Nasib Guru Masih Miris Dalam Jeratan Kapitalis

By : Mutiara Putri Wardana

Di hari guru sedunia yang tepatnya jatuh pada tanggal 5 Oktober lalu menjadi sebuah momen peringatan yang bertujuan untuk memberikan dukungan kepada para guru di seluruh dunia dan meyakinkan mereka bahwa keberlangsungan generasi pada masa depan ditentukan oleh guru. Namun, peran guru yang amat vital bagi peradaban dan sebagai ujung tombak pendidikan saat ini nasibnya justru masih memprihatinkan. 

Istilah ‘guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa’ tidaklah menjadi hal yang asing di telinga kita. Tapi tanpa tanda jasa di sini bukan lantas malah membuat guru tidak mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya. Seperti banyaknya fakta yang kita dapati bahwa nasib guru-guru di tanah air sungguh memprihatinkan terkhusus bagi para guru honorer maupun swasta. 

Seperti yang dilansir di situs berita https://www.korankaltim.com (05/10/2019) yang bertajuk “Guru SD Swasta di Muara Pegah Ini Digaji Rp 10 Ribu per Hari , Siswa Digratiskan Agar Tetap Mau Sekolah”, dimana para guru di sekolah tersebut hanya digaji Rp 10.000,-/hari belum lagi gaji tersebut baru dibayarkan setelah dana BOSKab dan BOSNas turun yaitu 3 bulan sekali. Dan tak hanya itu saja, akses untuk menuju sekolah pun penuh perjuangan karena letak sekolah yang jauh. Dan inilah realitas para guru dalam sistem kapitalis hari ini.

Dalam sistem kapitalis yang diterapkan di negara kita saat ini membuat nasib guru terutama guru yang mengabdi di berbagai pelosok negeri yang berstatus honorer atau non-PNS hampir tidak di sentuh oleh negara. Sebagian besar pendapatan mereka hanya mengandalkan dari sekolah tempat mereka mengajar padahal bertahun-tahun mereka mengabdi. 

Tentu di luaran sana masih banyak realita-realita yang makin membuktikan bahwa negara kita masih jauh dari pendidikan yang  berkualitas. Padahal  pendidikan menjadi hal yang paling penting jika kita ingin memajukan suatu bangsa. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia membutuhkan kualitas pendidikan yang baik dan merata untuk dapat setara dan bersaing dengan negara maju.

Terlebih lagi sudah jelas dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, bagaimana tujuan itu bisa tercapai ketika negara abai terhadap penyediaaan segala sarana,  prasarana termasuk guru berkualitas yang mampu mewujudkan tercerdaskannya seluruh rakyat.

Jadi tidak heran jika kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah karena guru sebagai tenaga pendidik jauh dari kata sejahtera, upah yang sangat jauh dari kata layak sementara biaya hidup semakin besar padahal di dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 14 ayat 1 huruf (a) disebutkan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. 

Inilah cerminan bobroknya sistem yang diterapkan, lingkaran setan yang terus menjerat dari sistem pendidikan di negeri ini tak lain dan tak bukan adalah diterapkannya sistem kapitalisme sekulerisme dimana para penguasa terlihat lebih sibuk menghitung untung rugi jika mengeluarkan APBD/APBN untuk mengaji para guru tersebut daripada mewujudkan kesejahteraan mereka. Kondisi ini tak lepas dari realita yang ada bahwa saat ini negara hanyalah instrument kepentingan bisnis yang sarat akan politik transaksional yang melahirkan kapitalisasi pendidikan. Jadi tidak heran jika peran pemerintah dalam memajukan bidang pendidikan sangat kecil sebab jika dilihat dari segi kacamata pemerintah, bidang ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan dari segi materi. 

Tetap hidup dalam sistem ini hanya akan membuat para guru makin menderita dan tidak mengalami kejelasan dalam hal statusnya. Padahal guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan nasib bangsa ini ke depan. Generasi yang akan datang sangat ditentukan oleh peran guru dalam mendidik mereka. Seandainya pemerintah memperhatikan peran strategis ini, tentu pemerintah tidak akan abai dalam menyejahterakan para pencetak generasi ini. Seharusnya pemerintah perduli dan bertanggungjawab terhadap nasib para guru honorer yang tidak mendapatkan hasil sepadan dengan jasa yang sudah dicurahkan.

Dalam Islam pendidikan sendiri merupakan hajat hidup yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara secara penuh tanpa adanya kastanisasi pendidikan. Sehingga negara wajib menyediakan segala sarana,  prasarana termasuk ketersediaan guru berkualitas sehingga tujuan negara untuk mencerdasakan kehidupan bangsanya bisa terwujud.

Sistem pendidikan Islam yang dijalankan dalam negara Khilafah pada masa lalu mapu memenghasilkan pendidikan berkualitas, baik dari segi kurikulumnya, kuantitas dan kualitas guru, hingga penyediaan sarana dan prasarana diatur sesuai dengan aturan Islam. Perhatian negara pada guru pun begitu besar disebabkan oleh faktor ekonomi Islam yang tangguh yang mampu menghantarkan negara menggelontorkan dana yang cukup besar bagi bidang pendidikan.

Tak hanya sampai disitu, guru dalam naungan Khilafah Islamiyah mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termasuk dalam hal pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Seperti yang dikisahkan Imam Ad Damsyiqi dalam sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Kemudian oleh Khalifah Umar bin Khattab diberikan kepada mereka gaji masing-masing sebesar 15 Dinar dimana 1 Dinar setara dengan 4,25 gram emas dan jika dikalkulasikan dengan Rupiah kurang lebih sekitar Rp 30.000.000,-.

Atau di zaman Shalahuddin al Ayyubi gaji guru lebih besar lagi. Didua madrasah yang didirikannya yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah gaji guru berkisar antara 11 dinar sampai dengan 40 dinar. Artinya gaji guru bila dikalkulasikan dengan nilai kurs saat ini adalah Rp 26.656.850,- sampai dengan Rp 96.934.000,-. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS ataukah non-PNS.

Itulah sedikit gambaran pendidikan dalam Islam. Hanya saja, hal tersebut lagi-lagi takkan pernah terwujud selagi negara kita terus terbelenggu dan tak ingin melepaskan diri dari jeratan sistem kapitalis, nasib guru non-PNS terutama terus diombang ambing tanpa adanya kepastian. Hanya Islam lah solusi dari segala permasalahan sistemik yang terjadi saat ini, tak ada yang lain. Sebab Islam bukan hanya sekedar agama tapi lebih dari itu, Islam adalah sebuah sistem yang paripurna untuk kemeslahatan kita bersama dari segala bidang kehidupan. Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post