Oleh Yulia Ummu Haritsah
Pegiat Literasi
Dakwah
Kekhawatiran
warga Rempang masih menyelimuti benak mereka. Meskipun pengosongan Kampung Tua
Rempang diundur, tapi kekhawatiran warga Rempang masih menghantuinya, semenjak
terjadinya konflik, bahkan bentrok antara warga Rempang dengan aparat, pada
tanggal 14 September, ketika warga Rempang melakukan unjuk rasa menolak untuk
direlokasi.
Masyarakat Rempang dijadwalkan sebelumnya direlokasi tanggal 28 September 2023, tetapi warga Rempang sepakat menolak relokasi sepihak tersebut. Menurut rencana, Rempang akan dijadikan kawasan industri, Proyek Strategis Nasional (PSN) yang di sana akan dibuat Rempang Eco City, di sana akan dijadikan kota metropolitan, menjadi kota wisata, kota perekonomian, yang bisa menyaingi dengan Singapura dan Malaysia.
Warga Rempang tentunya menolak relokasi tersebut, karena yang ditempati itulah kehidupannya, mereka hidup menjadi nelayan, mencari penghidupan di laut, ketika mereka direlokasi ke tempat lain, mereka hendak mencari penghasilan apa? Karena hanya itulah mata pencahariannya, begitu ungkapan hari dari salah satu warga Rempang.
Sungguh miris
dan nelangsanya warga Rempang, mereka tergusur dari tanah kelahirannya, di saat
sebulan setelah memperingati hari kelahiran kemerdekaan negaranya, malah
dihadiahi kado pahit dari sistem kapitalis, dengan penggusuran.
Begitulah wajah
asli sistem kapitalis, yang hanya mementingkan orang yang ‘berduit’ saja, yang
mempunyai modal saja, rakyat menurut mereka hanya menjadi beban negara, dan
hanya dimanfaatkan untuk mendulang
suara, di setiap pemilu. Sungguh licik dan tak berkeprimanusiaan.
Kapitalis
demokrasi sejatinya tidak akan mementingkan rakyat, karena sistem ini dibuat
atas azas manfaat, rakyat tak memberikan manfaat apapun, sedangkan pemilik
modal dibela dan difasilitasi karena mereka memberikan manfaat, walaupun rakyat
telah menghuni dan merawat daerahnya, bahkan sebelum negeri ini merdeka.
Slogan
demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tetapi kenyatanya apa?
Itu hanya slogan-slogan yang menipu, demokrasi kapitalis yang digadang-gadangkan sistem yang sempurna,
hanyalah isapan jempol semata. Slogan
kedaulatan ada di tangan rakyat, nyatanya rakyat berkehendak tidak digubris
oleh penguasa, rakyat tidak ingin direlokasi tetapi penguasa malah menurunkan
aparat, dari kepolisian ataupun dari TNI
sehingga nyaris bentrok, rakyat dan aparat berhadapan, sungguh perlakuan yang melukai
hati rakyat.
Berbeda dengan
sistem Islam, ketika ada lahan yang tidak bertuan, dan sudah ditempati selama
bertahun-tahun, dan dia sudah merawatnya, maka sudah otomatis menjadi hak
miliknya, apalagi Rempang sudah ditempatinya sebelum negeri ini ada, dengan
dalih tidak ada izin menempati lahan, maka Rempang layak gusur. Kepada asing
memberikan izin mengelola, tapi kepada rakyatnya malah digusur.
Inilah watak
asli dari sistem kapitalis. Hanya membela kepada yang punya harta, sedangkan
rakyat hanya dipandang sebelah mata. Untuk itu, campakkan sistem rusak ini,
sistem demokrasi kapitalis rusak dan merusak ini, dan kita beralih pada sistem
Islam yang sesuai fitrah manusia, dan tentunya memanusiakan manusia, sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan, karena sistem Islam datang dari dzat yang maha
adil, sistem datang dari dzat yang tak ada kepentingan terhadap makhluknya,
Dialah Allah Swt. yang menurunkan Islam sebagai mabda, untuk kehidupan yang
diberkahi.
Wallahualam bissawanb