Kerusakan Moral Generasi Muda, Siapa yang Bertanggung Jawab?


Oleh: Fitri Suryani, S. Pd

(Freelance Writer)


N, pelajar SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Lampung Utara diperkosa 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubung di wilayah Lampung Utara pada Sabtu (17/2/2024).


Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Lampung Komisaris Besar (Kombes) Umi Fadilah mengungkapkan bahwa korban disekap selama 3 hari tanpa diberi makan. Selama penyekapan itu, korban mengalami kekerasan seksual. Ia pun mengatakan dari 10 orang pelaku di antaranya ada yang masih di bawah umur (Kompas, 15-03-2024). 


Tak kalah miris dari kasus di atas yang mana terjadi beberapa waktu yang lalu, Kepolisian Resor Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, mengungkap kasus pembunuhan oleh seorang remaja berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga berjumlah lima orang. Diduga motif pembunuhan yang terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu karena persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Antara pelaku dengan korban saling bertetangga (Republika, 08-02-2024).


Dua fakta tersebut tentu hanya secuil kasus maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan yang mencerminkan rusaknya generasi. Hal itu jelas sangat memprihatinkan, bagaimana tidak kekerasan atau tindak kriminal yang dilakukan oleh generasi muda kian hari jumlahnya makin meningkat. 


Di sisi lain, seakan mengonfirmasi bahwa pendidikan yang ada masih minim dalam mencetak generasi yang berkualitas. Mulai dari lingkungan keluarga, seperti minimnya peran orang tua. Pun lingkungan masyarakat, di mana aktivitas saling menasihati dalam kebaikan makin berkurang dan tak kalah penting masih minimnya peran negara dalam upaya mewujudkan generasi yang berkualitas. 


Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi, termasuk maraknya tayangan dengan konten kekerasan dan seksual. Terlebih tontonan kekerasan dan seksual begitu mudah diakses, baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. 


Di samping itu, sistem sekuler yang ada saat ini pun sangat memiliki andil yang besar atas bobroknya generasi muda saat ini. Karena dalam sistem ini agama nampak dipisahkan dalam mengatur persoalan kehidupan manusia. Bagaimana tidak, hampir semua hal dikembalikan kepada akal manusia yang sifatnya lemah dan terbatas yang kadang menimbulkan pertentangan.


Dari itu, butuh kerja keras dari semua pihak, di antaranya: Pertama, peran lingkungan keluarga. Keluarga dalam hal ini orang tua memiliki peran yang begitu penting, karena lingkungan keluarga dalam hal ini  orang tua merupakan sekolah utama dan pertama anak dalam memperoleh edukasi, baik sifatnya moral ataupun spritual. Sebab, hal tersebut akan mampu membentuk kepribadian anak.


Kedua, peran lingkungan masyarakat. Peran masyarakat pun penting dalam membantu pendidikan yang telah ditanamkan oleh orang tua di rumah. Sebab, betapapun orang tua telah memberikan pendidikan yang terbaik, namun jika lingkungan masyarakat rusak, maka anak juga akan cenderung terpengaruh oleh kerusakan yang ada di lingkungan masyarakat. Dari itu penting adanya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, karena manusia bukan nabi ataupun malaikat yang tak lepas dari salah dan khilaf.


Ketiga, peran negara. Negara tak kalah penting dari peran lingkungan keluarga dan masyarakat, sebab negara memiliki kekuatan hukum dalam membuat peraturan dan memberi sanksi bagi pelaku keonaran, kekerasan bahkan kriminal. Untuk itu peran negara begitu strategis dalam menciptakan dan mengondisikan lingkungan masyarakat tak terkecuali para generasi muda termasuk para pelajar dalam membentuk karakter mereka menjadi lebih baik. Hal ini seperti meniadakan tanyangan yang minim eduksi bahkan memblokir tayangan kekerasan dan berbau seksual. 


Pun jika menilik dalam kaca mata islam dalam membantu membentuk kepribadian luhur generasi muda, maka salah satu tujuan pendidikan yang akan ditanamkan, yakni membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat baik akidah ataupun hukum. Kemudian strategi pendidikannya adalah untuk membentuk pola pikir dan pola sikap islam. Sehigga nantinya akan mampu membentuk generasi muda yang berkepribadian islam, yang mana setiap perbuatan yang dilakukan bukan berdasarkan hawa nafsu, tapi tuntunan syariat. Hal ini pun hanya mungkin terwujud jika atauran-Nya diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.


Dengan demikian, saat ini begitu sulit mengondisikan generasi yang memiliki pola pikir dan sikap yang luhur, jika kurang sinergi antara peran lingkungan keluarga, masyarakat hingga negara. Karenanya sudah saatnya bahu-membahu mengarahkan generasi muda agar tak hanya cerdas secara akademis, tapi juga memiliki budi pekerti yang luhur yang mana semua itu akan terealisasi jika umat ini diatur oleh aturan yang terbaik yang bersumber dari Allah Swt. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post