Jaminan Kesehatan Harusnya Tak Bayar

Oleh : Nely Merina 
(Aktivis Dakwah dan Pemerhati Masyarakat)

Nenek Dian Islamiyati mengendong jenazah cucunya sambil berjalan kaki, di jalan Akses Marunda Jakarta Utara. Seorang paman membopong keponakannya sambil berjalan kaki di Cikoko karena tak mendapatkan izin meminjam ambulan. Solehati, pasien BPJS di salah satu RS Serang disuruh pulang padahal perutnya masih melilit, dokter menyuruh pulang karena tak diare lagi. Saat berobat tanpa BPJS ternyata Solehati bukan diare melainkan ginjal sehingga harus dioperasi. Liliek, dengan berat hati menjadikan motornya sebagai jaminan agar jenazah ayahnya bisa dibawa pulang dari rumah sakit, Karena dia belum membayar denda BPJS. Dan baru beberapa hari ini rombongan Ojek Online membawa paksa jenazah bayi yang ditahan di rumah sakit.

Mirisnya negeri, yang sehat dikejar-kejar untuk bayar, yang sakit tidak dilayani dengan baik. Bahkan ketika sudah menjadi mayit masih dipersulit. Namun potret buram diatas baru segelintir saja, belum mewakili masyarakat yang menjadi korban buruknya layanan kesehatan, Dan lucunya, ditengah pelayanan yang memburuk justru ada kebijakan tarif BPJS Kesehatan. Alasannya pun tak masuk akal, masyarakat yang sakit namun sedikit yang membayar sehingga biaya layanan kesehatan menjadi defisit. 

Alhasil  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menaikkan tarif secara bertahap tahun ini hingga dua kali lipat dua bulan mendatang. Dan jangan harap uang yang sudah dipungut dikembalikan kecuali jika kita sakit maka akan dikembalikan dalam bentuk layanan. Itu pun diberikan sesuai dengan tarif kelas yang kita bayar. 

Rakyat Dipaksa Membayar BPJS

Prinsip asuransi sosial adalah prinsip yang dipegang oleh BPJS. Sehingga setiap individu wajib membayar iuran per bulan. Sehingga sifatnya pasti alias paksaan. Meskipun setiap orang sudah membuat asuransi kesehatan lainnya.  Bahkan jika tidak atau terlambat membayar akan diberikan denda atau sanksi oleh negara. Kini pihak BPJS sudah menurunkan 3000 relawan penagih BPJS alias debt collector yang bertugas menagih yang memiliki tunggakan. Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma'ruf  menerangkan kepada detik.com,  sistem kerja para relawan bisa dibilang mirip dengan debt collector atau para penagih hutang.

Masyarakat tak bisa berbuat banyak, ibaratnya tak sakit pun dipaksa membayar. Dikejar-kejar seperti memiliki hutang. Karena  terdapat peraturan yang melegalkan pemaksaan pembayaar, yakni PP Nomor 86 Tahun 2013 pasal 5 yang berisi BPJS dibolehkan mengambil iuran secara paksa (alias memalak) dari rakyat setiap bulan dengan masa pungutan yang berlaku seumur hidup.
Parahnya lagi, rencana penggodokkan peraturan yang tidak membayar BPJS akan dipersulit pembuatan SIM, STNK hingga paspor. Bahkan ada yang merasa tak pernah membuat BPJS namun namanya sudah terdaftar sebagai pasien BPJS. Sehingga dia kaget ketika mau berobat dipersulit karena ada tunggakan.

BPJS Wajib BPJS Haram 

Setiap Warga Negara Indonesia (WNI) wajib mengikuti program BPJS Kesehatan. Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang mengamanatkan bahwa setiap WNI wajib mengikuti program BPJS.

BPJS menjadi pro kontra bahkan Majelis Ulama Indonesia di tahun 2015 pernah memfatwakan bahwa BPJS haram. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan keputusan bersama hasil ijtima’ soal sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). MUI menilai sistem premi hingga pengelolaan dana peserta BPJS Kesehatan tak sesuai fikih.  "MUI berkesimpulan BPJS saat ini tidak sesuai syariah karena diduga kuat mengandung gharar atau ketidakjelasan akad, yang memicu potensi mayesir, dan melahirkan riba," kata Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional MUI Jaih Mubarok kepada Tempo melalui telepon, Rabu, 29 Juli 2015.

