeri ini. Segudang permasalahan pendidikan mulai dari sarana pendidikan yang tidak memadai misalnya,  dengan kejadian  ambruknya atap gedung SDN Gentong, Gadingrejo, Kota Pasuruan. Mengakibatkan dua orang tewas dan belasan siswa mengalami luka-luka. Dua orang yang meninggal adalah satu orang siswa dan satu orang guru pengganti. Ironisnya,  peristiwa ini tidak hanya terjadi di Pasuruan tetapi terjadi pula di wilayah-wilayah yang lain.

Selain itu, kasus lain yang meningkat di dunia pendidikan yang menimpa kalangan pelajar adalah kasus narkoba, seks bebas, aborsi, tawuran,  bahkan menjadi pelaku kriminal . Ditambah dengan bergantinya kurikulum setiap pergantian menteri, hingga  buku pelajaran agama Islam yang terus dikebiri menjadi fenomena biasa di dalam sistem pendidikan Indonesia.

Kualitas pendidikan Indonesia sangat menyedihkan. Seperti yang dilansir vivanews (5/12/2019), Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA), pada Selasa (3/12) di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara.

Data ini menjadikan Indonesia berada di peringkat enam terbawah, masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika dan sains.

Selain soal mutu pendidikan yang kalah dibandingkan dengan negara lain, tingkat pengangguran di negeri ini pun berada pada angka TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 5,01%, dan Indonesia berada di urutan kedua terbanyak di antara negara-negara ASEAN. Jika tidak ada Filipina yang memiliki tingkat pengangguran sebesar 5,1% (per Juni 2019), maka Indonesia menjadi negara yang tertinggi tingkat penganggurannya. Angka pengangguran lulusan SMK   masih mendominasi di angka pengangguran 8,92% dari total tingkat partisipasi angkatan kerja. Disusul 7,92% dari lulusan diploma.

Solusi Pemerintah Mengatasi Masalah Pendidikan

Periode sebelumnya pengangguran dan ketersediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri adalah pekerjaan rumah yang hingga kini belum kelar di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir.

Untuk mengatasi masalah tersebut Nadiem Makarim ditunjuk Jokowi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Indonesia Maju. Meskipun Nadiem tidak memiliki rekam jejak dalam bidang pendidikan, tapi pemerintah menaruh harapan besar kepada CEO GOJEK ini. Dengan usia yang tergolong muda,  35 tahun yang sukses menjadi pebisnis 'start up' dan banyak menggeluti bidang teknologi informasi. 

Pemerintah mempunyai alasan yang kuat memilih sosok pebisnis muda ini. Presiden Joko Widodo menyebut salah satu fokus kabinet yang diberi nama  Indonesia Maju ini adalah pembangunan sumber daya manusia yang bakal digarap secara bersama. Nadiem mengatakan akan membuat terobosan signifikan dalam pengembangan SDM. Dengan menyiapkan SDM yang siap kerja, dan link and match pendidikan dengan industri. 

Selang satu bulan dilantik menjadi Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Nadiem Makarim membuat lima kebijakan untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia. Seperti dilansir oleh tempo.co. Kepala BKLM Ade Erlangga dalam acara Fasilitasi Hubungan Kehumasan Kemendikbud, Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) di Kuta, Bali, Kamis, 14 November 2019 mengungkapkan lima kebijakan tersebut adalah: 

Pertama, memprioritaskan pendidikan karakter dan pengamalan Pancasila. 
Kedua, memotong semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi.
Ketiga, pemerintah membuat kebijakan yang kondusif untuk menggerakkan sektor swasta agar meningkatkan investasi di sektor pendidikan.
Keempat, semua kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamakan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif.
Kelima, memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan baik daerah terpencil maupun kota besar untuk mendapatkan kesempatan dan dukungan yang sama untuk pembelajaran.

Selanjutnya adalah mendukung program pemerintah untuk memberangus radikalisme yang diusung oleh para menteri terkait di kabinet maju Jokowi. Hal ini tampak melalui kebijakan Kemenag, Fachrul Razy yang merombak 155 judul buku pelajaran agama yang kontennya dianggap bermasalah, termasuk soal khilafah. Perombakan dilakukan untuk seluruh buku pelajaran agama mulai dari kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 12 sekolah menengah atas. Nadiem Makarim mendukung langkah Kementerian Agama tersebut. 

