Ibu Rumah Tangga
Akhir-akhir ini berbagai kasus sering menimpa masyarakat, namun sayangnya faktor kemiskinan sering menjadi kendala bagi mereka untuk mendapatkan keadilan. Untuk itu kemudian dicanangkan pembentukan Lembaga Bantuan Hukum MUI Kabupaten Bandung yang bertujuan untuk membantu pihak yang tidak mampu dalam mengatasi masalahnya. Lembaga ini dibentuk sebagai sarana untuk membantu Pemda dalam melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Bantuan Hukum Untuk Orang Miskin. (jurnal soreang, 21/09/2023)
Selain LBH, MUI Kabupaten Bandung juga memiliki program lain yaitu Mudzakarah Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan. Program ini bertujuan untuk mengawal dan membantu membuat kajian-kajian bagi para pembuat kebijakan dalam menetapkan aturan yang diperlukan. Sebagai contoh, pembuatan Perda Anti LGBT yang saat ini belum memiliki aturan terkait pelarangannya, padahal di kota-kota lain telah memilikinya.
Pembentukan LBH oleh MUI Kabupaten Bandung memang bisa diinterpretasikan sebagai langkah untuk memastikan penerapan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai dan keadilan hukum. Selain itu juga merupakan cerminan kebutuhan untuk memberikan bantuan, walau pada faktanya dianggap belum cukup memadai untuk memenuhi keadilan. Lembaga ini membantu memastikan apakah telah berjalan dengan baik ataukah tidak.
Kenyataannya, LBH belum sepenuhnya mampu memberikan keadilan atau perlindungan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Faktor kemiskinan lah yang menjadi kendala masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Hukum seolah semakin mahal untuk dihargai dengan uang. Sementara LBH sendiri ruang lingkupnya hanya bisa menjadi pemberi masukan untuk penerapan aturan Islam, itupun hanya untuk peraturan daerah saja yang tentunya masih wajib tunduk pada aturan pusat. Artinya betapa sulit aturan bernafaskan Islam untuk mengarah pada hukum legal formal untuk diterapkan, terlebih ketika ingin diwujudkan secara menyeluruh.
Selain itu, mahalnya keadilan saat ini juga diakibatkan karena penerapan kapitalisme. Aturan perekonominya dikenal mempunyai konsep “keadilan” versinya sendiri, yaitu semua orang berhak menerima imbalan berdasarkan prestasi kerja, karena pada hakikatnya sistem ini sangat memuja persaingan. Maka, dengan pengakuan atas keberadaan monopoli akan mendorong terjadinya merger beberapa bisnis kecil menjadi satu. Yang konsekuensinya bisa membunuh persaingan bebas, menyebabkan inflasi dan akhirnya menyebabkan terjadinya pengangguran.
Namun berbeda dengan Islam, penerapannya secara kaffah bisa mencakup aspek yang lebih luas dari peran MUI atau lembaga hukum Islam. Bisa menyangkut kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini tentu memerlukan komitmen dari seluruh masyarakat dan pemimpin yang bersedia untuk mengintegrasikan nilai-nilai syariat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Upaya penerapan Islam secara menyeluruh memerlukan dukungan dan keterlibatan aktif dari seluruh masyarakat, yang akan memainkan peran penting dalam menyuarakan pentingnya penerapan nilai-nilai syariat dalam berbagai aspek kehidupan dan memastikan hal tersebut akan tercermin dalam praktik sehari-hari. Ini adalah cara yang efektif untuk memengaruhi perubahan positif dalam masyarakat dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang Islam.
Sementara itu kewajiban untuk taat taat kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan hal yang mutlak atau tidak bisa ditawar lagi, sebagaimana firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Seseorang yang taat kepada Rasulullah, maka sudah pasti ia taat kepada Allah. Hal tersebut dikarenakan semua perintah dari Nabi Muhammad tidak ada yang bertentangan dengan perintah Allah Swt. Semua yang disampaikan oleh Rasul bersumber dari firman Allah. Demikian juga dengan keharusan menaati ulil amri, yang dalam hal ini ditujukan pada pemimpin dan para ulama.
Meskipun demikian, ketaatan pada ulil amri sifatnya tidak mutlak. Kita hanya boleh taat kepada mereka jika perintahnya tidak bertentangan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh dalam hal maksiat. Apabila terdapat perselisihan maka harus dikembalikan pada sumber hukum Islam yakni al-Quran dan hadis. Kitabullah dan Sunnah Rasul merupakan dua hal penting yang harus dijadikan pedoman hidup umat Islam.
Demikianlah Islam, kesempurnaan penerapan aturannya akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Tentu semua akan terwujud saat syariat diterapkan sempurna dalam naungan sebuah kepemimpinan, yang akan menerapkan aturan Allah Swt. Secara keseluruhan di setiap aspek kehidupan. Untuk itu, penegakkannya menjadi hal mutlak yang tidak ditawar-tawar lagi.
Wallahu'alam bii shawab.