BPJS Kesehatan Bukan Penyelamat Kesehatan

BPJS Kesehatan mulai beroperasi resmi sejak 1 Januari 2014 silam. Bak peri penyelamat, BPJS memberikan janjinya dengan memberikan kepastian perlindungan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun nyatanya, rakyat justru diwajibkan, diperas dan dipaksa membayar.  Bahkan rakyat semakin tercekik denan kebijakan kenaikan secara bertahap tarif BPJS hingga dua kali lipat di tahun 2020. 

Sejak awal BPJS memang bukanlah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, seperti yang dielu-elukan. BPJS hanyalah lembaga swasta yang mendapat izin resmi  dari pemerintah untuk melakukan asuransi kesehatannya. Sehingga pemerintah pun mendukung penuh hingga dengan mengeluarkan peraturan agar seluruh rakyat Indonesia terdaftar sebagai peserta BPJS, bahkan bagi yang tak mendaftar maka ketua RT setempat akan mendaftarkannya, dan yang sudah mendaftar sebagai anggota asuransi konvensional tetap wajib mendaftar.   

BPJS Bukan Jaminan Kesehatan Tapi Asuransi Kesehatan

Jika BPJS dielu-elukan sebagain jaminan kesehatan tentunya salah kaprah. Karena jaminan kesehatan tentunya tak perlu ada iuran yang harus dipaksakan. Masyarakat seharusnya sudah dijamin kesehatannya tanpa harus dibayar. Negaralah yang menanggung biaya pelayanan kesehatan baik untuk masyarakat miskin, menengah maupun kaya. Biaya pengobatan pun tak perlu dipilah-pilih berdasarkan jenis penyakit, usia, profesi, atau jenis obat-obatan. Karena semuanya memang hak warga untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Namun kenyataannya, tak seperti yang dibayangkan. Masyarakat tetap diwajibkan membayar dan mendapatkan fasilitas yang dibedakan per kelas sesuai dengan iuran yang dia bayar. 

