Jaminan Keselamatan dan Kesejahteraan Pekerja; Sebuah Keniscayaan dalam Sistem Islam


Oleh: Rita Yusnita

(Pegiat Literasi)



Dilansir dari voaindonesia, Minggu (24/12), telah terjadi insiden meledaknya tungku pengolahan nikel di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park yang menelan korban sebanyak 51 orang.  Setidaknya 12 orang meninggal, 7 diantaranya tenaga kerja asal Indonesia dan 5 tenaga kerja asing. Lalu 39 lainnya luka-luka. Hal itu disampaikan Kepala Divisi Media Relation PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Dedi Kurniawan dalam keterangan tertulisnya. Kejadian tersebut berlangsung pukul 05.30 WITA, saat dilakukan perbaikan tungku dan pemasangan plat bagian tungku di Pabrik pengolahan nikel milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS). Penyelidikan awal menunjukkan penyebab ledakan diperkirakan karena bagian bawah tungku masih terdapat cairan pemicu ledakan. Saat terjadi ledakan, banyak tabung oksigen yang digunakan untuk pengelasan dan pemotongan komponen tungku ikut meledak.


Kecelakaan kerja yang berulang menjadi sebab Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah menghentikan produksi nikel di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), dilansir tempo, Minggu (22/12/2023). Sebelum kejadian di atas, setahun lalu tepatnya tanggal 22 Desember 2022 telah terjadi kecelakaan kerja yang merenggut nyawa dua pekerja akibat ledakan tungku di kawasan industri nikel milik PT Gunbuster Nicek Industri. Perusahaan besar asal Tiongkok yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara. Lalu pada 27 April 2023, terjadi lagi kecelakaan terjadi di PT Indonesia Guang Cheng Nickel and Stainless Industry yang menewaskan dua pekerja dumpling. 


Namun, berdasarkan catatan Walhi, sepanjang 2022-2023 tidak ada satu pun perusahaan yang disanksi tegas atas kejadian  yang merenggut nyawa pekerja. Sebaliknya, perusahaan malah memberi sanksi kepada para pekerja yang menuntut hak-hak mereka. Ini menunjukkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah abai atas kecelakaan yang terjadi. 


Tanggapan senada juga dilontarkan Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto yang meminta pemerintah untuk mengaudit semua smelter nikel asal Cina secara ketat. Mulyanto juga mengatakan audit tersebut mesti dilakukan secara profesional, objektif, dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja, dilansir tempo pada Minggu ( 24/12/2023).  Selain itu kualitas barang yang digunakan untuk menunjang operasional smelter juga mesti dicek. "Apalagi, sebagian besar alat kerja di smelter milik Cina diimpor dari Cina juga. Oleh sebab itu, Pemerintah bertanggung-jawab untuk mengusut tuntas kasus ini," kata Mulyanto.


Merunut dari beberapa insiden kecelakaan kerja yang berulang menjadi indikasi kelalaian perusahaan dalam menjamin keselamatan kerja dan abainya upaya pencegahannya. Bahkan menurut Kepala Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim bahwa selama ini pemerintah kampanye hilirisasi nikel dengan angin surga atas keuntungan yang diperoleh tanpa melihat kenyataan di lapangan. "Lagi-lagi kita melihat bagaimana pekerja yang ditumbalkan guna mengejar keuntungan semata. Kecelakaan kerja diakibatkan karena penyediaan APD atau alat keselamatan yang tidak pernah dipatuhi oleh perusahaan. Ditambah peraturan jam kerja yang semena-mena, rotasi kerja yang kacau, dan peralatan yang dioperasikan tak terkontrol, merupakan pemicu kecelakaan terjadi.


Fakta di atas semakin meneguhkan potret perusahaan dalam sistem Kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan namun abai tanggung jawab terhadp pekerjannya. Selain itu, regulasi sistem sanksi di negeri ini yang cenderung tidak tegas terhadap investor atau pemilik modal  meski mereka melakukan pelanggaran. 

Hal ini wajar terjadi selama Negara berada di bawah kendali para pemilik modal (Investor) baik asing maupun aseng. Kebebasan kepemilikan menjadi prinsip ekonomi Kapitalisme, karena itu perusahaan swasta seperti milik Cina bisa menguasai harta milik umum seperti tambang nikel. 


Negara yang mengadopsi sistem Kapitalisme juga begitu memfasilitasi prinsip tersebut, lantaran pemilik modal adalah penyumbang dana bagi para penguasa yang ingin meraih jabatan. Selain itu para pemimpin dalam sistem ini memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri. Mereka dengan "sukacita" menggandeng pihak swasta untuk mengeruk kekayaan alam kemudian hasilnya mereka nikmati berdua. Demikianlah berbagai kezaliman yang terjadi jika urusan rakyat diatur dengan sistem Kapitalisme. 


Oleh karena itu, dibutuhkan sistem alternatif lain Yang dapat memberikan jaminan keselamatan dan kesejahteraan para pekerja dari cengkeraman para Kapitalis ini yaitu dengan diterapkannya sistem Islam.  Islam menempatkan negara sebagai institusi riayatus su'unil ummat yaitu negara yang akan mengurusi urusan umat. Sekaligus pelindung dan perisai bagi umat yang ada di belakangnya. Hal ini terlihat dari konsep-konsep dalam sistem Islam yaitu Khilafah dalam mengatur, melayani, memenuhi kebutuhan warganya baik Muslim maupun non Muslim, kaya atau miskin. Dalam Islam, nyawa setiap manusia sangat berharga termasuk para pekerja. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi Saw bersabda,


Ù„َزَÙˆَالُ الدُّÙ†ْÙŠَا Ø£َÙ‡ْÙˆَÙ†ُ عَÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َتْÙ„ِ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٍ بِغَÙŠْرِ Ø­َÙ‚ٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).


Dalam Islam, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya merupakan tanggung jawab negara. Hal ini sangat mudah terwujud, sebab pemerintahan dalam Islam akan memiliki banyak proyek-proyek pembangunan untuk kemandirian negara. Seperti pengelolaan SDA, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya tanpa ada sedikitpun intervensi asking di dalamnya. Tentu saja untuk melaksanakannya ini semua, dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak.


Konsep tenaga kerja dalam Islam adalah tidak boleh terjadi perbudakan, mereka harus diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan kapasitas pekerjaan tersebut. Syariat Islam melarang menahan gaji mereka. Nabi Saw, bersabda: "Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering" (HR  Ibnu Majah)


Kontrak kerja dalam sistem Islam dikenal dengan konsep ijarah, yaitu memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Dalam aqad ini, terdapat pengontrak (Mu'ajir), seorang pekerja (Ajir) maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Sehingga untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya sekaligus waktu, upah, dan tenaganya. Pun jenis pekerjaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya fasad (rusak). Selain itu, yang juga harus ditetapkan adalah tenaga yang harus dicurahkan oleh para pekerja sehingga mereka tidak dibebani dengan pekerjaan yang diluar kapasitasnya. (Sistem Ekonomi Islam, Taqiyuddin an-Nabhani, hal 106).


Kerincian hukum Syariah ini akan meminimalisir kezaliman terhadap para pekerja. Sehingga jaminan kesejahteraan dan keselamatan para pekerja menjadi keniscayaan dalam sistem Islam.


Wallahu'alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post