Hukum Islam Tentang Pelaku Hoax

Penulis : Mia Fitriah El Karimah, M.Ag

Berjangkitnya fenomena hoax atau berita bohong di media akhir-akhir ini sangat menggundahkan. Tanah air sekarang ini dipenuhi oleh diskursus mengenai pemberitaan yang simpang siur dan konten berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Dilansir detik.com 23/9/2019, "Pada tanggal 18 September 2019 lalu di Wamena ada isu seorang guru mengeluarkan kata rasis. Setelah dilakukan pengecekan, isu itu tidak benar. Akibat provokasi tersebut, para pelajar maupun masyarakat melakukan unjuk rasa dan terjadi pembakaran beberapa kantor pemerintah, seperti kantor Bappeda, ruko-ruko milik masyarakat dan beberapa motor juga dibakar," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal.

Dampak negatif yang 
sangat fatal, merugikan. Bahkan menghilangkan jiwa. Nyawa manusia sudah tidak ada harganya hanya karena isu yg belum tahu kebenarannya.  

Kapolres Jayawijaya AKBP Toni Ananda Swadaya mengatakan, korban tewas di Wamena yang sudah didata dari rumah sakit mencapai 31 orang. (Kompas.com,  26/9/2019).

Hoax sendiri  memiliki  definisi  yaitu  suatu  berita  atau  pernyataan yang  memiliki  informasi  yang  tidak  valid  atau  berita  palsu  yang  tidak memiliki kepastian yang sengaja disebarluaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan ketakutan.

Ada beberapa kecendrungan menyebarkan hoax, pertama; jika opini atau keyakinan seseorang merasa diakui dengan hadirnya berita hoax tersebut; sejalan dengan pemikirannya, tanpa verifikasi langsung disebarkan.

Kedua, iseng. Hanya melihat judul head line tanpa melihat isi dari berita dan jempol pun langsung men-share.

Ketiga,  agar dilegitimasi sebagai orang yang update, berpengatahuan luas. Sehingga  ikut memberikan komentar pada suatu 
tema agar bisa dianggap mengerti. Apalagi kalau berita itu trending topik.

Penyebaran hoax menjadi
begitu meresahkan karena tidak hanya menyangkut individu  tetapi
sudah membuat gaduh masyarakat dan membuat kehidupan bernegara menjadi tidak
nyaman. 

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menangani
masalah ini. Dari KUHP, Undang-Undang ITE, kemudian ada juga peraturan Kapolri soal bagaimana kepolisian mengantisipasi, mengatasi ujaran-ujaran kebencian dan kebohonan itu. Dari  pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Walaupun sudah ditindak, hoax  masih saja seperti air bah yang membanjiri semua tempat; hoax masih beredar leluasa dan tetap subur.

Dalam ajaran Islam, ketika bermuamalah diharam berbohong,  gibah, fitnah, namimah dan penyebaran permusuhan (ujaran kebencian) atas dasar perbedaan. Karena merupakan perbuatan dosa, dan merupakan sebuah kejahatan yang bisa dipidanakan. 

Begitu pula ketika  bermuamalah di media sosial, hal- hal yang melanggar syar'i juga dilarang. Bagaimana jika penyebaran itu karena ketidaktahuan informasi dan akar masalahnya, juga tetap masuk tindak pidana yang  menjerat pelakunya masuk penjara.

Dengan dasar itulah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa halal-haram dan panduan bermedia sosial. MUI melabelkannya dengan Fatwa Medsosiah. 

Ketika sudah keluarkan fatwa.  perlu ada langkah-langkah menjeratkan atau tindakan yang lebih mengarahkan hukuman ," Jelas KH. Ma'ruf

Nah, menyebarkan hoax merupakan suatu tindak pidana dan masuk pada 
jarimah ta’zir yang 
pengaturannya sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri. Ketika penentuan ta'zir sesuai pemerintah setempat.
sanksi apa yang bisa timbulkan efek jera???

wallahu a'lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post