Jaminan Kesehatan Gratis Bukan Hanya Impian

Keadaan seperti ini sangat kontras dengan kondisi ketika Syariah Islam ditegakan secara kaffah. Dimana kesehatan memang menjadi tanggung jawab negara. Rakyat hanya berfokus untuk menjalani proses pengobatan bukan biaya pengobatan. Era Syariah Islam ditegakan adalah pembangunan rumah sakit islam yang gratis pelayanannya.
Islam menyebutnya bukan rumah sakit melainkan tempat orang sakit dalam bahasa Persia bernama Bimaristan. Yang menjadi pelopor rumah sakit di era modern. Dalam buku The Medieval Islamic Hospital: Medicine, Religion, and Charity mencatat Bimaristan bukan saja sebagai pusat pengobatan bagi orang sakit, melainkan juga digunakan untuk melayani orang yang mengalami gangguan jiwa, orang jompo, laboratorium penelitian dan sekolah kedokteran yang melahirkan dokter-dokter Islam.  
Seorang ahli sejarah bernama Djubair, menggambarkan Bimaristan yang artinya tempat orang sakit dalam bahasa Persia, layaknya mirip istana yang megah. Orang-orang yang sakit dilayani hingga sangat baik. Tak perlu membayar karena negara lah yang membayar. Sehingga biaya pengobatan gratis bukan hanya wacana.  Gratis ada tanpa membedakan jenis penyakit, warna kulit dan status sosial hingga agama.  Semua fasilitas diberikan sama. Tak ada kelas satu sampai tiga apalagi bangsal yang seram tempatnya. Tak perlu repot mengurus surat atau jaminan dari kelurahan hingga kecamatan. Karena kesehatan rakyat yang utama.
Bentuk bangunan permanen maupun berpindah. Karena beberapa Bimaristan ada yang berpindah ke daerah-daerah miskin,  padat penduduk, daerah yang terkena wabah penyakit dan daerah terjadi peperangan. Dokter dan para bidan pun tak lupa diikut sertakan sehingga pelayanan kesehatan merata hingga ke pelosok desa. 
Beberapa Bimaristan yang terkenal di era syariah islam ditegakan adalah RS Al-Manshuri di Kairo yang mampu menampung 8000 bed dan bisa melayani 4000 pasien setiap harinya. Dan  pelayanannya digratiskan. Bukan hanya pengobatan yang digratiskan, makanan yang enak dan segar, memandikan pasien hingga hiburan buat pasien. Bahkan jika pasien selesai rawat inap maka akan diberi bekal asupan serta uang kompensasi penghidupan yang hilang selama dirawat inap.  Pasien yang sakit akan benar-benar dilayani hingga mereka sembuh tanpa pilah-pilih, agama, ras, warna kulit ataupun profesi. Pasien akan dipulangkan jika sudah sembuh total. 
Selain itu ada juga Al Nuri, Bimaristan pertama yang dibangun umat Islam berada di Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah pada 706 M. Rumah sakit ini menjadi rumah sakit megah di zamannya. Karena dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawat yang profesional. 
Al Nuri bahkan menjadi rumah sakit pertama yang menerapkan rekam medis yang kini diikuti oleh seluruh rumah sakit didunia. Selain itu RS ini merangkap menjadi sekolah kedokteran dimana dokter menjadi tenaga pengajar. Al Nuri meluluskan sederet ilmuwan kedokteran terkemuka, salah satunya adalah Ibn Al-Nafis, ilmuwan yang menemukan sirkulasi paru-paru
Selain itu ada juga RS Ahmad ibn Tulun, RS pertama di Kairo yang berdiri 872-874 oleh Sultan Ahmad Ibn Tulun. Rumah sakit ini juga memberikan pelayanan yang gratis. Sama dengan Al Nuri, rumah sakit ini juga memiliki akademi kedokteran dan perpustakaan kaya literatur medis. Buku yang ada di perpustakaan lebih dari seratus ribu buku. Selain itu rumah sakit ini juga memiliki rumah obat, dimana obat-obatan diracik sendiri dari tanaman obat dan rempah-rempah yang mereka tanam sendiri. Dan juga sebuah perternakan besar yang juga penting untuk bahan baku obat-obatan. 
Ketiga Bimaristan atau rumah sakit diatas hanya secelumit dari jaminan kesehatan di era syariah islam ditegakkan. Masih banyak rumah sakit lainnya yang belum dituliskan. Dan meskipun pelayanan digratiskan para dokter, pearawat hingga pegawai kesehatan tetap dibayar.  Bahkan gajinya dokter berkisar antara 50-750 US dolar. Dikutip dari Muslimah New.id seorang residen yang berjaga di rumah sakit dua hari dan dua malam dalam seminggu memperoleh sekitar 300 dirham per bulan. Angka yang sangat besar pada masa itu, terlebih lagi kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan sudah dijamin oleh negara.
Darimana dana kesehatan? 
Pembiayaan rumah sakit di era khilafah berada di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Sehingga seluruh pembiayaan rumah sakit digratiskan oleh negara. Ada tiga sumber dananya yang diambil dari baitul mal. Pertama berasal dari zakat, karena fakir miskin  adalah orang yang berhak mendapat zakat. Kedua, berasal dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dan-lain-lain. Apabila semua belum mencukupi barulah negara boleh memungut pajak (dharibah)  yang hanya  dipungut dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Sehingga jaminan kesehatan bukan lah yang hanya impian. Karena kesehatan terjamin tanpa harus membayar iuran bukan hanya khayalan. Semuanya pernah terjadi ketika syariah islam ditegakan. Tak akan ada ceritanya tak mampu bayar tak bisa menjalani pengobatan, tak ada ceritanya membopong jenazah pulang karena tak mampu meminjam ambulans. Apalagi jenazah sampai tertahan. Jaminan kesehatan memang harusnya tak bayar. 

Post a Comment

Previous Post Next Post