Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Asti Mazar mengatakan kegiatan seminar pendidikan politik sangat penting bagi perempuan-perempuan yang ingin terjun ke dunia politik, agar tahu apa arti dari politik dan kenapa harus berpolitik. Hal itu diungkapkan usai menghadiri Sosialisasi Pendidikan Politik Bagi Perempuan gawean Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kutim.
Kegiatan sosialisasi itu mengusung tema Seminar Pendidikan Politik dan Budaya Politik bagi perempuan di Kutim. Sosialisasi digelar di Gedung Serba Guna (GSG), Bukit Pelangi, Kutim, Kamis (02/11/2023).
Menurutnya, sosialisasi politik bagi perempuan merupakan salah satu gebrakan baru, khusunya bagi perempuan yang ingin ikut berpolitik. Asti Mazar juga mengungkapkan saat terjun di dunia politik, perempuan harus memiliki jiwa yang pemberani, yakin dan harus punya kepercayaan diri. (Kronikkaltim, 2/11/2023)
Keterlibatan perempuan di perpolitikan diakui memang masih minim. Rendahnya jumlah keterwakilan dianggap berpengaruh terhadap hak-hak perempuan, khususnya berkaitan dengan kebijakan publik dan produk regulasi mengenai kesetaraan gender. Oleh karena itu, ada upaya sosialisasi politik bagi perempuan agar mereka terlibat di dalamnya.
Perempuan Dimanfaatkan
Menjelang pemilu sosialisasi politik terus digencarkan. Slogan menarik keterlibatan perempuan terus digaungkan, seperti "hanya perempuan yang mengerti perempuan, permasalahan perempuan dan anak terjadi karena tidak melibatkan perempuan dalam politik. Namun benarkah terjunnya peremmpuan ke dunia politik penting bagi mereka?
Pemahaman masyarakat khususnya perempuan tentang politik saat ini memang sudah semakin sempit bahkan buta politik. Sebagian besar memahami politik hanya berkutat pada urusan parlemen dan masalah pemilu saja. Akibatnya, mereka tidak peduli dengan kebijakan penguasa. Padahal untuk para perempuan sendiri, ketika mereka belanja di pasar adalah hasil dari kebijakan politik. Belum lagi biaya listrik, pendidikan, kesehatan, dan lain-lainnya adalah buah dari kebijakan politik penguasa saat ini.
Tidak dapat dipungkiri politik saat ini untuk menopang dan menjaga sistem Kapitalistik yang terbukti penuh dengan berbagai kerusakan. Kita lihat bagaimana kondisi perpolitikan sarat dengan menghalalkan berbagai cara untuk meraih kekuasaan. Politikus rela mempertaruhkan idealisme demi sekedar materi, berupa kekayaan dan jabatan. Tidak sedikit politikus perempuan pun jadi pelaku korupsi yang berujung jeruji besi.
Perempuan disasar untuk aktif berpolitik, baik itu dukungan berupa suara maupun keterlibatannya. Seberapa penting perempuan seakan ditentukan dari kariernya termasuk keterlibatannya untuk eksis menyuarakan perempuan. Padahal seruan kepemimpinan perempuan dalam politik dan tidak membawa perubahan berati. Nasib perempuan akan tetap sama, karena akar persoalan perempuan adalah sistem kehidupan yakni kapitalisme.
Sesungguhnya konsep kesetaraan gender merupakan konsep cacat baik rasional maupun sosial. Keseteraan gender hanya akan membebani para ibu dengan tanggung jawab ekstra, mencabut hak-hak mereka atas penyediaan keuangan, menyebabkan konflik dalam pernikahan bahkan perceraian, serta membajak peran fitrahnya sebagai isteri dan ibu.
Berpolitik berdasarkan gender dan demokrasi bukan solusi masalah perempuan dan bangsa. Justru melanggengkan paham feminisme gender dan demokrasi yang akhirnya menghancurkan perempuan, keluarga dan generasi. Politik perempuan memang penting tetapi janganlah terjebak politik praktis ala kapitalis. Saatnya perempuan bangkit dengan pemahaman politik Islam agar berakhir kehidupan kelam.
Politik Perempuan dalam Islam
Dalam Islam perempuan boleh menjadi anggota partai politik dan melakukan muhasabah lil hukkam (menasehati penguasa), serta memilih pemimpin. Perempuan juga diperkenankan menjadi anggota Majelis Umat yang merupakan lembaga perwakilan umat. Namun Islam tegas melarang perempuan menjadi pemimpin dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan.
Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada perempuan.” (HR Bukhari)
Haram bagi perempuan menduduki tampuk kekuasaan dan menerima jabatan pemerintahan. Namun, Islam tidak memandulkan peran politik perempuan. Islam justru memperbolehkan partisipasi politik dalam batas-batas yang ditetapkan syariat. Dalam Islam ketika perempuan terjun dalam politik maka suara perempuan mewakili suara umat keseluruhan bukan hanya perempuan.
Politik dalam Islam tidak sempit yang hanya dimaknai dengan duduk di kursi kekuasaan. Politik dalam Islam dikenal dengan "as-Siyasah" berati pengaturan urusan umat. Berpolitik adalah hal yang begitu penting bagi kaum muslimin. Jadi, kita harus memahami betapa pentingnya mengurusi urusan umat agar tetap berjalan sesuai dengan syariat Islam. Terlebih, memikirkan/ memperhatikan urusan umat Islam hukumnya wajib.
Rasulullah Saw bahkan telah memperingatkan setiap muslim agar peduli terhadap nasib saudaranya. ''Barang siapa bangun di pagi hari, tapi tidak memikirkan nasib kaum Muslimin, maka dia bukan termasuk golonganku.''
Kepedulian terhadap umat saat ini bisa diwujudkan dengan berdakwah. Dakwah hukumnya wajib. Termasuk muhasabah kepada penguasa. Dalam sirah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar, beliau pernah ditegur oleh seorang perempuan di atas mimbar kerena membatasi mahar. Khalifah Umar pun menerima dan memperbaiki kesalahannya.
Demikianlah sosok perempuan yang jadi teladan. Peran perempuan dalam perpolitikan saat ini adalah dengan terjun ke medan dakwah dan menasehati penguasa. Demikianlah perempuan yang cerdas berpolitik mampu menyelesaikan persoalan umat dengan standar Islam.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran [3]: 104).
Wallahu’alam...