> Hari Santri: Spirit Kebangkitan Islam - NusantaraNews

Latest News

Hari Santri: Spirit Kebangkitan Islam


Oleh: Desy Purwanti 
(Aktivis Dakwah Kampus)


Pemerintah memperingati Hari Santri pada 22 Oktober 2023. Pada perayaan kali ini ada yang berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada tema yang diusung. Pada tahun ini temanya, yaitu "Jihad Santri Jayakan Negeri".


Dikutip dari halaman detik, Kemenag mengangkat tema itu untuk mengajak para santri berjuang membangun kejayaan negeri dengan semangat jihad.


"Melalui tema ini, kami ajak para santri untuk terus berjuang membangun kejayaan negeri dengan semangat jihad intelektual di era transformasi digital," ujar Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas.

Secara historis, tema Jihad Santri Jayakan Negeri ingin mengingatkan peran besar santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

"Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober itu mengacu pada Resolusi Jihad yang dimaklumatkan oleh Kiai Hasyim Asyari. Resolusi Jihad itu berisi seruan kepada seluruh masyarakat agar berjuang menolak dan melawan penjajah," tegas Yaqut.



Pembajakan Pesantren



Sungguh miris melihat perayaan hari santri di negeri ini. Perayaan tersebut hanya seremonial belaka dan tidak syarat makna. Upacara, apel pagi, perlombaan-perlombaan, santunan anak yatim, dan berbagai kegiatan lain dalam memeriahkan hari santri. Hal ini tidak salah, tetapi sistem sekularisme yang diterapkan oleh negara membuat santri kehilangan jati dirinya. 


Disistem tersebut, para santri mencukupkan belajar agama di pesantren. Begitu keluar dari pesantren, mereka ibarat buku-buku yang berjalan. Sebab, mereka mengetahui hukum syara', tetapi tidak untuk menghukumi masalah dengan syari'at.


Padahal, santri merupakan generasi ulama pewaris nabi (waratsatul anbiya), generasi pejuang Islam, dan generasi pemimpin peradaban Islam pada masa depan. Begitulah kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme dengan akidahnya sekularisme.  


Sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan manusia diatur oleh kepentingan-kepentingan dan materi. Akibatnya, pesantren dibajak hanya mencetak para wirausahawan, bukan mencetak santri faqih fiddin yang sadar dan mampu menyelesaikan suatu persoalan. 


Sejak akhir 2018, peran pesantren sebagai basis pencetak ulama ini dialihkan menjadi fungsi ekonomi melalui program One Pesantren One Product (OPOP), Santripreneur, ataupun program pemberdayaan ekonomi lainnya. Ini dipertegas dengan peluncuran Peta Jalan Kemandirian Pesantren oleh Menteri Agama pada 4 April 2021 lalu yang bertujuan mengembangkan produk pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai percontohan pergerakan dan pemberdayaan ekonomi. Dengannya, diharapkan dapat menopang kebutuhan operasional pesantren dan membantu perekonomian lingkungan sekitar, bahkan perekonomian negara. 


Tentu hal ini dapat mengalihkan fungsi utama pesantren (basis pendidikan dan pengajaran, pilar peradaban, serta pencetak ulama) menjadi sibuk pada urusan dunia demi memenuhi standar mutu OPOP atau Peta Jalan Kemandirian Pesantren.


Walhasil, para santri calon ulama dan insan pesantren lainnya akan mengalami pergeseran niat, arah, dan konsentrasi aktivitas dari tugas utamanya. Bahkan, sangat berpeluang untuk terjebak menjadi agen proyek kapitalis penjajah sebagai tambal sulam kegagalan sistem kapitalisme dalam mengurusi dan memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan yang memadai, serta menjadi pilar penopang perekonomian negara. 


Jelas, berbagai program pemberdayaan ekonomi santri di lingkungan pesantren hakikatnya adalah pembajakan potensi dan jati diri santri dari fungsi keilmuan dan perjuangan Islam kaffgah ke arah fungsi ekonomi. Hal ini tidak sesuai dengan tugas mulia dan jati diri santri yang hakiki, serta mengalihkan potensi santri untuk perubahan hakiki.


Maka, di tengah kehidupan hari ini sangat relevan mengembalikan kembali spirit resolusi jihad dalam makna yang sebenarnya. Terlebih Indonesia merupan negara mayoritas muslim dengan jumlah 30 ribu lebih pondok pesantren. Jelas ini merupakan potensi yang besar dalam menentukan masa depan bangsa.


Melawan Penjajah


Sejarah telah  mencatat upaya ulama dan para santri melawan penjajah, sebagaimana yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy'ari. Hanya saja, saat ini penjajahan fisik memang tidak lagi terjadi, tetapi penjajahan secara ideologi masih terus berlangsung di negeri ini.


Hal ini terlihat dari sistem demokrasi kapitalistik dan kebijakan ekonomi neoliberalisme yang dilancarkan oleh penguasa. Mereka menjual SDA kepada korporasi asing dan swasta. Ditambah gempuran pemikiran kufur yang terus menyerang kaum muslim, seperti ide HAM, pluralisme, hedonisme, sinkretisme, dan sekularisme yang menjadi ancaman dan gangguan nyata.


Semestinya, eksistensi pesantren ditujukan untuk terus melahirkan kader ulama yang bervisi surga, bermisi penerus aktivitas para nabi, serta membangkitkan umat dan memperjuangkan tegaknya peradaban Islam. Peran strategis santri adalah untuk kebangkitan Islam.


Wujudkan Perubahan Hakiki


Gagasan kembalinya peradaban Islam melalui penerapan syariat Islam kaffah tidak akan pernah bisa dihilangkan dari benak umat Islam, apalagi soal Khilafah. Para santri dan ulama mengetahui bahwa hal itu merupakan ajaran Islam dan menjadi bagian dari sejarah dunia.


Santri dengan segala potensinya yang luar biasa, merupakan bagian dari pemuda muslim yang memiliki kewajiban untuk memperjuangkan perubahan hakiki menuju kebangkitan Islam. Lebih dari 100 tahun umat Islam hidup terpuruk di bawah penerapan sistem demokrasi sekuler yang telah melahirkan banyak kerusakan dan kezaliman. 


Ketiadaan pemimpin Islam (khalifah) di tengah umat telah menyebabkan umat terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara bangsa di bawah dominasi negara kafir Barat penjajah. Hal ini mengantarkan umat Islam di berbagai penjuru dunia, termasuk negeri ini, mengalami berbagai penindasan dan kesengsaraan, serta penjajahan politik, ekonomi, dan sosial budaya.


Solusi dari semua itu adalah umat kembali menerapkan syariat Islam secara kafah di bawah kepemimpinan Islam (khilafah). Perlu peran dan kontribusi terbaik dari komponen umat Islam, termasuk kalangan santri dengan segala potensi Islam yang dimilikinya. 


Dengan demikian, pemberdayaan yang sesungguhnya terkait santri adalah mengoptimalkan segala potensi terbaik mereka dalam perubahan hakiki melalui perjuangan penegakan syariat Islam kafah di bawah khilafah.


Perjuangan ini dilakukan dengan melakukan dakwah pemikiran untuk mencerdaskan umat dengan Islam kaffah, dilakukan secara berjemaah dalam sebuah kelompok dakwah Islam yang mengikuti metode dakwah Rasulullah ﷺ. 


Santrilah yang akan menjadi garda terdepan dalam perjuangan ini dan memimpin umat menuju kebangkitan Islam. Semoga Allah Taala segera menurunkan pertolongan-Nya.


Wallahu a'lam

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.