Cengkeraman Kapitalis Sekuler 

Kebijakan yang diambil Menteri Nadiem Makarim tampaknya hanya mengarah kepada solusi teknis dan belum menyentuh akar permasalahan pendidikan saat ini. Karena pendidikan karakter yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan yang sebelumnya pun tidak bisa merubah output peserta didik menjadi lebih baik akhlaknya. Justru yang tampak generasi bangsa ini semakin tambah rusak. Disebabkan buramnya standar kebenaran  tentang halal dan haram di masyarakat. Terlebih lagi dengan dijunjungnya asas sekularisme dan liberalisme di negeri ini, tentu memiliki efek terhadap sistem pendidikan yang diterapkan. 

Negara telah menjunjung tinggi nilai sekularisme yang menjadikan agama sebagai moralitas dan ibadah ritual saja. Agama tidak boleh mengatur aspek publik seperti ekonomi, sosial,  budaya, pemerintahan, hukum serta pendidikan. Sehingga, pendidikan karakter yang dicanangkan tidak jelas arahnya. 

Ditambah lagi dengan narasi besar pemerintah yang menganggap strategi isu melawan radikalisme sebagai agenda prioritas. Jelas sekali rancangan kebijakan dan pernyataan para menteri mengarahkan radikalisme identik dengan Islam. Hal ini secara tidak langsung telah menjauhkan Islam dari generasi bangsa supaya mereka tidak lagi menjadikan Islam sebagai landasan hidup. Langkah untuk menderaskan isu melawan radikalisme membuat generasi bangsa ini terjangkit islamophobia. Isu radikalisme yang dihembuskan membuat mereka enggan untuk mempelajari Islam lebih jauh karena takut dengan label radikal, ekstrimis  yang akan disematkan kepada mereka. Ketika mereka benar-benar menjalankan Islam secara kaffah. Generasi bangsa  lebih merasa nyaman bila label yang melekat pada diri mereka adalah label Islam moderat dibandingkan dengan Islam kaffah. Hal ini menjadi salah satu agenda pemerintah dan Barat untuk menjerumuskan pemuda kepada kehancuran identitas generasi muslim.

Kebijakan Nadiem selanjutnya, menciptakan suasana yang kondusif untuk menarik swasta berinvestasi. Tampak kebijakan ini sangat kental dengan pengaruh kapitalisme dengan memberikan peluang kepada swasta untuk berinvestasi dalam bidang pendidikan. Poin ini mengindikasikan bahwa akan terjadi persaingan antara institusi-institusi pendidikan dengan institusi-institusi swasta. Institusi swasta bisa masuk melalui pemberian pinjaman, beasiswa, hibah, memberikan peluang kepada mahasiswa Asing untuk melakukan berbagai penelitian. Berbagai bantuan atau pinjaman sengaja dikucurkan agar kebijakan institusi pendidikan tersebut tunduk dengan kepentingan Asing.

Kebijakan selanjutnya adalah pendidikan yang berorientasi pada menciptakan lapangan pekerjaan untuk menghasilkan generasi pekerja. Hal ini sesuai dengan paradigma pendidikan kapitalistik bahwa sekolah tidak lebih dari institusi yang menghasilkan tenaga kerja murah dan mudah dieksploitasi. Sehingga sekolah hanya sebagai produsen tenaga kerja pesanan pasar. Lembaga pendidikan akhirnya orientasinya hanya bagaimana menciptakan peserta didik sebagai tenaga terampil, sementara pembinaan kepribadian terabaikan. Akhirnya, output yang dihasilkan dari peserta didik pada saat proses belajar mengajar orientasinya adalah agar cepat lulus, segera mendapat pekerjaan yang layak dan segera mengembalikan modal orang tua yang telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk biaya pendidikan. Namun realitasnya justru lulusan lembaga pendidikan semakin menambah angka pengangguran. 

Kemudian dalam solusi pemerataan pendidikan yaitu dengan memperkuat teknologi, sebenarnya tidak sinkron dengan permasalahan pendidikan yang terjadi. Persoalannya bukan masalah teknis atau penggunaan teknologi pendidikan. Tapi terkait dengan sudut pandang penguasa terhadap tugas melayani pendidikan rakyat. Juga terkait dengan asas kapitalisme yang selama ini menjadi dasar sistem pendidikan Indonesia.

