KDRT Kian Marak, Solusi Dalam Islam


Oleh : Jihan Fadhilah S.T.

(Pemerhati Kebijakan Publik)


Menikah dan menjalani kehidupan berumah tangga merupakan fitrah manusia sebagai pemenuhan dari gharizah nau' untuk meneruskan keturunan. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga tentunya yang didambakan adalah rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah. Namun sering kali fakta yang terjadi saat ini tidak lah demikian. Kekerasan dalam rumah tangga atau singkat nya disebut KDRT terus saja terjadi berulang kali pada kehidupan berumah tangga.


Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kian marak. Di Depok, seorang istri mantan perwira Brimob mengalami KDRT sejak 2020. Sang suami melakukan kekerasan berulang kali hingga kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 merupakan yang paling berat. Akibat KDRT tersebut, korban mengalami luka fisik dan psikologis. Luka-luka yang diderita korban meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan. Selain itu, korban juga mengalami pendarahan dan keguguran akibat tindakan suaminya. (Kompas, 22/3/2024).


Di Tapanuli Utara, seorang kakek berumur 58 tahun tega mencabuli keponakan perempuannya yang berusia 11 tahun. Ternyata seminggu sebelumnya, pelaku telah memerkosa korban dan mengancam akan membunuhnya jika melapor. (Kumparan, 22/3/2024).


Kasus KDRT juga terjadi di Deli Serdang, Sumatra Utara. Seorang laki-laki tega membacok ibu mertuanya lantaran kesal saat sang ibu mertua menegurnya karena ia melakukan KDRT kepada istrinya. Pelaku juga hendak membacok bapak mertuanya, tetapi korban berhasil melarikan diri. (Kumparan, 22/3/2024).


Rangkaian kasus KDRT di atas merupakan alarm rapuhnya ketahanan keluarga Indonesia. Ketahanan keluarga terkoyak hingga tidak kukuh lagi. Mengapa KDRT bisa demikian marak? Banyak faktor penyebab KDRT, misalnya perselingkuhan, persoalan ekonomi, budaya patriarki, campur tangan pihak ketiga, terjerat judi, dan perbedaan prinsip hidup. Namun, salah satu benang merah dari semua penyebab tersebut adalah hilangnya fungsi perlindungan dalam keluarga.


Sosok ayah, suami, atau kakek merupakan sosok laki-laki dalam keluarga. Mereka layaknya sosok pahlawan yang menjadi pelindung keluarga. Mereka bekerja keras demi melindungi keluarga dari kelaparan. Mereka juga menyediakan tempat tinggal bagi keluarga sehingga terlindung dari panas dan hujan. Mereka juga mendidik anak dan istrinya sehingga terlindungi dari kebodohan dan kejahatan. Sayangnya, fungsi perlindungan itu kian menguap. Para laki-laki yang seharusnya menjadi pelindung keluarga justru tega melakukan kekerasan pada pihak yang seharusnya ia jaga dan lindungi.


Beruntunnya kasus KDRT ini tentu tersebab banyak faktor. Bagaimanapun, hidup sekularisme telah menjadi lahan subur bagi masyarakat untuk berbuat tanpa terikat aturan Allah Taala. Ini tidak perlu dibantah lagi. Akibatnya, manusia jadi lebih mudah bersumbu pendek. Mereka tidak mampu dan mau berpikir panjang, alih-alih bersikap sabar. Parahnya lagi, faktor kebebasan media maupun lingkungan tempat tinggal tidak jarang turut memperburuk cara pandang masyarakat sehingga perbuatan kriminal bermotif nekat dan berwujud keji bisa terjadi.


Di samping itu, di rumah tidak lagi tercipta suasana hidup yang penuh persahabatan dan kasih sayang di antara sesama anggota keluarga. Dengan adanya kasih sayang ini, terwujud jaminan perlindungan dalam keluarga. Perempuan dan anak-anak merasakan perlindungan dari pahlawan mereka, yaitu ayah, anak laki-laki, dan kakek. Dengan demikian, perempuan dan anak-anak akan merasakan ketenangan dalam hidupnya. Rumah (keluarga) menjadi tempat paling aman bagi penghuninya.


