> Banjir Di Awal Musim Hujan, Bukti Lemahnya Mitigasi Perubahan Musim - NusantaraNews

Latest News

Banjir Di Awal Musim Hujan, Bukti Lemahnya Mitigasi Perubahan Musim


Oleh Fina Fadilah Siregar 
(Aktivis Muslimah)


Saat ini di Indonesia telah memasuki musim hujan. Banjir di musim hujan bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia karena banjir adalah bencana yang terjadi setiap tahun. Memasuki  awal musim hujan ini, bencana banjir tidak hanya terjadi di wilayah Jabodetabek, tapi juga terjadi di wilayah lain di Indonesia.


Dilansir dari laman CNBC Indonesia, pada 4 November 2023, curah hujan yang tinggi melanda Jakarta. Akibatnya, keesokan harinya atap Stasiun LRT Cawang-Halim bocor. Vice President Public Relation KAI, Joni Martinus, mengatakan, meski ada permasalahan di beberapa stasiun itu, pelayanan operasional tidak mengalami gangguan. Termasuk di halte stasiun LRT Cawang yang mengakami kebocoran akibat jebol saat hujan deras.


Laman JPNN menulis, banjir juga mengguyur wilayah Bekasi akibat curah hujan yang tinggi. Banjir merendam permukiman penduduk di bantaran Kali Bekasi setelah debit air meningkat karena kiriman dari hulu di Bogor pada Minggu dini hari, 5 November 2023.


Banjir juga merendam sejumlah wilayah di Kota Depok pada 5 November 2023. Dilansir dari laman Tempo, banjir terjadi di Jalan Raya Margonda, Jatijajar, Cilangkap, Perumahan Tirta Mandala, Perumahan Taman Duta, Perumahan Cening Ampe Sukmajaya, kawasan Cilodong, dan Perumahan BSI Sawangan. Selain karena hujan deras, banjir terjadi karena sampah yang menumpuk.


Sementara itu, mengutip dari TribunNews, hujan lebat dan sungai yang menguap membuat Kecamatan Melintang, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat terendam banjir. Banjir mulai merendam ratusan rumah warga sejak Jumat 3 November 2023 malam.


Banjir di awal musim hujan melanda berbagai wilayah, termasuk LRT di Jakarta. Banjir yang sudah berulang kali terjadi, seharusnya sudah diantisipasi oleh pemerintah dengan melakukan mitigasi. Namun dengan berulangnya banjir setiap tahun dapat dikatakan bahwa mitigasi yang dibuat pemerintah hanya alakadarnya saja. Dengan keadaan cuaca dan iklim Indonesia yang digambarkan oleh BMKG, harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk merancang dan mempersiapkan mitigasi bencana secara maksimal dalam menghadapi perubahan cuaca yang dinamis.


Demikian pula dalam membangun, seharusnya sudah diantisipasi untuk menghadapi musim hujan atau kemarau. Namun bila kita kaji secara mendalam, infrastruktur yang ada mudah rusak saat terjadi hujan deras. Hal ini membuktikan bahwa kualitas bangunan yang dibuat bukanlah kualitas terbaik, padahal infrastruktur adalah fasilitas publik yang menjadi tanggung jawab negara.


Banjir di awal musim hujan yang berulang kali terjadi adalah bukti lemahnya mitigasi perubahan musim. Dalam hal ini terlihat abainya negara dalam hal keselamatan jiwa rakyat sebagai hal yang utama. Harusnya negara sebagai pelindung rakyat membuat mitigasi dan infrastruktur yang terbaik untuk mengantisipasi banjir. Namun dalam sistem sekuler adalah suatu keniscayaan bahwa pemerintah memang tidak ada kemauan untuk bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Dibenak pemerintah hanya mengutamakan pihak asing yang menjadi investor dan berusaha semaksimal mungkin agar target para investor terpenuhi. Sehingga mitigasi dan pembangunan untuk kepentingan dan keselamatan rakyat sengaja dibuat hanya untuk jangka pendek saja. Akibatnya, rakyatlah yang merasakan banjir setiap tahunnya.


Berbeda halnya dengan sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Mengutip dari artikel Syamsuddin Ramadhan an-Nawiy (2020), ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintahan Khilafah untuk mengatasi banjir, diantaranya:


Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka Khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.

Khilafah akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain), dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut. Atau jika ada pendanaan yang cukup, Khilafah akan membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal. Dengan cara ini, maka daerah-daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan.


Kedua, dalam aspek Undang-Undang dan kebijakan Khilafah menetapkan kebijakan pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan. 


Ketiga, dalam menangani korban bencana alam Khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Selain itu, Khalifah akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.


Begitulah kebijakan Khilafah Islamiyyah dalam mengatasi banjir, dimana pertimbangan tersebut tentunya didasarkan pada pertimbangan yang nyata dan tentunya juga sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian, masalah banjir dapat diselesaikan dengan tuntas.


Wallahu a'lam bishshowaab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.