Karena biaya pendidikan yang sangat tinggi, maka pendidikan hanya bisa diakses oleh orang kaya sehingga pendidikan hanya dinikmati segelintir orang. Sementara orang miskin sangat sulit mendapatkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Pendidikan yang bermutu dan berkualitas memang memerlukan biaya yang sangat mahal. Namun tidak berarti kemudian bebannya harus ditanggung oleh rakyat. Seharusnya hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi,   dalam sistem kapitalisme peran negara hanya sebagai regulator dalam aspek pelayanan terhadap rakyat termasuk pembiayaan pendidikan. Maka sebagai akibatnya, pihak sekolah dan perguruan tinggi jungkir balik mencari dana. Kemudian solusi yang diambil oleh institusi pendidikan adalah dengan menaikkan biaya pendidikan. Jadilah pendidikan semakin mahal.

Hal ini menjadi jelas. Penyebab dari akar permasalahan pendidikan yang terjadi adalah akibat dari asas kapitalisme sekuler yang menjadi dasar sistem pendidikan Indonesia. Sehingga kurikulum dan tata kelola hanya berorientasi pada materi. Inilah yang menjadikan pendidikan tidak efektif.

Perbaikan teknis pendidikan memang bisa membawa perubahan tapi tidak menyelesaikan problem utama. Solusi teknis model begini, bahkan bisa berbahaya karena mengakibatkan pendidikan jauh dari hakikatnya.

Berharap bahwa pendidikan menjadi ideal kepada sistem pendidikan kapitalis sekuler ibarat pungguk yang merindukan bulan. Sebab, pendidikan ideal tidak akan pernah terwujud selama sistem yang digunakan adalah sistem kapitalis sekuler. Maka, sudah selayaknya beralih kepada sistem pendidikan yang unggul membangun generasi dari sisi intelektual dan kepribadiannya. Dimana semua itu hanya akan  dapat terealisasi ketika sistem pendidikan menggunakan sistem Islam yang komprehensif dan diridai Allah Swt.

Sistem Pendidikan dalam Islam

Islam memandang hubungan Pemerintah dengan rakyat adalah hubungan pelayanan dan tanggung jawab. Negara (Khilafah) bertanggung jawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:
“Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sebagai salah satu bagian dari pelayanan, sistem pendidikan harus diatur sepenuhnya oleh negara berdasarkan akidah Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk kepribadian islami (syakhshiyah islamiyah). Negara memiliki kewajiban untuk membekali individu muslim dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhiratnya. Dan untuk meraih tujuan pendidikan tersebut kurikulum Islam memiliki tiga komponen materi pokok yaitu: 
(1) pembentukan kepribadian Islam 
(2) penguasaan tsaqafah Islam
(3) penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian dan keterampilan).

Kurikulum Pendidikan Islam dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya adalah waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang lebih besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktunya terhadap ilmu-ilmu yang lainnya.

Hal demikian agar mampu mencetak peserta didik untuk menghiasi segenap aktivitasnya dengan akhlak mulia dan memandang Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang benar.

Islam menentukan sistem pendidikan yang bermutu untuk semua rakyat sebagai kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis.

Dengan demikian output yang dihasilkan adalah generasi pejuang, bukan generasi yang cerdas akal saja namun miskin kepribadian, bukan generasi yang mahir dalam IPTEK namun miskin iman. Mereka adalah generasi pemimpin, pengukir peradaban yang tak mudah surut dalam perjuangan Islam.

Dunia pendidikan yang sarat masalah saat ini hanya bisa dituntaskan dengan mencampakkan kapitalisme dan menerapkan syariat Islam secara totalitas. Hanya dengan penerapan syariat dalam bingkai Khilafah Rasyidah saja, pendidikan bermutu bisa dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa kecuali baik kaya atau miskin, muslim atau nonmuslim. Karena itu saatnya menerapkan syariat dan menegakkan khilafah rasyidah ala manhaj annubuwwah.

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

Post a Comment

Previous Post Next Post