AL-QUR'AN WAJIB DIAMALKAN


Oleh : Yani Hardi

(Ibu Rumah Tangga)


Pada bulan Ramadhan kaum Muslim harus banyak berinteraksi dengan al-Quran. Karena,

Ramadhan identik dengan Bulan al-Quran. Karena itu Ramadhan sering disebut Syahr al-Qur’an. Pasalnya, pada bulan Ramadhanlah al-Quran pertama kali diturunkan. Allah SWT tegas berfirman:


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ


Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, juga sebagai penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan sebagai pembeda (TQS al-Baqarah [2]: 185).


Al-Quran bahkan turun pada Malam Kemuliaan, yakni Lailatul Qadar. Allah SWT berfirman:


إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ 


Sungguh Kami menurunkan al-Quran pada saat Lailatul Qadar (TQS al-Qadar [97]: 1).


Peristiwa turunnya al-Quran (Nuzulul Quran) sesungguhnya merupakan peristiwa luar biasa. Hal ini sekaligus menunjukkan keagungan al-Quran itu sendiri. 


Keagungan al-Quran juga ditegaskan antara lain dalam firman Allah SWT berikut:


لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ 


Andai al-Quran ini Kami turunkan di atas gunung, kamu (Muhammad) pasti menyaksikan gunung itu tunduk dan terbelah karena takut kepada Allah. Perumpamaan itu kami buat untuk manusia agar mereka mau berpikir (TQS al-Hasyr [59]: 21


Al-Quran mengandung banyak seruan dari Allah SWT. Seruan-seruan al-Quran setidaknya mencakup dua aspek, yakni aspek ruhiyah (spiritual) dan aspek siyasiyah (politik). 


Aspek ruhiyah mencakup pengaturan hubungan manusia dengan Allah SWT seperti shalat, puasa, haji, dll. Adapun aspek politik mencakup pengaturan hubungan sesama manusia, khususnya yang menyangkut urusan masyarakat yang dijalankan oleh negara dan dikontrol pelaksanaannya oleh umat. 


Sayang, saat ini ayat-ayat yang bersifat politis itu belum mendapat perhatian.

Beberapa contoh lain dari ayat-ayat politik dalam al-Quran yang diabaikan antara lain: Pertama, ayat-ayat yang memerintahkan untuk berhukum pada hukum Allah SWT. Allah SWT berfirman: 


فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا 


Demi Tuhanmu. Mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima putusan tersebut dengan sepenuhnya (TQS an-Nisa’ [4]: 65).


Ayat ini menegaskan kewajiban menjadikan Rasulullah saw. sebagai hakim. Ketika Rasulullah saw. sudah wafat, maka ayat ini bermakna: wajib bagi siapapun untuk memutuskan perkara dengan hukum syariah yang beliau bawa. Sebaliknya, haram bagi siapapun untuk berhukum kepada thâghût, sebagaimana dinyatakan oleh ayat sebelumnya (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 60).


Kedua, ayat-ayat yang mengandung perintah untuk melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar. Allah SWT, misalnya, berfirman:


وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 


Hendaklah ada di antara kalian ada segolongan umat yang menyerukan kebaikan (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah kaum yang beruntung (TQS Ali Imran [3]: 104).


Perintah untuk melakukan dakwah dan melakukan amar makruf nahi mungkar tentu ditujukan kepada siapa saja, termasuk kepada penguasa. Bahkan dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang ditujukan kepada penguasa merupakan “jihad yang paling utama”. Rasulullah saw. bersabda:


أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَة عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ


Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi). 


Dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang ditujukan kepada penguasa jelas merupakan aktivitas politik. Bahkan aktivitas politik yang utama. Pasalnya, baik-buruknya keadaan masyarakat bergantung pada baik-buruknya penguasa mereka.


Ketiga, ayat-ayat yang berkaitan dengan sistem ekonomi seperti distribusi kekayaan secara adil, larangan riba, dll. Allah SWT, misalnya, berfirman: 


كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ


Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian (TQS al-Hasyr [ 59]: 7).

Allah SWT juga berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ 


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba jika kalian merupakan kaum Mukmin (TQS al-Baqarah [2]: 278).


Ayat-ayat ini, juga masih banyak ayat-ayat lainnya, termasuk ke dalam aspek politik, karena menyangkut pengaturan urusan masyarakat.


Dengan demikian kita wajib mengamalkan dan menerapkan seluruh isi al-Quran. Jika tidak, kita termasuk mengabaikan al-Quran. Padahal Allah SWT telah berfirman:


وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا


Berkatalah Rasul, “Tuhanku, sungguh kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (TQS al-Furqan [25]: 30).


Ayat di atas menceritakan pengaduan Rasulullah saw. kepada Allah SWT tentang sikap dan perilaku kaumnya yang mengabaikan al-Quran. Pengaduan Rasulullah saw. itu terjadi saat beliau masih hidup di dunia.


Rasulullah saw. mengadukan perilaku kaumnya yang menjadikan al-Quran sebagai mahjûr[an]. Mahjûr[an] di antaranya bermakna: matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan atau tidak dipedulikan).


Semua tindakan mengabaikan al-Quran di atas termasuk perbuatan haram. Di antara dalilnya adalah ayat berikutnya:


وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ


Seperti itulah Kami mengadakan bagi tiap-tiap nabi musuh dari kalangan para pendosa (TQS al-Furqan [25]: 31). 


Dalam ayat ini, tampak jelas bahwa orang-orang yang meninggalkan dan mengabaikan al-Quran disejajarkan dengan musuh para nabi dari kalangan para perdosa. 


Namun demikian, mengamalkan dan menerapkan al-Quran tak bisa dan tak cukup oleh pribadi-pribadi. Butuh peran masyarakat dan terutama negara. Pasalnya, al-Quran berisi sistem kehidupan. 


Alhasil, sudah seharusnya Ramadhan ini dijadikan momentum oleh kaum Muslim, terutama penguasa mereka, untuk mengamalkan dan menerapkan al-Quran secara keseluruhan.


WalLâh a‘lam bi ash-shawâb. []

Post a Comment

Previous Post Next Post