> Krisis Mental Membumi Lahirkan Tingginya Bunuh Diri - NusantaraNews

Latest News

Krisis Mental Membumi Lahirkan Tingginya Bunuh Diri



Oleh Suci Halimatussadiah

 Ibu Pemerhati Sosial


Membunuh diri sendiri merupakan perbuatan maksiat yang termasuk kategori dosa besar dan akan membawa pelakunya ke jurang kehancuran dan kebinasaan serta menjerumuskannya ke azab neraka.


Kasus bunuh diri yang kian marak menjadi persoalan yang begitu memprihatinkan. Saat ini nyawa seperti sudah tak berarti dan seolah bunuh diri adalah pilihan terbaik untuk menyelesaikan persoalan hidup. (Dikutip media online Republika, 13/10/2023) 


Dua mahasiswa di Semarang berturut-turut melakukan bunuh diri pada Oktober ini. Kasus pertama mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri yang tewas di Mal Paragon Semarang pada 10/10/2023. 


Disusul keesokan harinya pemberitaan kembali dihebohkan dengan ditemukannya seorang mahasiswa tewas bunuh diri di kamar kosnya. Kasus pertama diduga karena terlibat masalah keuangan (terjerat pinjol). Kasus kedua diduga depresi karena permasalahan keluarga. Keduanya meninggalkan surat wasiat yang menyatakan sudah tak sanggup lagi hidup di dunia dan memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri yang dianggap sebagai pilihan terbaik. 


Dua kasus ini bukanlah hal yang baru bahkan masih banyak kasus bunuh diri lainnya dengan berbagai motif. Ada karena himpitan ekonomi, pacaran, perundungan, terlilit hutang, dan lainnya. Hal ini menunjukkan bunuh diri dapat terjadi pada siapa saja, baik pria dan wanita, tua atau muda, mahasiswa, hingga bocah berseragam putih merah. Seperti kasus bunuh diri seorang ibu bersama balitanya di Cilacap dengan menenggak air bercampur potasium sianida (Republika, 8/7/2023)


Fenomena bunuh diri telah menjangkiti berbagai kalangan. Dikutip dari media online Kompas, (3/5/2023) menurut Survei INDONESIA ADOLESCENT MENTAL HEALTH tahun 2022, sebanyak 15,5 juta remaja (34,9 persen) mengalami masalah mental dan 2,45 juta remaja (5,5 persen) mengalami gangguan mental. Survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10–17 tahun di Indonesia ini menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Selain itu, 1 dari 20 remaja Indonesia juga memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. 


Sungguh miris memang, apa jadinya jika generasi muda negeri ini memiliki masalah mental? Padahal sejatinya mereka adalah agen perubahan yang di pundak merekalah harapan umat diletakkan. Faktanya, meskipun di negeri ini mayoritas muslim, tetapi tidak berbanding lurus dengan kemampuan mereka mengelola kehidupan. 


Tak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya penyebab kasus bunuh diri ini juga terinspirasi oleh tayangan televisi dan internet. Selama ini masyarakat disuguhi konten-konten yang merusak mental dan akal.  Banyak pula tayangan yang secara vulgar memperlihatkan kekerasan, kriminalitas, perampokan, pembunuhan, hingga secara tak sadar akhirnya menjadi panduan dalam menghadapi permasalahan hidup dan bahkan menjadi tren kekinian. Alhasil cara pandang pun berubah. 


Tak hanya itu, faktor ekonomi pun masih menduduki peringkat pertama menjadi penyumbang angka bunuh diri. Pasalnya kehidupan yang serba sulit, menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar berupa melambungnya harga kebutuhan pokok, biaya kesehatan, dan pendidikan yang juga mahal dan segudang permasalahan lain akibat absennya negara dalam menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Maka, bunuh diri dianggap jalan pintas untuk menyelesaikan problematika kehidupan. 


Selanjutnya arus kebebasan (liberalisme) yang merajai sehingga membentuk gaya hidup hedonis, individualis, pamer tanpa memedulikan lagi adab dan norma, menilai kebahagiaan hanya sebatas materi saja. 


Mencermati berbagai faktor tadi dapat kita lihat bahwa tingginya kasus bunuh diri bukan disebabkan satu sebab, tetapi banyak hal yang saling berkaitan dan sistemis. Semua ini akibat di adopsinya sistem sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) dan menjadikannya sebagai dasar dalam pola asuh di masyarakat, sebuah sistem yang justru menjadi induk dari segala persoalan yang hari ini terjadi. Sekularisme telah merusak pemahaman individu, menjadikan materi sebagai pijakan dan mencampakkan agama. 


Akibatnya kehidupan tidak berjalan dengan baik dan menjadi hampa tanpa tuntunan Sang Khalik. Akhirnya menumbuhkan rasa ketidakmampuan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Ini menegaskan tidak akan pernah ada asa ketika menyandarkan hidup kepada sekularisme maka dari itu perlu adanya support system dari berbagai pihak untuk menuju perubahan dan hidup mulia, dimulai dari individu, keluarga, masyarakat (lingkungan), serta yang terpenting peran negara.


Cara Pandang Islam 

  

Dalam Islam, basis pendidikan adalah akidah. Di sinilah awal pembentukan pemahaman, membentuk manusia yang berkepribadian Islam dan berpola pikir Islam sehingga segala sesuatu hanya disandarkan kepada Allah Swt. dan terikat dengan hukum syarak, yang akan melahirkan manusia-manusia yang tangguh, bertakwa, dan siap berjuang mengarungi kehidupan. 


Begitu pun dengan penguasa karena keimanan dan tanggung jawab kepada Allah Swt. maka penguasa akan bekerja keras melayani masyarakat dengan maksimal semata untuk kemaslahatan umat dan menggapai rida Allah Swt. Negara akan menerapkan seluruh syariat dalam semua aspek kehidupan tanpa kecuali baik dalam pendidikan, keluarga, sosial, hukum, ekonomi, pemerintahan, dan lain sebagainya. Memastikan dan menjamin bahwa masyarakat tercukupi semua hajatnya dan masyarakat tidak akan dibiarkan berjibaku dengan permasalahan hidupnya.


Negara akan memberikan solusi sesuai syariat. Negara pun wajib memberikan jaminan kesehatan fisik dan mental kepada masyarakat dengan selalu mengondisikan masyarakat kepada ketakwaan. 


Mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Memahamkan masyarakat bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya pemberi pertolongan. Oleh karena itu, masyarakat akan menjalani kehidupannya sesuai dengan aturan Allah Swt. tidak akan memilih jalan hina dengan bunuh diri karena ditimpa masalah, tetapi bersikap tawakal dan menyesaikan problematika sesuai tuntunan syariat karena mereka memahami bahwa Allah Swt. menetapkan hukum dalam setiap perkara.


"Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu maka kelak pada hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu." (HR. Bukhari Muslim)


Maka, sudah sepantasnya sekularisme digantikan dengan Islam karena hanya Islam yang mampu mencetak manusia-manusia tangguh yang siap memimpin peradaban berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah. Hanya dengan penerapan Islam secara kafah di muka bumi yang mampu menyelesaikan problematika kehidupan hingga tuntas. Sebab sejatinya Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).


Wallahualam bissawab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.