Kini, fungsi perlindungan ini nyaris sirna. Sosok laki-laki dalam keluarga yang seharusnya menjadi pelindung justru melakukan kekerasan pada anggota keluarganya sendiri. Di sisi lain, kekerasan terjadi bukan hanya di luar rumah, tetapi juga di luar rumah. Kekerasan kini justru dilakukan oleh orang-orang terdekat. Dengan adanya praktik kekerasan dalam rumah tangga, kasih sayang antaranggota keluarga pun hilang. Hubungan keluarga menjadi renggang dan bahkan putus. Gambaran keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah pun tidak terwujud.


Maraknya KDRT juga menunjukkan mandulnya UU PKDRT, padahal UU ini sudah 20 tahun disahkan sejak 2004. Nyatanya keberadaan UU PKDRT gagal mencegah kasus KDRT, malah jumlahnya makin banyak. Sepanjang 2022, kasus KDRT mencapai 5.526 kasus.


Dengan tingginya jumlah kasus KDRT tampak bahwa negara gagal memberikan jaminan keamanan di dalam rumah pada warga negaranya. Ini karena negara menerapkan sistem sekuler liberal yang memuja kebebasan dan menjauhkan agama dari kehidupan. Dengan penerapan sekularisme liberal, manusia berbuat semaunya tanpa peduli tuntunan agama.


Masalah KDRT adalah masalah sistemis, banyak aspek yang berkaitan satu sama lain. Untuk menyelesaikannya tidak cukup sekadar parsial, semisal menyelesaikan soal komunikasi suami istri saja. Lebih dari itu, harus juga menyelesaikan problem ekonomi, sosial, hukum, perundangan, serta pemerintahan. Artinya, masalah KDRT butuh solusi yang sistemis pula.


Sejak syariat Islam turun ke muka bumi, terdapat seperangkat solusi bagi kehidupan manusia, termasuk dalam berumah tangga. Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri dan mewajibkan keduanya untuk bekerja sama saling menolong membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan penuh rahmat. 


Islam mewajibkan suami istri saling bersikap baik dan lemah lembut, tidak kasar, memiliki adab yang baik satu sama lain. Laki-laki adalah pemimpin rumah tangga (qawwam). Segala permasalahan rumah tangga harus diselesaikan secara baik-baik dan tidak emosional.


Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam bidang ekonomi, Islam mewajibkan laki-laki mencari nafkah untuk keluarganya. Jika tidak mampu, nafkah keluarga akan dibebankan kepada saudara atau keluarga dari pihak laki-laki. Jika tidak ada yang mampu lagi, negaralah yang akan memberikan bantuan langsung kepada keluarga tersebut. 


Adapun bagi istri boleh-boleh saja untuk bekerja. Hanya saja, meski mubah, banyak hal yang harus diperhatikan dan tetap wajib terikat dengan syariat Islam dalam pergaulan dan menutup aurat secara sempurna. 


Begitu pula dalam bidang sosial dan pergaulan, sistem Islam akan menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan, seperti larangan khalwat dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan nonmahram tanpa aturan dan hajat syar’i). Hal ini akan meminimalkan terjadinya perselingkuhan, zina, dan sejenisnya yang bisa saja memicu KDRT. Negara juga akan mengatur media massa sehingga mencegah adanya pornografi yang bisa membangkitkan syahwat.


Pada aspek hukum, negara memiliki lembaga pengadilan yang akan memberi sanksi yang adil bagi pelaku. Pada kasus melukai tubuh hingga membunuh, berlaku hukum kisas. Sanksi terberat adalah hukuman mati bagi pelaku pembunuhan yang disengaja.


Sanksi yang tegas akan mewujudkan efek jera sehingga orang tidak akan mudah melukai orang lain, apalagi sampai membunuhnya. Adapun pelaku pencabulan juga akan mendapatkan sanksi yang berat sesuai jenis perbuatannya.


Demikianlah indahnya gambaran keluarga dalam sistem Islam, jauh dari praktik kekerasan. Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post