Gagalnya 95 Tahun Gerakan Perempuan, Saatnya Islam Kembali Mengambil Peran


Oleh : Siti Rukayah 


Setiap pada tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Gerakan Perempuan Indonesia, dan di tahun 2023 ini merupakan penyelenggaraan  yang ke-95. Bersamaan dengan momen tersebut, Perempuan Mahardhika Samarinda dan Daralead menyelenggarakan sebuah kegiatan dengan mengikutsertakan kehadiran perempuan pada acara tersebut dalam rangka membangun persatuan dan penyatuan gagasan kekuatan Perempuan di Kalimantan Timur.


Kegiatan yang berlangsung pada pukul 15.00-20.00 WITA, Jum’at (22/12/2023) tersebut bertujuan untuk menyatukan dan menghasilkan rencana tindak lanjut yang relevan dan sesuai dengan situasi perempuan saat ini, hal tersebut diulas dalam akun Instagram @daralead.id.


Adanya penyelenggaraan tersebut adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi terkait situasi demokrasi terhadap perempuan saat ini dalam kondisi yang sangat genting. Hak perempuan yang terabaikan semakin banyak terjadi, terutama saat menjelang Pemilu. Maka untuk menjawab kegentingan tersebut, sehingga terlaksanalah kegiatan tersebut dengan turut mengundang para perempuan untuk hadir.



Melihat kondisi tersebut, membuktikan bahwa memang terkait permasalahan yang berkaitan kepada perempuan, hingga kini belum juga terpecahkan. Perempuan memang kerap kali menjadi sasaran daripada berbagai tindak kriminal seperti kekerasan, pelecehan, dan lain sebagainya. Kebanyakan orang menganggap bahwa sebab daripada perempuan yang sering dijadikan korban, karena kelemahan perannya sehingga sering dianggap rendah. Sehingga, solusi yang seringkali mereka hadirkan adalah dengan menuntut hak perempuan dengan mengatasnamakan HAM agar setara dengan laki-laki. Menurut mereka perempuan harus setara dengan laki-laki agar kemudian tidak lagi direndahkan.


Namun faktanya, dengan bertahan pada paham tersebut bahkan hingga kini perayaan hari perempuan telah dirayakan ke-95 tahunnya pun, permasalahan masih berkutat pada poros yang sama dengan jumlah yang malah makin bertambah. Salah satu contohnya adalah kekerasan seksual yang kini terjadi bahkan sampai pada keluarga sendiri lah sebagai pelaku, hingga rumah sendiri saja bukan lagi sebagai tempat yang aman terutama bagi perempuan, dan masih banyak kasus yang lainnya.


Perlu diluruskan bahwa yang menjadi sebab banyaknya tindak kriminal yang mengacu kepada perempuan sebagai korban dipicu oleh beberapa sebab. Diantaranya adalah media yang menyajikan konten porno yang mudah diakses yang tentu akan melahirkan pornoaksi. Selain itu, terhadap pelaku pelecehan seksual belum terdapat sanksi yang tegas dan menjerakan.


Diantara sebab tersebut, terdapat sebab utama yang menjadi akar permasalahan, yakni penerapan tatanan hidup berdasarkan Sekulerisme-Kapitalisme. Sekulerisme memungkinkan dibatasinya agama hanya pada ranah tertentu saja, bahkan pada perkara sosial maupun politik. Sehingga terbentuk masyarakat yang jauh dari pada agama. Seseorang yang tidak terikat pada agama, menjadikan dia berperilaku dengan bebas tanpa melihat perkara halal dan haram. 


Sedangkan kapitalisme diartikan sebagai paham hidup untuk memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, tanpa menilai apakah cara dalam mendapatkannya itu benar ataukah salah. Sehingga tidak heran, mengapa kemudian konten porno masih juga beredar dengan bebas bahkan ada sejumlah masyarakat menjadikannya sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan, karena terdapat keuntungan yang dapat diraup dari hal tersebut. Hal tersebut akan tetap menjadi lumrah, tanpa melihat dampak apa yang akan terjadi kepada generasi, terlebih perempuan.


Jika masih terpaku pada cara pandang tersebut, problem  akan terus berputar pada roda permasalahan di itu-itu saja. Sehingga Islam menghadirkan solusi yang terbukti pernah mencapai keberhasilan dalam menciptakan peradaban yang gemilang, terutama dalam memuliakan perempuan.


Di dalam Islam, perempuan dimuliakan dengan adanya aturan menutup aurat begitupun juga laki-laki. Di sisi lain adanya aturan untuk menundukkan pandangan pada perkara-perkara yang haram untuk dilihat. Sehingga tidak ada istilah untuk menyalahkan baik laki-laki maupun perempuan, karena perlu ada kerjasama antara keduanya dalam menjalankan syariat. Perempuan menjaga auratnya, dan laki-laki menjaga pandangannya. Bahkan pergaulan laki-laki dan perempuan pun secara terpisah, diperkenankan untuk berinteraksi hanya pada ranah-ranah tertentu seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan pernikahan.


Hal tersebut pun didukung dengan adanya didikan yang mengarah kepada hasil adab dan akhlak yang tercipta pada masyarakat sehingga berpegang pada hukum syara’ secara menyeluruh untuk mencegah perbuatan maksiat. Sanksi dalam Islam bersifat jawazir dan jawabir, yakni sebagai pemberi efek jera dan menebus dosa. Sehingga seseorang akan berpikir dua kali untuk melakukan kemaksiatan tersebut. Selain daripada itu, Islam juga tidak akan menghendaki beredarnya media dengan konten yang dapat merusak pola pikir dan pola sikap generasi. Sehingga akan sedikit ditemukan kasus sedemikian rupa bahkan tiada, jika aturan yang diterapkan adalah Islam Kaffah atau Islam secara menyeluruh yang diterapkan pada berbagai aspek.


[Wallahu a’lam bisshowab]

Post a Comment

Previous Post Next Post