RUU KUHP, dari Hukum Belanda ke Hukum Campur Sari. Efektifkah?

Oleh : Ana Mardiana

Rencana pemerintah terhadap pengesahan revisi RUU KUHP beberapa waktu terakhir ini menuai pro dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat yang kontra atas rencana tersebut terdiri dari berbagai kalangan baik kalangan Mahasiswa, Siswa maupun masyarakat biasa. Adanya rencana tersebut tak pelak menimbulkan aksi di setiap lapisan masyarakat. Mereka menolak adanya pasal-pasal yang kontrovesional dalam revisi  RUU KUHP tersebut.

Pemerintah sebenarnya sudah sejak lama merencanakan pengesahan RUU KUHP, kemudian senyap. Pada rezim Jokowi ini RUU KUHP kembali mecuat, meski pengesehannya di tunda untuk waktu yang belum  di tentukan.

Adapun pasal-pasal yang kontrovesional tersebut antara lain: Membahas pasal penghinaan presiden, pemerintah dan penguasa, pasa penyiaran berita bohong, pasa penghinaan terhadap agama, pasal tentang zina, pasal tentang aborsi, pasal tentang gelandangan, pasal pembiaraan unggas dan hewan ternak, pasal UU korupsi, dan pasal tentang alat kontrasepsi.

Penyusunan RUU KUHP sendiri bertujuan menghapus hukum kolonial dari jaman Belanda ke hukum buatan anak Negri. Namun nyatanya, meskipun telah beralih ke hukum buatan anak Negri, tetap saja akan menimbulkan kerusakan, sebab pengambilan hukum-hukum tersebut masih pada tataran akal manusia semata yang terbatas.

Terlihat jelas secara terang benderang, betapa rusaknya suatu kepengurusan umat jika pengurusannya tersebut tidak bersumber dari aturan yang datangnya dari Sang Kholiq (sistem yang shahih) bukan hanya disatu bidang tapi diberbagai bidang lainnya yang ketika tidak diatur oleh sistem yang shahih akan mengalamai kekacauan dan kerusakan.

Satu contoh kerusakan akibat di terapkannya hukum selain hukum Allah adalah membolehkan praktek aborsi pada korban pemerkosaan, yang di mana kebolehan ini di ambil dari salah satu pasa RUU yang di revisi.

Pasal 251 tentang Aborsi. Dalam ayat 1 menyatakan 'setiap orang yang memberi obat atau meminta seorang perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat mengakibatkan gugurnya kandungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp200 juta)'

Menurut Suparji bahwa materii dalam pasal itu tidak berlaku bagi perempuan korban perkosaan. Pihak yang dikenakan aturan itu yakni praktik dukun yang menyediakan fasilitas aborsi.
"Aborsi karena hasil perkosaan itu boleh-boleh saja. Misalnya, ada orang diperkosa terus dia enggak mau keturunanya itu karena jelas itu hasil dari sesuatu enggak beradab, ya boleh saja asal izin medis," jelas dia. 
https://www.medcom.id/nasional/hukum/8Ky5m2EK-rkuhp-dinilai-lebih-baik-dari-warisan-belanda

Inilah hasil di terapkannya hukum buatan manusia yang berlandaskan pada hawa nafsu. Padahal membunuh nyawa manusia adalah haram. Meskipun dengan alasan hasil dari pemerkosaan. Jika revisi RUU ini di sahkan, maka akan sangat mungkin di mamfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dan akan membuka celah terjadinya free sex. Misalnya, ketika perempuan hamil dari hasil free sex tersebut, maka akan sangat mungkin mengaku di perkosa sehingga menuntut dilakukan aborsi.

Masalah aborsi, bagaimana jika di kaitkan dengan HAM?
Pengertian HAM menurut pasal 1(1) UU nomor 39 tentang HAM Tahun1999 dan UU nomor 26 tentang Tahun 2006 tentang pengadilan, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerahNya yang wajib di hormati, di junjung tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindunga harkat dan martabat manusia.

Beginilah hasil dari hukum buatan manusia. Tidak akan pernah kita temui solusi. Setiap solusi menimbulkan masalah baru. Hukum yang berlandaskan pada akal semata tidak akan pernah mampu memperbaiki keadaan.

Ibarat batu cadas yang terus menerus di tertesi air, maka akan berlubang juga. Sesuatu yang awalnya tabu dan terlarang, jika terus di opinikan sebagai suatu yang baik, lama-lama bisa diterima oleh masyarakat. Aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkan atau dari hasil free sex yang bertentangan dengan nilai moral dan agama, sekarang justru di beri payung hukum.

Untuk itu, bersegeralah mengambil hukum-hukum yang berasal dari Allah. Ridha terhadap segala hukum-hukumnya. Ridha terhadap hukum Allah merupakan bagian dari sikap ridha terhadap rububiyah Allah dan ridha Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya. Dari al-‘Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan manisnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim no. 34)

Hukum Allah adalah hukum yang tegak di atas keadilan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Ma’idah: 50)

Post a Comment

Previous Post Next Post